Lambat Bayar Upah Pekerja, RSU Dr. Pirngadi Dapat Dikenakan Sanksi Pidana

Lambat Bayar Upah Pekerja, RSU Dr. Pirngadi Dapat Dikenakan Sanksi Pidana

Khabar sempat menghebohkan warga Kota Medan akhir-akhir ini, pasalnya Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Pirngadi Medan selama tiga bulan belum membayar upah pekerjanya. Jumlah pekerjanya sampai angka ratusan yang belum dibayar. Khabar itu sempat tayang di grup tv nasional yang ada di daerah.

Menurut pengamat sosial, Zakaria Rambe, hal ini sangat ironi karena Rumah Sakit itu adalah milik Pemko Medan, Pemko yang salah satu tugasnya menciptakan kesejahteraan warganya malah belum merealisasikan upah pekerjanya. Sudah seharusnya Pemko Medan memberikan tauladan yang baik kepada pengusaha untuk mensegerakan pembayaran upah pekerja.

“Pemko memiliki tugas mensejahterakan warganya, sangat ironi jika Pemko tidak mencari solusi membayar upah pekerja RSU tersebut, memang yang paling bertanggung jawab adalah Direktur RSU Dr. Pirngadi tetapi Pemko punya tanggungjawab juga karena RSU itu milik Pemko Medan, bagaimana mensejahterakan warganya sedangkan pekerjanya sampai sekarang ada yang belum dibayar”.

Lanjut Zakaria, “Pemko dan Direktur RSU tersebut harus memberikan tauladan yang baik bagi pengusaha-pengusaha di Kota Medan khususnya dalam mendahulukan pembayaran upah pekerja. Pengusaha diwajibkan membayar upah pekerja sebelum keringatnya mengering”.  

Sementera itu, Praktisi hukum Kota Medan Bambang Santoso, SH., MH., memberikan penegasan tentang RSU Dr. Pirngadi Medan dikatagorikan sebagai Pengusaha yang sudah barang tentu berkewajiban membayar upah pekerjanya.

“RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai pengusaha harus tunduk kepada UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dua hal pokok yang harus diingat, pertama bahwa pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana penjara jika tidak membayar upah pekerja, kedua pengusaha dapat dikenakan denda sebesar maksimal 6% perhari jika terlambat membayar upah pekerja”.

Sepanjang pekerja melakukan pekerjaannya maka pengusaha wajib membayar upahnya. Kemudian di dalam Pasal 93 ayat (2) huruf f UU No. 13 tahun 2003 dinyatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha”.

Bambang juga menegaskan “Sepanjang pekerja tetap bersedia menjalankan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan maka pengusaha berkewajiban membayar upahnya. Jika tidak diberikan upahnya maka pengusaha dapat dijerat dengan Pasal 186 ayat (1) Jo. Pasal 93 ayat (2) huruf f UU No. 13 tahun 2003. Upaya hukumnya dapat membuat laporan/pengaduan ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Dinas Ketenagakerjaan”.

Ketentuan Pasal 93 ayat (2) huruf f UU No. 13 tahun 2003 dapat dijerat dengan Pasal 186 ayat (1) yang menegaskan “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”. 

Disamping itu, keterlambatan pembayaran upah yang diakibatkan oleh kelalaian atau kesengajaan pengusaha dapat dikenakan sanksi pembayaran denda kepada pekerja.

Bambang juga menjelaskan “Pasal 55 PP No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan mengatur mekanisme denda atas keterlambatan pembayaran upah. Mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar, dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan”.

“Jika sesudah hari kedelapan, upah masih belum dibayar, maka denda dimaksud ditambah 1% (satu persen) sehingga total 6% untuk setiap hari keterlambatan, tetapi denda selama 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% dari jumlah upah yang seharusnya dibayarkan”.

Diingatkan Bambang “bahwa sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, maka denda keterlambatan tersebut ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah”.

“Dan perlu diingat bahwa pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar Upah kepada Pekerja/Buruh” tutup Bambang.

Sementara itu, dikutip dari berita dari iNews Medan, Humas RSU Dr. Pringadi, Edison Pranginangin mengakui adanya tunggakan pembayaran upah karyawan selama tiga bulan, dikarenakan biaya dari rumah sakit yang tidak mencukupi membayar upah pekerja, untuk mengatasi hal ini, pihaknya menunggu pembayaran dari BPJS, sehingga nantinya rumah sakit dapat membayar upah pekerja.

“Bahwasannya pendapatan rumah sakit itu adalah dari pelayanan, pendapatan pihak ketiga, hibah dan lain-lain. Kita kan memahami sekarang pendapatan rumah sakit itu lebih besar dari pelayanan fasien yang terbagi dari fasien umum dan asuransi dalam hal ini BPJS, dan lebih besar pendapatan dari BPJS maka rumah sakit menunggu pembayaran dari BPJS untuk kemudian membayar gaji karyawan kontrak”.