Presidential Threshold Pilpres 2019 Masih Menggantung Di MK

Presidential Threshold Pilpres 2019 Masih Menggantung Di MK

Presidential Threshold (PT) dapat dimaknai sebagai ambang batas perolehan suara Partai Politik (Parpol) untuk mencalonkan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) pada Pemilihan Umum (Pemilu). Minimal perolehan suara harus melewati PT yang disyaratkan di dalam Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo. Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presdien dan Wakil Presidang yang menyatakan bahwa:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Menurut Pasal tersebut, Parpol yang memperoleh 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah nasional dapat mengusung Capres dan Cawapres, dihitung dari Pemilihan anggota legislatif sebelumnya. Sedangkan Parpol yang tidak memenuhi jumlah tersebut harus melakukan koalisi dengan Parpol lain untuk memenuhi jumlah yang disyaratkan.

Nasib Pasal 222 tersebut belum sepenuhnya diterima di masyarakat, ada yang pro dan kontra terhadap pemberlakuannya. Masyarakat yang kontra saat ini mengajukan uji materil di Mahkamah Konstitusi (MK). Alasan-alasan uji materil dikarenakan terdapat pertentangan di antara norma hukum dan pertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 222 tersebut dinilai inkonstitusional dikarenakan bertentangan dengan Pasal 6A ayat (1) , ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945, Pasal 6 ayat (2) UUD 1945, Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945.

Pemohon menilai bahwa pencalonan Capres dan Cawapres harus diusung oleh Parpol peserta Pemilu saat ini, bukan Parpol hasil Pemilu Legislatif sebelumnya. Penentuan presidential thresold dari hasil Pemilu periode sebelumnya adalah irrasional.

Selanjunya, bahwa syarat pengusulan Capres dan Cawapres oleh Parpol seharusnya diatur oleh norma bersifat close legal policy  bukan open legal policy. Pasal ini juga dinilai bukanlah sebagai constitutional engineering tetapi justru constitutional beaching.

Presidential Threshold  sebelumnya pernah dilakukan uji materil, MK telah mengeluarkan putusan No. 14/PUU-XI/2013 yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan secara serentak. Pemilihan umum yang dimaksud adalah Pemilihan Umum Presiden dan Pemilihan Umum Anggota Legislatif, baik anggota DPR, DPD maupun DPRD pada Tahun 2019. Putusan MK tersebut secara eksplisit telah menghapuskan ketentuan Presidential Threshold  dengan alasan sebagai berikut: Pertama, Kursi dan suara pemilihan umum legislatif 2014 telah dipakai dalam penyelenggaraan Pilpres pada tahun yang sama. Kedua, Pemilu 2014 dengan pemilu 2019 merupakan dua pemilu yang terpisah dan berbeda. Dengan demikian belum sepantasnya menjadikan presidential threshold  sebagai dasar pemilu 2019. Ketiga, Jika pemerintah menjadikan pemilihan umum legislatif 2014 sebagai dasar untuk pemilu 2019 maka tidak bisa dipastikan peserta pemilu (partai politik) pada periode sebelumnya sama dengan periode saat ini, hal ini menimbulkan ketidakadilan di dalam hukum.

Dengan telah dekatnya waktu Pemilihan Presiden 2019 maka banyak kalangan mengharapkan MK dapat memberikan putusan sebelum masa pendaftaran Capres dan Cawapres.