Predikat Medan Kota Terkotor Se-Indonesia Menjadi Preseden Buruk

Predikat Medan Kota Terkotor Se-Indonesia Menjadi Preseden Buruk

Medan - Predikat Kota Terkotor yang disandang Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) cukup memerahkan kuping telinga warga Kota Medan. Salah satunya, Wakil Ketua DPRD Medan, Ihwan Ritonga. Kepada wartawan, Selasa (15/1), Ihwan yang menilai penilaian itu sangat memalukan.

"Apa yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup atas instruksi Wakil Presiden (Wapres), Kota Medan sebagai bagian ibukota Propinsi Sumatera Utara sangat-sangat memalukan. Dan ini merupakan preseden terburuk karena Kota Medan ini merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia, tapi citra yang diberikan sudah tidak pas," kata Ihwan.

Sambung politisi Gerindra itu, Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin harus melakukan evaluasi terhadap Operasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Medan. "Sudah kita tidak meraih Adipura, tapi mendapatkan predikat kota terkotor. Maka, kita berharap agar Wali Kota Medan untuk melakukan tahapan evaluasi atas seluruh OPD-nya," pintanya.

Dia berharap agar seluruh OPD benar-benar sosok yang mau bekerja keras untuk kemajuan Kota Medan. "Jangan lagi ada para kepala dinas yang ditempatkan hanya mampu cakap-cakap atau membuat konsep dengan retorika yang terkesan sangat wah. Tapi, fakta di lapangan tidak bisa bekerja melakukan pembenahan secara nyata untuk kota ini," tegasnya.

Sambung Ihwan, selama ini pihaknya melihat seluruh kepala dinas hanya mampu membuat konsep secara lisan dan tulisan, tapi tak mampu membuktikan secara nyata. 

"Dengan predikat Medan sebagai kota terkotor yang langsung disampaikan Wakil Presiden melalui Kementerian Lingkungan Hidup jelas sangat memalukan. Dan fakta memang di lapangan persoalan penanganan sampah belum tuntas masih berserakan secara sembarangan sehingga terkesan sangat kumuh dan kotor. Tapi, mana kinerja OPD atau Dinas Kebersihannya? Seluruhnya hanya mampu memaparkan konsep dan konsep atau kata orang Medan hanya bisa cakap, hasilnya tidak ada. Dan hanya terfokus taman, imbas dan hasilnya inilah yang diterima Kota Medan saat ini," kata Ihwan.

Sementara Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Medan, M Husni membantah hal itu. Yang ada, katanya, hanya penilaian berdasarkan bobot dan ditentukan salah satunya paling utama adalah pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).  Dalam penilaian TPA tersebut, Kota Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping bukan sanitary landfill. Itu, kata Husni, merupakan hasil konsultasi yang dilakukan langsungnya kepada Kementerian LHK di Jakarta, Selasa (15/1/2019). 

Kedatangan Husni diterima Kasubdin Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah Kementerian LHK RI, Agus Saifudin didampingi Kepala Seksi TPA Arif Sugari S. "Berdasarkan hasil konsultasi yang kita lakukan dengan pihak Kementerian LHK, penilaian Adipura yang dilakukan berdasarkan bobot yang ditentukan, pengelolaan TPA ternyata merupakan salah satu penilaian yang paling utama.

Ternyata, dalam pengelolaan TPA ini, kita (Kota Medan) mendapat nilai rendah karena masih menggunakan sistem open dumping, seharusnya menggunakan sistem sanitary landfill. Jadi bukan kota terkotor seperti yang dilansir sejumlah media," kata Husni. Mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Medan ini menjelaskan, pengelolaan sistem sanitary landfil, yakni melakukan pemusnahan dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya dan kemudian menimbunya dengan tanah sehingga memberikan dampak positif bagi sekitar TPA. Selain tidak menimbulkan bau dan penyakir, sanitary landfill juga dapat meninggikan lokasi rendah di TPA.

"Sedangkan pengelolaan sampah yang kita lakukan di TPA Terjun selama ini menggunakan sistem open dumping, yakni sistem yang paling sederhana di mana sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa dilakukan pengelolaan lebih lanjut. Nilai kita rendah karena open dumping sudah tidak layak dipergunakan lagi karena dapat menimbulkan banyak persoalan mulai dari kotaminasi atau pencemaran air tanah, menimbulkan bau, terjadinya ceceran sampah sehingga dapat menjadi tempat perkembangbiakan organisme penyebar penyakit," jelasnya.

Oleh karenanya, berdasarkan rendahnya penilaian terhadap pengelolaan TPA yang dilakukan dengan menggunakan sistem open dumping, Husni mengatakan Pemko Medan akan melakukan perubahan sehingga nantinya pengelolaan TPA akan dilakukan dengan sistem sanitary landfill. "Alhamdulillah, pihak Kementerian LHK RI siap melakukan pembinaan dan pendampingan dalam pengelolaan sampah di Kota Medan," ungkapnya.

Di samping itu, tambah Husni lagi, Pemko Medan ke depan juga akan mengaktifkan kembali TPA Namo Bintang yang memiliki lahan seluas sekitar 16 hektare (Ha) setelah tutup sejak 19 Februari 2013 silam, guna mendukung TPA Terjun. 
Dikatakan Husni, pengelolaan kedua TPA itu nantinya berbasis sanitary landfill. Kemudian ditambah lagi dengan penguatan dan penambahan infrastruktur sampah, sehingga persoalan sampah di Kota Medan dapat teratasi dengan baik.

"Jadi hidup ini harus terus belajar menuju perbaikan. Tentunya penilaian rendah yang kita peroleh dari Kementrian LHK RI tentunya menjadi pembelajaran untuk terus melakukan perbaikan menjadi lebih baik lagi. Kita beserta segenap seluruh jajaran Dinas Kebersihan dan Pertamanan akan terus bekerja keras dalam mengatasi masalah sampah di kota yang kita cintai bersama. Di samping itu kami juga sangat mengharapkan dukungan penuh dari seluruh warga, tanpa dukungan tentunya kami akan sulit mewujudkannya," harapnya.

Sekadar mengingatkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengumumkan 10 kota terkotor dalam penilaian Adipura 2018. Kota-kota ini memiliki capaian nilai terendah di antara ratusan kabupaten/kota, di antaranya terkait pengelolaan tempat pemrosesan akhir atau TPA dan kebersihan fisik.

Pengumuman kota terkotor ini atas instruksi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Senin (14/1/2019), saat memberikan sambutan dalam pemberian penghargaan Adipura di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta. "Tadi saya diperlihatkan daftar (kota) yang paling tidak bersih. Saya minta itu diumumkan saja. Indonesia itu kadang-kadang baru kerja keras kalau ada rasa malu. Kalau tidak ada rasa malu kadang membiarkan saja, menyerahkan pada orang lain,” kata Kalla.

Menanggapi instruksi ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan nama-nama kota terkotor tersebut kepada wartawan. "Kota terkotor itu kota metropolitan yaitu Kota Medan," katanya. (asw)