Perppu Pilkada 2020
Arfan Adha Lubis, SH., MH

Perppu Pilkada 2020

Oleh; Arfan Adha Lubis, SH., MH*

Perhelatan pesta demokrasi akbar pilkada serentak 2020, sejatinya diselenggarakan pada tanggal 23 September dan dilaksanakan di 270 wilayah meliputi, 9 provinsi, 234 kabupaten, dan 37 kota. Namun akibat pandemi Covid-19 melanda nusantara, pilkada serentak terpaksa ditunda, menjadi tanggal 9 Desember 2020. Hal ini berdasarkan kesepakatan Komisi III DPR dengan pemerintah, dan keputusan itu diambil dslsm rspst kerjs Komisi III DPR dengan KPU, Bawaslu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan DKPP dalam sambungan jarak jauh, pada hari Selasa, 14 April 2020 (cnnindonesia.com).

Penundaan pilkada serentak ini dapat dimaklumi, karena KPU tidak akan dapat melaksanakan tahapan-tahapan pemilu, seperti kampanye dan pemumngutan suara. Notabene kegiatan itu mengumpulkan orang banyak. Yang kesemua itu bertentangan dengan protokol pencegahan Covid-19 tentang PSBB plus physical distancing.

Disisi lain, implikasi penundaan pilkada serentak menimbulkan celah kekosongan hukum. Hal ini disebabkan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, tidak ada mengatur atau memberikan alternatif proses penyelenggaraan pilkada yang ditunda. Seperti misalnya akibat wabah penyakit pandemi Covid-19. Notabene tidak ada pihak dapat mengklaim kapan Covid-19 mereda. Disisi lain pula payung hukum untuk mengatur penundaan pilkada serentak bersifat urgen. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum. Maka dalam kontes demikian, perppu sebagai jalan tengah yang dapat ditempuh dasar hukum untuk penundaan pilkada serenatk akibat Covid-19. Hal senada dikemukakan Direktur Pusat Studi dan Konstitusi ( Pusako ) Universitas Andalas Feri Amsari ( KOMPAS.com ). Menurut Feri, dibuatnya perppu pilkada 2020 disebabkan KPU tidak mempunyai kewenangan untuk membuat UU guna mengatasi kekosongan hukum tersebut. Alasan lain, kekosongam hukum tidak dapat diatasi secara prosedural dengan membuat UU. Karena akan memakan waktu yang lama. Sementara hal ini bersifat urgensi plus kegentingan memaksa, yang mana menurut Putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009, salah satunya karena kebutuhan mendesak, dan keadaan mendesak itu perlu diselesaikan seketika itu juga ( KOMPAS.com ). Bahkan, sangkin urgensinya KPU berharap bulan April ini, pemerintah sudah dapat mengeluarkan perppu mengenai penundaan pilkada serentak, sementara disisi lain pula pemerintah masih fokus dalam penanggulangan bencana nasioanal C0vid-19. KPU sendiri sudah mengirim draft perppu, terhadap pasal-pasal yang harus direvisi dalam UU No. 10 Tahun 2016, seperti Pasal 120 sampai dengan Pasal 122 UU No. 10 Tahun 2016.  

Kewenangan Presiden mengeluarkan Perppu diatur dalam Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945, berbunyi ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.” Kedudukan perppu juga diatur dalam Pasal 1 Angka 4 plus Pasal 7 Ayat (1) huruf c UU No. 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1 Angka 4 UU No. 11 Tahun 2012 berbunyi, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal  kegentingan yang memaksa.” Pasal 7 Ayat (1) huruf c UU No. 11 Tahun 2012, berbunyi Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.”

Berkaitan dengan pengertian “kegentingan yang memaksa“, sebagai dasar Presiden mengeluarkan perppu dinilai sangat subjektif, maka MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009. Berdasarkan putusan MK, menurut Feri Amsari, ada tiga syarat untuk dikeluarkan perppu yaitu; Pertama, perppu dikeluarkan karena kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasar UU, Kedua, UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau UU ada tapi tidak menyelesaikan masalah, Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan membuat UU secara prosedur biasa karena memakan waktu ( KOMPAS.com ). Maka berdasarkan tiga syarat tersebut, perppu penundaan pilkada serentak  akibat pandemi Covid-19 memenuhi syarat untuk dikeluarkan.

