Deretan Perkara Penistaan Agama Di PN Medan

Deretan Perkara Penistaan Agama Di PN Medan

MEDAN - Kasus penistaan agama di Indonesia selalu menjadi sorotan, tak heran bila persidangan para terdakwa juga menarik perhatian pengunjung sidang dan media. Demikian halnya kasus penistaan agama yang terjadi di Sumatera Utara, tak pernah luput dari pantauan.

Setidaknya sepanjang 2018, sejumlah terdakwa dalam kasus penistaan agama sudah divonis bersalah dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Sebagian, mengajukan upaya hukum banding.

Sejumlah terdakwa yang pernah disidangkan di antaranya, Martinus Gulo, mahasiswa di salah satu kampus di Medan, melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW melalui akun Faceboknya pada Maret 2018.

Ia akhirnya divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim pada Juli 2018. Martinus Gulo terbukti bersalah menimbulkan adanya ketersinggungan antar umat beragama lewat akun facebook miliknya. Perbuatannya dinilai melanggar pasal Pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Kemudian terdakwa Ridho Al Amin, ia dihukum 2 tahun dan 3 bulan penjara karena melakukan perobekan Alquran pada Maret 2018. Ia merobek Alquran itu saat berada di Masjid Toyyibah di Jl. Multatuli No 56, Kel.Hamdan, Medan. Ia dinilai bersalah melanggar Pasal 156 a huruf a KUHP.

Selain itu, PN Medan juga pernah menyidangkan kasus penodaan agama yang terjadi di Tanjungbalai dengan terdakwa Meiliana. Ia menjalani sidang perdana pada Juni 2018. 

Meiliana menjadi terdakwa, karena memprotes suara adzan dari masjid di sekitar rumahnya di Tanjungbalai. Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo menjatuhkan vonis 18 bulan penjara terhadap Meiliana pada sidang bulan Agustus 2018.

Meliana dinilai terbukti bersalah karena ucapannya yang dianggap merendahkan umat Islam sehingga menimbulkan kegaduhan di Kota Tanjungbalai pada tahun 2016 lalu.

Dalam amar putusan, hakim Wahyu Prasetyo Wibowo menyebutkan bahwa terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja melakukan penodaan agama yang dianut di Indonesia. 

Namun, Meiliana tidak terima putusan itu dan banding di pengadilan tinggi. Tetapi bandingnya juga ditolak Oktober 2018, hingga akhirnya ia ajukan kasasi dan tinggal menunggu putusan Mahkamah Agung.

Kasus perobekan Alquran yang dilakukan oknum polisi Tommy Daniel Patar Hutabarat, juga cukup menjadi perhatian. Oknum polisi yang bekerja di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut, dihukum 18 bulan penjara pada September 2018.

Majelis hakim menyatakan, terdakwa Tommy melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dan terbukti melanggar pasal 156a huruf a KUHPidana.

Perobekan Alquran itu terjadi di Masjid Nurul Iman RSUP H. Adam Malik Medan pada 10 Mei 2018 lalu. Saat itu terdakwa yang terakhir bertugas di Dokkes Polrestabes Medan itu sedang menemani istrinya persalinan. Mengaku mendapat bisikan gaib, terdakwa pun masuk ke dalam mesjid dan mengoyak alquran lalu membuangnya ke dalam parit. Setelah itu terdakwa pergi. Melihat itu, petugas masjid langsung mengecek CCTV dan melaporkannya ke polisi. Hingga akhirnya terdakwa ditangkap dan diadili.

Keempat kasus penistaan agama tersebut cukup menjadi perhatian masyarakat maupun awak media, sepanjang tahun 2018 lalu. (zul)