Kasus Penganiayaan Guru SMA YPSA, Dokter PNS Dinkes Langkat Dijemput Polisi

Kasus Penganiayaan Guru SMA YPSA, Dokter PNS Dinkes Langkat Dijemput Polisi

Medan – “Pelarian” dr Ditriana, tersangka penganiayaan terhadap dua orang guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyah (YPSA), Jalan Setiabudi, No.191, Medan, Sumatera Utara (Sumut), Cindy Claudyana Sembiring K (23), wali kelas XI sekaligus Guru Bahasa Arab dan Syahyudi (38), Guru Agama Islam, berakhir sudah. 

Baca juga; TPGD Apresiasi Penangkapan Dan Desak Polrestabes Medan Tangkap Tersangka Lain

Dr Ditriana, orangtua MHS (16), siswa kelas XI YPSA, yang diketahui berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat itu dicokok personel Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Medan dari kediamannya di Komplek Puri, Tanjung Sari, No.43, Kelurahan Tanjung Sari, Medan Selayang, Sabtu (8/12/2018) dini hari, sekira pukul 02.00 WIB.

Baca juga; Sanksi Pidana Bagi Pengusaha Melarang Pekerja Nyoblos Pada Pemilu 

Penangkapan istri dari Sekretaris Badan Arsip Pemkab Langkat, Arindo Ruslan ini dibenarkan Kepala Unit (Kanit) Judisila Satreskrim Polrestabes Medan, AKP Rafles Langgak Putra Marpaung yang dikonfirmasi wartawan via seluler, Sabtu (8/12/2018) siang, sekira pukul 11.41 WIB.

"Iya, sudah kita amankan dari rumahnya tadi malam. Sedang kita lakukan pemeriksaan. Tersangka memang terus kita pantau, karena selama ini tidak pulang-pulang. Tersangka terus berada di Langkat. Setelah kita pantau dan tersangka berada di rumah, langsung kita amankan," aku Rafles.

Baca juga; Guru Korban Kekerasan Ajukan Tripartit Ke Dinas Ketenagakerjaan Medan

Disinggung soal Arindo Ruslan, suami tersangka, yang diketahui pada saat penangkapan juga turut ikut ke Polrestabes Medan, Rafles menyebut, Arindo Ruslan tidak menjadi tersangka dalam kasus yang membelit istrinya tersebut. "Kalau untuk suaminya tidak terbukti melakukan penganiayaan," katanya.

Dalam kasus ini, sambung Rafles, pihaknya masih mengejar satu orang tersangka lainnya, yakni Driefman. "Untuk satu lagi masih kita kejar, atas nama Driefman. Beliau ini adik ipar tersangka Ditriana", tuturnya.

Baca juga; Ketika Orang Asing Diizinkan Memiliki Rumah Di Indonesia

Diketahui sebelumnya, dua orang guru SMA YPSA, Jalan Setiabudi, No. 191, Medan, Cindy Claudyana Sembiring K (23), wali kelas XI sekaligus Guru Bahasa Arab dan Syahyudi (38), Guru Agama Islam, dianiaya dr Ditriana, warga Komplek Puri, Tanjung Sari, No.43, Kelurahan Tanjung Sari, Medan Selayang. Ditriana merupakan ibu kandung MHS (16), siswa kelas XI YPSA.

Baca juga; Guru Korban Kekerasan Ajukan Bipartit Ke YP Syafiyyatul Amaliyyah

Kasus penganiayaan itu terjadi pada Kamis, 4 Oktober 2018 lalu di  ruang Kepala SMA YPSA, Bagoes Maulana.

Tidak hanya dr Ditriana, paman MHS, Driefman juga terlibat dalam penganiayaan terhadap guru YPSA tersebut.

Akibat penganiayaan itu, baik Cindy maupun Syahyudi mengalami sejumlah luka di tubuh mereka. Cindy mengalami luka di bagian bawah perut (antara bawah pusat dan atas kemaluan), bibir pecah. Sementara Syahyudi mengalami luka di dada bagian atas.

Baca juga; Bahdin Nur Tanjung; Yayasan Jangan Buat Kebijakan Menambah Pilu Hati Guru

Kasus inipun akhirnya berujung ke polisi. Keduanya melaporkan penganiayaan yang mereka alami itu ke Polrestabes Medan, sesuai bukti lapor No.STTLP/2198/K/X/2018/SPKT Restabes Medan, tanggal 6 Oktober 2018 atas nama Cindy Claudyana Sembiring K atas dugaan tindak pidana penganiyaan. Sementara laporan milik Syahyudi No.STTLP/2191/K/X/2018/SPKT Restabes Medan tanggal 5 Oktober 2018 atas dugaan tindak pidana secara bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan.

