Sidang Kasus Ujaran Kebencian Dengan Terdakwa Dosen USU

Sidang Kasus Ujaran Kebencian Dengan Terdakwa Dosen USU

MEDAN - Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), Himma Dewiyana Lubis, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Medan (PN), Rabu (9/1) siang. Dia harus duduk di kursi pesakitan, karena didakwa dengan sengaja menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian berbau SARA melalui media sosial facebook, pascateror bom di Surabaya tahun 2018 lalu. 

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Rosiana Pohan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tiorida Juliana Hutagaol menyebutkan, Himma menuliskan kalimat "Skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden“ dan “ini dia pemicunya Sodara, Kitab Al-Quran dibuang“ dalam akun facebook miliknya pada 12 Mei 2018. 

"Bahwa pada 12-13 Mei 2018 di Jalan  Melinjo 2 Komplek Johor Permai, Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),” ujar Tiorida, di Ruang sidang Cakra 2 PN Medan.

Saat itu, lanjut JPU, pada 17 Mei 2018 personel Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sumut sedang melakukan patrol siber dengan sasaran media sosial yang menyebarkan hoax dan hatchspeach di kantor Ditreskrimsus Polda Sumut. Petugas menemukan postingan terdakwa dan mulai melakukan penyelidikan. Pada hari itu juga, petugas mengintrogasi dan terdakwa mengakui tulisan tersebut merupakan tulisannya.

"Bahwa terdakwa membuat caption/tulisan di dalam akun facebook Himma Dewiyana tersebut karena merasa kesal, jengkel dan sakit hati atas kepemimpinan Bapak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, di mana sembako pada naik/mahal, tarif listrik naik/mahal dan semua keperluan/kebutuhan sehari – hari pada naik/mahal," ucap JPU Tiorida. 

Padahal, lanjut JPU lagi, sebelumnya terdakwa Himma sangat mengagung-agungkan Jokowi sebelum menjadi Presiden RI. 

“Di mana Janji-janji Bapak Jokowi pada saat kampanye pemilihan Presiden RI tahun 2014 sangat mendukung terdakwa dalam kehidupan sehari-hari,” sebut Tiorida lagi.

Namun, perbuatannya itu akan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu. 

"Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A Ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik," sebut JPU. 

Usai mendengarkan dakwaan JPU, majelis hakim dipimpin Riana Pohan memberikan kesempatan kepada terdakwa mengajukan eksepsi pada hari itu juga. Terdakwa melalui  penasihat hukumnya dari Tim Bantuan Hukum Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Medan, menyatakan keberatan atas dakwaan karena dianggap kabur dan tidak cermat. 

“Tindakan pelapor yang sekaligus menjadi penyelidik tidak selaras dengan KUHAP,” ucap penasihat hukum terdakwa.

Dalam perkara ini, Himma sempat ditahan penyidik di Polda Sumut pada 20 Mei 2018 hingga 8 Juni 2018. Namun setelah itu penahanannya ditangguhkan sampai saat ini meskipun dirinya sudah menjalani sidang perdananya di PN Medan. (zul)