Pengaruh Sengketa Batas Tanah Dalam Penerbitan Sertifikat
@ilustrasi

Pengaruh Sengketa Batas Tanah Dalam Penerbitan Sertifikat

Litigasi - Kapan diperlukan penetapan batas bidang tanah? pertanyaan itu tidak terlalu penting. Tetapi jangan lupa bahwa batas bidang tanah sering sekali menjadi sumber terjadinya sengketa, mungkin saja tulisan ini sampai ke tangan pihak yang sedang menjalani sengketa batas, dari pada bersengketa lebih baik diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan.

ads

Untuk pendaftaran tanah pertama kali atau untuk mengurus sertifikat hak atas tanah pertama kali, penetapan batas bidang tanah menjadi salah satu tahapan penting. Pemohon hak diwajibkan untuk menunjukan bidang tanah dan batas tanahnya dan sedapat mungkin penetapan batas tanah disetujui oleh penegang hak atas tanah yang berbatasan. Hal itu dimaksud di dalam Pasal 18 (1) PP 24 tahun 1997 yang berbunyi:

Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.

Poinnya adalah pemohon hak harus mengetahui letak tanahnya secara pasti, tidak menunjuk bidang tanah milik orang lain. Apakah ada pemohon hak yang tidak mengetahui posisi letak tanahnya? Jawabannya ada. Mengapa demikian? Karena ketika dilakukannya jual beli tanah tidak melihat objeknya, hanya membeli surat saja, disini kental dengan praktek mafia tanah. Atau sejak jual beli tidak pernah menguasai tanah selama bertahun-tahun yang mengakibatkan perubahan kondisi tanah dimaksud.

Ketentuan Pasal 18 ayat (1) tersebut di atas, penunjukan batas dan kemudian ditetapkannya batas bidang tanah sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan. Kalimat “sedapat mungkin” dimaknai harus dilakukan langkah nyata atau harus ada langkah-langkah konkrit untuk mendapatkan persetujuan itu.

Ditegaskan di dalam Pasal 18 ayat (3) dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan.

Hal ini tentunya menitikberatkan agar terjamin akurasi dan kebenaran dalam menetapkan batas, tidak mengambil tanah milik orang lain yang berbatasan dengan tanah pemohon hak.

Perstujuan penetapan batas tanah dituangkan dalam berita acara yang formatnya diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Bagaimana Jika Terjadi Sengketa Batas?

Penyelesaian sengketa batas tanah dapat dilakukan dengan cara musyawarah antara pemegang hak atau melalui jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Namun alangkah baiknya diselesaikan dengan cara musyawarah.

Nah, bagaimana dengan proses permohonan hak, apakah terhenti dengan adanya sengketa itu? Ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh Panitia Ajudikasi atau Kepala Pertanahan dalam memproses pensertifikatan hak atas tanah, diantaranya:

Petama; Pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan.

Kedua; Melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam waktu yang ditentukan guna menentukan batas dalam kegiatan pengukuran. Jika pemegang hak yang berbatasan tidak menghadirinya maka pengukuran menggunakan batas-batas sementara sebagaimana dimaksud dalam poin pertama.

ads

Ketiga; Membuat berita acara mengenai pengukuran sementara dan dengan catatan bahwa batas-batas yang dimaksud adalah batas-batas yang bersifat sementara pula, juga termasuk menerangkan mengenai belum diperolehnya kesepakatan batas atau ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Keempat; Melakukan penyesuaian terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang bersangkutan, jika telah terjadi kesepakatan melalui musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Tahapan-tahapan sebagaimana tersebut diatas dapat dilihat dalam Pasal 19 PP No. 24/1997.

Berkaitan dengan catatan tentang status batas tanah tersebut menggambarkan adanya sengketa batas sebagai data fisik tanah. Dan sebelum diterbitkannya sertifikat maka catatan-catatan tersebut harus dihapus atau diselesaikan terlebih dahulu, artinya harus ditangguhkan. Hal itu sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) PP No. 24/1997 yakni;

Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).

Jika di dalam buku tanah terdapat catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b yang menyangkut data yuridis, atau catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c, d, dan e yang menyangkut data fisik maupun data yuridis penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang bersangkutan dihapus.

Penerbitan sertifikat tanah yang salah satunya berdasarkan penetapan batas tanah harus bersih dari sengketa batas tanah, keberadaan sengketa maka penerbitan sertifikat harus ditangguhkan sampai dengan adanya penyelesaian, baik secara musyawarah maupun putusan pengadilan.