Kasus penganiayaan itu sendiri, menurut Syahyudi salah seorang korban, bermula pada Rabu, 3 Oktober 2018 lalu. "Ceritanya, waktu masih pagi. Di kelas XI. Wali kelas XI (Cindy), menegur MHS karena tidak pakai dasi. Karena di sekolah kami, siswa kan wajib pakai dasi," tutur Syahyudi, Selasa (9/10/2018) lalu.

Baca juga; Sanksi Pidana Mengalihkan Dan Membagikan Kekayaan Yayasan

Diperintahkan untuk memakai dasi, MHS menyeringai (terkesan tak suka diatur). Pun begitu, MHS tetap memakai dasi itu. Hanya saja, dasi yang dipakai terlihat asal-asalan. Melihat itu, Cindy kembali menegur MHS. Karena dilihat seolah melawan, Cindy pun mengingatkan MHS.

"Dasi itu asal dipakai saja. Wali kelasnya kembali menegur. Dasi itu kan ada dua, yang satu itu dililitkan ke leher si siswa, sedikit ditarik begitu. Tapi, pengakuan si siswa ini ke orangtuanya, dibilanglah dia dicekik wali kelasnya," tuturnya.

Setelah itu, sambung Syahyudi, usai jam istirahat, MHS berada di depan ruang guru bersama salah seorang guru di sekolah itu. "Ruang guru itu di lantai empat. Jadi, mungkin lagi dimarahi, terus saya dipanggil sama guru tadi dan bilang ke saya, Pak Yudi, ini (MHS) sudah berani melawan gurunya. Jadi saya tanya MHS ini, dia ngaku kalau melawan guru dan saya menasihati MHS", kisahnya.

Baca juga; Cerita Kekerasan Dua Guru Agama Islam di YP Shafiyyatul Amaliyyah

Sehari setelahnya, Kamis pagi, 4 Oktober 2018, di ruang Kasek YPSA, Bagoes Maulana, dipertemukanlah kedua orangtua MHS, dr Ditriana dan Arindo Ruslan serta pamannya, Driefman dengan Cindy dan Syahyudi guna mediasi. Di pertemuan itu juga ada Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bidang Kesiswaan serta seorang guru BP.

Di tengah proses mediasi, dr Ditriana marah-marah bahkan mengeluarkan kata-kata kasar, dengan menyebut kedua guru YPSA, Cindy dan Syahyudi dengan sebutan binatang. Sesaat kemudian, dia melemparkan minuman mineral (Aqua Cup) ke arah Cindy yang duduk tepat di depannya. Untung Cindy sigap dan mampu mengelak. Sehingga, minuman mineral tersebut tak mengenainya. Diduga emosi semakin memuncak, dr Ditriana tiba-tiba berdiri dan menghampiri Syahyudi yang sedang duduk. Plaak....! Tangan dr Ditriana mendarat mulus di wajah Syahyudi. "Saya ya nggak nyangka kalau mau ditamparnya, tiba-tiba aja tangannya sudah di wajah saya. Terus, paman MHS, Driefman sambil nunjuk-nunjuk saja, kau ya, kau ya. Itu dibilangnya. Si Driefman ini juga melemparkan botol minuman mineral juga ke saya. Kena dada saya. Ada luka lecet di dada saya. Ada juga lah kepala sekolah dan lainnya melerai, tapi penganiayaannya terus berlanjut," bebernya.

Setelah itu, Ditriana mencoba menghampiri Cindy. Sementara Arindo Ruslan dan Driefman mendatangi Syahyudi. Merasa keselamatannya terancam, Cindy berupaya menghindar di tembok ruangan, begitu juga Syahyudi.

Baca juga; Sanksi Pidana Bagi Pengusaha Melarang Pekerja Nyoblos Pada Pemilu

"Wali kelas (Cindy) sempat dijambak. Wali kelasnya pakai jilbab, tapi kan ada kuciran rambut belakangnya itu. Itulah yang dipegang sama si Ditriana ini mau diantuk-antukan ke meja. Karena keselamatannya terancam, Cindy berupaya menghindar ke dinding ruangan. Sampai menempel ke dinding sambil melindungi wajahnya. Tapi kena tinju juga bibirnya sama si dokter (Ditriana) itu. Kan pecah bibirnya itu, berdarah. Kalau Cindy ditendang, saya kurang tau. Karena saya juga melindungi wajah saya dari Arindo Ruslan dan Driefman. Yang saya rasakan, saya dapat pukulan di bagian belakang kepala (tengkuk) saya, leher, badan bagian belakang. Jadi, ada luka bagian dada saya, pada bagian kepala hingga pusing, sakit pada bagian punggung. Ini si Cindy lagi sakit. Nggak tahu sakit karena penganiayaan itu, atau sakit karena memang sedang sakit," paparnya lagi.

