Prinsip-Prinsip Kredit Bank
@ilustrasi

Prinsip-Prinsip Kredit Bank

Litigasi - Pemberian kredit sejatinya melahirkan suatu hubungan hukum yang menimbulkan konsekuensi yuridis dalam bentuk kerugian ataupun resiko bagi bank selaku kreditur apabila hal-hal mendasar dalam pemberian kredit terabaikan. Hal demikian terjadi karena kegagalan nasabah atau pihak lain (debitur)  dalam memenuhi kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk memberikan fasilitas kredit maka bank harus yakin terlebih dahulu bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut biasanya diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit disalurkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU  No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), dalam Pasal 8 ayat (1)  menyatakan bahwa:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dmaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Dalam proses pemberian kredit kepada masyarakat, terdapat 2 (dua) prinsip utama yang harus dipenuhi oleh bank diantaranya yaitu prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian. Dimana prinsip kepercayaan memberikan perhatian kepada upaya bank untuk menempatkan masyarakat (nasabah debitur) pada posisinya yang utama dalam setiap aktivitas perbankan sehingga masyarakat senantiasa percaya kepada peran perbankan sebagai sarana investasi. Kemudian prinsip kehati-hatian yang memberikan tekanan pada upaya bank untuk memperlakukan dana masyarakat secara cermat dan aman dalam setiap pemberian kredit.

Namun menurut Kasmir, dalam memberikan kredit  bank juga harus melakukan analisis kredit dengan menggunakan prinsip 5C untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan, diantaranya yaitu:

1. Character

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi.

2. Capacity

Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam  bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikanya, kemampuan bisnis juga bisa diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.

3. Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya.

4. Colleteral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

5. Condition

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang  dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

Selanjutnya dalam memberikan kredit, bank tidak hanya mengenal prinsip 5C namun bisa juga menambahkan dengan prinsip 7P dalam melakukan penilaian kredit, diantaranya yaitu:

1. Personality

Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

2. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

3. Purpose

Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.  

4. Prospect

Untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.

5. Payment

Ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.

6. Profitability

Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability  diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau semakin meningkat.

7. Protection

Bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

Prinsip 5C atau The Five C’s Principle of Credit Analysis dan 7P dalam dunia perbankan merupakan implementasi dari ketentuan prinsip kehati-hatian. Dimana  bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (2) UU Perbankan.

Selanjutnya bank dalam memberikan kredit atau kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang telah mempercayakan dananya kepada bank. Kemudian bank juga mempunyai kewajiban lain dalam hal  menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan bank, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Apabila informasi tersebut telah dilaksanakan maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini (irv).