Eksistensi Perppu pilkada 2020 sebagai perubahan atas UU No. 10 Tahun 2016 sangat krusial plus diharapkan perppu pilkada hanaya mengatur hal-hal bersifat mendesak, sebagaimana disampaikan Ketua KPU Arief Budiman. Dua hal mendesak perlu diatur dalam perppu menurut Arief Budiman, pertama terkait soal kewenangan penundaan dan melanjutkan kembali tahapan, dan kedua terkait waktu pilkada lanjutan (mediaindonesia.com). Dengan kata lain, dua hal perlu dimasukkan dalam perppu penundaan pilkada serentak, berkaitan dengan Pasal 120 sampai dengan Pasal 122 UU No. 10 Tahun 2016.

Pasal 120 UU No. 10 Tahun 2016 berbunyi, Ayat (1) “Dalam hal sebagian .atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan Pemilihan lanjutan. Ayat (2) “Pelaksanaan Pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilhan yang terhenti. Pasal 121 Ayat (1) berbunyi, “Dalam hal di suatu wilayah Pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan maka akan dilakukan Pemilihan susulan.” Ayat (2) “Pelaksanaan Pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan.” Pasal 122 Ayat (1) berbunyi, “Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dtertibkan. Ayat (2) “Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan oleh: a. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa Desa atau sebutan lain/kelurahan.” Ayat (3) “Dalam hal pemilihan Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilihan Bupati/Walikota lanjutan atau Bupati dan Walikota susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.“ Ayat (5) “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan Lanjutan dan Pemilihan susulan diatur dalam Perstursn KPU.”

Disepakatinya penyelenggaraan pilkada serentak pada tanggal 9 Desember mendatang, sesuai dengan opsi pertama yang diberikan KPU terhadap waktu penundaan pilkada serentak tersebut. Karena ada tiga opsi tanggal pengganti penundaan pilkada yang diberikan kepada KPU kepada pemerintah, yaitu tanggal 9 Desember 2020, 17 Marer 2021, dan 29 September 2021.  Diakses dari katadata.co.id, Apabila opsi penundaan tanggal pilkda jatuh pada opsi kedua dan ketiga yang ditawarkan KPU, akan berpotensi membuat lowong jabatan di seluruh daerah penyelenggaraan pilkada 2020. Karena rata-rata akhir masa jabatan kepala daerah di 270 daerah penyelenggara akan berahir di Februari dan Juni sesuai dengan waktu terpilih mereka pada Pilkada 2015. Artinya, pemerintah harus menyiapkan 270 Penjabat sementara (Pjs) sesuai dengan Pasal 201 Ayat (10) dan (11) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur mekanisme pengisian lowong jabatan Penjabat Gubernur berasal dari Aparat berpangkat pimpinan tinggi pratama. Mereka akan menjaba[‘sampai kepala daerah baru dilantik (katadata.co.id).

           

Penutup

Tujuan pilkada serentak tidak lain sebagai wahana untuk menciptakan iklim demokrasi. Dimana rakyatlah tetap sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai pemahaman demokrasi itu sendiri. Diharapkan dari sisi positifnya, penundaan perhelatan akbar pilkada serentak di 270 daerah, dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para parpol untuk lebih banyak waktu melakukan sosialisasi terhadap vigur yang mereka usung. Yang sangat kita rindukan muncul pemimpin-pemimpin berkualitas dan berintegritas. Dan semoga pemerintah dapat segera menyusun Perppu Pilkada 2020 sebagai payung hukum penundaan pilkada serentak akaibat bencana nasioanal Covid-19. Semoga.!

 

*Penulis adalah Alumni FH-UMSU & PMIH UMSU, Penulis tetap di Litigasi.co.id