Pembangunan Daerah Melalui Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Pembangunan Daerah Melalui Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Penulis - Dr. Ahmad Fauzi, SH., M.Hum.*

Pengertian  CSR (Tanggungjawab Sosial Perusahaan) sangat beragam. Intinya, CSR (Tanggungjawab Sosial Perusahaan) adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR (Tanggungjawab Sosial Perusahaan) adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR (Tanggungjawab Sosial Perusahaan).  Jika corporate giving bermotif amal, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan.

ads

Jika kita melihat, basis teori CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan  yaitu, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat

Hal  ini sejalan dengan Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam perspektif perusahaan, dimana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah ;(1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial, (4)terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), (5)mempunyai nilai keuntungan/manfaat.

Kemudian diikuti dengan Organisasi Standar Internasional  (ISO)  26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:

  • Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
  • Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder;
  • Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional;
  • Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.

Sehingga CSR (Tanggungjawab Sosial Perusahaan) difokuskan   dalam tiga (3P) profit, planet, dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

 

Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan di Indonesia

Di Indonesia, istilah Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan  semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.

ads

Walaupun tidak menamainya sebagai Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan , berawal dari tahun 2003 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003 melahirkan istilah Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL). yang diperkuat dengan surat edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003  BUMN memiliki unit tersendiri untuk mengawal pelaksanaan PKBL diambilkan dari laba bersih sebesar 2%. Pengalokasian dana ini didasarkan pada Permen Negara BUMN Nomor 4/2007. Kemudian Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan DPR 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan di negeri ini. Keempat ayat dalam Pasal 74 UU tersebut menetapkan kewajiban semua perusahaan di bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Bahwa Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.”

4 (empat)  model atau pola Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan   diterapkan oleh perusahaan di Indonesia yaitu :

  1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan  secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
  2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini diadopsi dari negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin yang ditempatkan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Contohnya, Yayasan Coca-cola company, Yayasan Sahabat Aqua, Sampoema Foundation, dan lain-lain
  3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan  melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non - pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa. Diantaranya adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Dompet Dhuafa, Instansi Pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/ LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos) dan lain-lain.
  4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama di kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

ads

Kesimpulan

Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan  di Indonesia perlu didukung dengan peraturan perundang-undangan yang lebih baik yang meliputi unsur serta prinsip pelaksanaan Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan  yang dapat mendukung pembangunan berkelanjutan. ISO 26000 dapat menjadi pedoman dalam memperbaiki ataupun memperbaharui peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dengan dikeluarkanya Peraturan Pemerintah Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Nomor 74 Tahun 2012 yang menjelaskan Pasal 4 ayat (2)  Rencana kerja tahunan Perseroan memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, yang kemudiaan ditegaskan dalam Pasal Pasal 5 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, dalam menyusun dan menetapkan rencana kegiatan dan anggaran harus memperhatikan kepatutan dan kewajaran yang dilaksanakan oleh Perseroan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.

Sedangkan  dalam kaitannya dengan pembangunan  daerah, harus adanya sebuah forum diskusi antara perusahaan dan stakeholdersnya untuk mensinergikan program Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan dengan perencanaan pembangunan daerah, sebagaiman telah dilakukan di daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimatan Timur  yang telah membuat Peraturan Daerah untuk mendukung program Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan tersebut di daerahnya. Untuk itu hendaknya daerah Sumatera Utara harus segera membuat dan mendukung program Tangggung Jawab Sosial Perusahaaan dengan peraturan daerah yang salah satunya, mengatur mengenai penerapan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan untuk mendorong perusahaan ikut serta dalam terwujudnya pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

* Penulis adalah Calon Legislatif DPRD Sumut Dapil Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Induk & Labuhan Batu Selatan dan Dosen Fakultas Hukum - Pasca Sarjana UMSU