Apa yang diutarakan Syahyudi dibenarkan Cindy melalui kuasa hukumnya yang juga Koordinator Pembela Guru dan Dosen, Avrizal Hamdhy Kusuma. 

Baca juga; Saya Sudah Minta Maaf Kepada Suku Batak Pak!

"Dari penuturan klien kami (Cindy), dr Ditriana selaku orangtua dari murid bernama MHS duduk di Kelas XI D, pamannya Driefman melakukan pemukulan, tendangan dan pelemparan kepada guru bernama Cindy Claudyana Sembiring K dan Syahyudi di ruang Kepala SMA. Sementara Arindo Ruslan marah-marah," katanya.

"Ditriana tidak terima dengan hukuman yang diberikan oleh kedua guru tersebut kepada anaknya. Padahal hukuman guru tersebut masih dapat dikategorikan bersifat mendidik. Karena orangtua MHS tak terima, lantas dilakukan mediasi untuk melakukan mediasi. Nah saat mediasi itulah terjadi penganiayaan terhadap klien (Cindy dan Syahyudi) kami," imbuhnya.

Baca juga; Setahun, 250 Ribu Wisatawan Datang ke Medan

Dari penuturan Cindy, sambungnya lagi, dr Ditriana memang ada menarik-narik ikatan rambutnya berkali-kali berniat membenturkan ke meja yang berada di hadapannya. Setelah itu, Cindy berusaha menghindar. 

"Saat akan menghindar, saat itu juga dr Ditriana itu menendang bagian bawah perut atau ke arah rahim sebanyak dua kali. Meskipun Cindy tetap berusaha menghindar, tapi dr Ditriana terus menendang pinggang belakang, menendang paha kanan dan memukul dada di bagian atas payudara. Seolah tak puas, kemudian mengejar dan lagi-lagi menendang perut bagian bawah ke arah rahim berkali-kali. Jadi yang ditendang berkali-kali bagian antara pusat dan organ kewanitaan. Tak hanya itu dia menendang paha hingga tersudut ke dinding. Tak puas juga dr Ditriana menonjok bibir Cindy hingga luka mengeluarkan darah segar sampai Cindy benar-benar tidak berdaya," rincinya.

Baca juga; Distorsi Perlindungan Hukum Profesi Guru

Akibat penganiayaan itu, kata Avrizal lagi, Cindy mengalami kesulitan berjalan, sakit memar di bagian bawah perut, perih pada saat buang air kecil, sakit di bagian pinggang belakang dan paha kanan serta dada, bibir pecah dan perih hingga mengeluarkan darah segar. "Lagi sakit beliau sekarang. Apakah karena penganiayaan itu atau karena sebab lain, nanti kita tanya lagi ke beliau," ucapnya.

Intinya, tegas Avrizal, pihaknya mendesak kepolisian, dalam hal ini Polrestabes Medan, untuk segera mengusut kasus itu. "Peristiwa yang dialami klien kami ini sangat merendahkan harkat dan martabat profesi guru. Apalagi kejadiannya di lokasi sekolah tempat mereka mengajar. Kemudian dr Ditriana yang berprofesi sebagai dokter menendang pada bagian antara pusat dan kemaluan. Padahal sebagai dokter mengetahui bagian tersebut sangat bahaya dan kemungkinan bisa berpengaruh kepada kandungan klien kami Cindy. Kita minta penyidikan secara cepat dan melakukan penahanan kepada para pelaku, karena kejadian ini bukan hanya mencoreng martabat klien Kami, tapi merusak harkat dan martabat guru se-Indonesia yang merupakan profesi mulia," tegasnya.

Baca juga; Surat Perintah Penangkapan Tidak Sah Jika Berlaku Surut

Selain itu, sambung Avrizal yang turut didampingi tim Pembela Guru dan Dosen lainnya, pihaknya juga akan melakukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. "Dalam waktu dekat akan dimasukan gugatan perdata ke PN Medan dengan memohon kepada Ketua Pengadilan untuk menetapkan ganti rugi dan menetapkan sita kepada aset para pelaku, membuat pengaduan kepada lembaga profesi dokter karena hal ini sangat merusak profesi dokter," pungkasnya. (asw)