Larang Pekerja Memilih Di Pemilu, Majikan Diancam 6 Tahun Penjara

Larang Pekerja Memilih Di Pemilu, Majikan Diancam 6 Tahun Penjara

Litigasi - Memberikan suara dalam Pemilu adalah hak konstitusi atau hak dasar setiap warga negara. Kwalifikasi warga negara yang telah memiliki hak suara atau sebagai Pemilih adalah warga negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin (Pasal 1 Angka 34 UU No. 7 Tahun 2017 Pemilu).

ads

Tidak seorangpun dibenarkan menghalangi Pemilih dalam menyalurkan hak suaranya, tanpa terkecuali bagi pekerja/buruh juga mempunyai hak yang sama, majikan atau pengusaha dan atasannya tidak boleh menghalangi pekerja/buruh ketika ingin menyelurkan hak suaranya. Undang-undang sendiri melindungi dengan memberikan sanksi tegas berupa pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun dan denda sejumlah uang kepada pelakunya, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 182B UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihak Kepala Daerah Jo. Pasal 498 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menegaskan:

Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan diancam dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

 

Berita Terkait: 
Memilih Lebih Dari Sekali, Ancaman 9 Tahun Penjara
Bagaimana Cara Melaporkan Tindak Pidana Pemilu?

 

ads

Yang dimaksud dalam Pasal di atas adalah majikan, apakah majikan dipersamakan dengan pengusaha? Dilihat dari tafsir yuridis pengertian “majikan” menurut Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1951 menyatakan:

Yang dimaksudkan dengan kata majikan dalam Undang-undang ini ialah tiap-tiap orang atau badan hukum yang mempekerjakan seorang buruh atau lain di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan.

Kemudian menurut Pasal 1 Angka 4 UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan mengkwalifikasikan Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Dengan demikian, sesuai ketentuan di atas maka majikan dan pengusaha pada prinsipnya sama di mata hukum, keduanya sama-sama mempekerjakan orang lain dengan memberikan upah dan tunjangan, keduanya juga dapat dikatakan sebagai Pemberi kerja.

Kemudian berdasarkan Pasal 1 Angka 2 dan 3 UU No. 13 Tahun 2013 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Pekerja/buruh dan karyawan sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 182B UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihak Kepala Daerah Jo. Pasal 498 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai pihak yang dilindungi ketika ingin memberikan hak suara dalam Pemilu baik Pilpres, Pileg dan Pilkada. Bagi majikan/pengusaha atau pemberi kerja yang menghalanginya dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda.