PH Flora Simbolon Menuntut Persidangan Yang Adil di PN Medan

PH Flora Simbolon Menuntut Persidangan Yang Adil di PN Medan

MEDAN - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan dituntut menerapkan persidangan yang adil (Fair Trial), sehingga tidak ada lagi sikap berat sebelah dalam menilai suatu perkara apalagi terkait perkara korupsi. 

Hal itu dikatakan Jeffry AM Simanjuntak SH MH, salah seorang tim penasehat hukum (PH) Flora Simbolon yang tersandung dalam kasus dugaan korupsi pekerjaan paket proyek Enginering Procuremen Contruction (EPC) pembangunan Instalasi Pengelolahan Air (IPA) Martubung, PDAM Tirtanadi.

"Kita menuntut sebuah persidangan yang adil dalam memeriksa perkara yang sedang dijalani Flora Simbolon," ucap Jeffry kepada wartawan saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (11/12) sore.

Baca juga; Korupsi, Kadis Penanaman Modal Padanglawas Divonis Bersalah

Jeffry mengatakan persidangan yang adil dapat diwujudkan dengan sikap hakim yang netral atau tidak memihak dalam menghadapi suatu perkara. 

"Di mana sikap imparsial tersebut tidak terbatas pada tindakan hakim tetapi bagaimana sikap hakim tersebut dalam menjalankan tugasnya," lanjut Jeffry.

Baca juga; Sidang Korupsi PDAM Tirtanadi, Saksi Terangkan Tender Sudah Sesuai Prosedur

Kecurigaan Jeffry atas adanya dugaan persidangan tidak berlaku adil sesaat memeriksa perkara tersebut, lantaran salah seorang hakim anggota yang memeriksa perkara Flora terkesan memihak kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

"Hakim anggota tersebut terkesan memihak pada JPU. Bahkan terlihat jelas hakim anggota itu mengarahkan pertanyaan JPU sehingga muncul kecurigaan seakan-akan sudah ada pembicaraan antara jaksa dengan hakim dalam bertanya," tegas pria saat ini aktif di Simpul LBH Jakarta.

Atas hal tersebut, Jefrry meminta kepada Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) RI agar memeriksa hakim tersebut. 

Baca juga; Surat Perintah Penangkapan Tidak Sah Jika Berlaku Surut

"Mohon kiranya kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dapat menilai hakim tersebut, mengingat prinsip ketidakberpihakan pengadilan (The Principle of judicial impartiality)," tegas Jefrry yang juga menjabat sebagai Kordinator Indonesia Fair Trial (IFT) di Jakarta.

Tak hanya persoalan persidangan yang adil, rekan Jeffry yang juga sesama tim penasehat hukum Flora Simbolon yakni Parlindungan HC Tamba juga mengkritisi JPU yang dinilai tidak profesional menghadirkan para saksi.

Baca juga; Kerinduan Kepada Rasulullah Dari Penduduk Langit Bernama Uwais Al Qarni 

Parlindungan menilai seluruh keterangan saksi yang dihadirkan JPU tidak ada korelasinya dengan Flora Simbolon dan Kerjasama Operasional (KSO) Pro Promits LJO. 

"Semua keterangan saksi yang dihadirkan JPU tidak ada sangkut pautnya dengan klien kami. Menurut kami, sebaiknya JPU tidak perlu menghadirkan segitu banyak saksi sehingga terkesan buang-buang waktu untuk persidangan. Kalau memang ada saksi sangat layak keterangannya didengar, maka sebaiknya itu saja yang dihadirkan. Jangan saksi yang tidak ada kaitannya dengan apa yang didakwakan terhadap Flora Simbolon," tegasnya. 

Baca juga; Prinsip Business Judgement Rule Sebagai Perlindungan Direksi

Menyikapi itu, Humas PN Medan Djamaluddin saat dikonfirmasi mengatakan pada dasarnya pertanyaan yang bersifat menjerat atau menjebak, itu tidak boleh dilontarkan baik hakim, jaksa maupun penasehat hukum terdakwa. Hal tersebut akan memojokkan dan mendiskreditkan saksi. 

Namun untuk persidangan Flora Simbolon, Djamaluddin mengatakan ia tidak mengetahui apa yang dikategorikan memihak seperti tudingan yang dikatakan penasehat hukum Flora. 

"Begini saja, persidangan kan masih agenda pemeriksaan saksi-saksi, jadi bisa dilihat di persidangan. Apa contoh yang mereka sebut memihak? Saya juga tidak tahu. Namun pada dasarnya, hakim tidak boleh memihak. Dan yang memimpin suatu perkara di persidangan adalah ketua majelis hakim, bukan hakim anggota", terang Djamaluddin. 

Baca juga; Guru YPSA Korban Kekerasan; Perjuangan Kami Untuk Profesi Guru

Djamal juga mengatakan bahwa pada dasarnya majelis hakim dalam memutus suatu perkara harus melihat dulu surat dakwaan terdakwa. Setelah itu, JPU harus membuktikan pasal yang didakwakan terhadap terdakwa.

"Kita lihat dulu dakwaannya pasal berapa. JPU harus membuktikan dakwaan tersebut. Menghadirkan saksi yang berhubungan dengan pasal itu. Kalau unsur tersebut terpenuhi ya dihukum, kalau tidak terbukti, yang tidak dihukum", ucapnya.

Sementara kembali lagi Jeffry mengkritisi penegakan Hak Azasi Manusia (HAM) di negeri ini. Terlebih apa yang dialami Flora Simbolon. Dalam peringatan hari HAM sedunia yang jatuh pada setiap 10 Desember itu, Jeffry mengatakan Flora adalah korban pelanggaran HAM.

Baca juga; Sanksi Pidana Mengalihkan Dan Membagikan Kekayaan Yayasan 

"Hak kemerdekaan beliau telah dirampas secara semena-mena. Flora sudah dinyatakan tidak lagi sebagai tersangka atas putusan pengadilan. Namun apa yang diterima Flora dalam memperjuangkan kehidupannya telah dirampas", terangnya.

Ia berharap agar, aparat penegak hukum dapat menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Menurut Jeffrt, Flora adalah salah satu contoh kasus yang hak-hak hidupnya telah didzolimi. 

"Momen peringatan hari HAM sedunia serasa tak berlaku bagi Flora. Save Flora!!," ucap Jeffry.

Baca juga; Ketua KY Juga Dipanggil Penyidik Terkait Laporan Ujaran Kebencian

Diketahui, dalam kasus ini, JPU dari Kejari Belawan menetapkan dua orang tersangka yakni Suhairi dan Flora Simbolon. Lantaran Flora hanyalah menjabat sebagai Staff Keuangan di KSO Promits LJU, Flora pun mengajukan permohonan praperadilan atas status penetapan tersangka dan penahananya. Hakim tunggal PN Medan yang menangani permohonan tersebut mengabulkan prapid yang diajukan Flora melalui tim penasehat hukumnya. 

Namun JPU dari Kejari Belawan tetap membacakan surat dakwaan terhadap Flora di persidangan pemeriksaan pokok perkara.  Atas kejadian tersebut, tim penasehat hukum Flora Simbolon  mengadukan Kajari Belawan Yusnani bersama Kasipidsus Kejari Belawan Nurdiono ke Bareskrim Mabes Polri. Tak hanya keduanya, ada 7 jaksa lainnya yang juga dilaporkan serta seorang akuntan publik bernama Hernold F Makawimbang (zul).