Mengunci-rapat Kebebasan Berpendapat Jelang Pesta Demokrasi

Mengunci-rapat Kebebasan Berpendapat Jelang Pesta Demokrasi

Menjelang pesta demokrasi di tahun 2019, berbagai macam hal dilakukan oleh kelompok pendukung masing-masing calon. Hal ini merupakan sesuatu sikap yang wajar dalam demokrasi, baik yang dilakukan kelompok pendukung  pemerintah maupun dari kelompok pendukung yang ingin mengganti pemerintahan. Meskipun sampai hari ini calon presiden dan pasangannya belum ditetapkan secara sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun suasana demokrasi di berbagai daerah sudah menghangat  menjelang Pilpres. Ini dampak dari timbulnya kelompok pendukung masing-masing calon diberbagai daerah, seperti penggerak aksi dan deklarasi #2019GantiPresiden  yang mengungkapkan keinginan untuk  mengganti presiden di pemilihan  yang akan datang, serta kelompok pedukung  #JokowiDuaPeriode yang menginginkan petahana terpilih kembali untuk memimpin di periode berikutnya. Situasi seperti ini merupakan sikap dari kelompok masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya untuk menentukan pilihannya di Pilpres yang akan datang.

Tetapi jika kita melihat keadaan belakangan ini. Adanya  peristiwa penolakan terhadap gerakan #2019GantiPresiden di beberapa daerah, seperti Surabaya dan Pekanbaru. Ini merupakan suatu kemunduran dalam negara demokrasi. Hal ini terjadi akibat adanya pemicu dari kelompok yang mengatasnamakan masyarakat setempat yang  merasa tidaknyaman serta terganggu terhadap gerakan tersebut. Penolakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam menghalang-halangi kelompok lain yang terjadi di Pekanbaru merupakan suatu bentuk penghambatan hak asasi setiap warga dalam menyuarakan pendapatnya, dan dirasa terlalu berlebihan dalam demokrasi. Karena bentuk penolakan yang dilakukan kelompok tersebut menuju kearah yang anarkis yang  menyebabkan ancaman serta ketidaknyamanan yang cukup serius terhadap kelompok lain. Terhadap penolakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tersebut, dirasa menciderai hak-hak tiap warga negara untuk menyampaikan pendapat. Sebagaimana telah dijamin dalam UUD 1945, dalam Pasal 28 E, yang menyatakan bahwa:

2) setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya;
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Sejatinya kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat dimuka umum serta berkumpul merupakan bagian dari kebebasan berekspresi (freedom of expression), yaitu kebebasan manusia untuk mengekspresikan diri dalam kehidupan masyarakat. Pengungkapan kebebasan berpendapat bisa dilakukan melalui media verbal (lisan), media cetak (tulisan) dan media gerak. Hal inilah yang dilakukan oleh kelompok aksi dan deklarasi  #2019GantiPresiden diberbagai daerah dalam mengemukakan  pendapat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang dirasa banyak merugikan masyarakat dan tidak sejalan dengan konstitusi kita. Kegiatan ini juga dijamin  dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, dimana dalam Pasal 5 menyatakan bahwa:

Warga negara yang menyampaikan pendapat dimuka umum berhak untuk:
a.  mengeluarkan pikiran secara bebas;
b.  memperoleh perlindungan hukum.

Namun kebebasan menyatakan pendapat  belakangan ini mendapat sorotan yang cukup serius. Ini  dampak dari penolakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Peristiwa seperti ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan di era demokrasi saat ini. Demokrasi dan kebebasan berpendapat merupakan wujud untuk menumbuhkan ruang membuka pikiran  bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam mengawasi kebijakan pemerintah agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Namun demokrasi kita hari ini lebih condong kearah menghambat manusia untuk berpikir. Peristiwa  penghadangan yang dilakukan oleh kelompok penolak gerakan ganti presiden  dibeberapa daerah, merupakan bentuk pelanggaran yang mempunyai sanksi dan harus  di proses secara hukum, hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU No. 9 Tahun 1998,  yang  menyatakan bahwa:

1)  Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat dimuka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (tahun);
2)  Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah kejahatan.

Pada hakikatnya kemerdekaan menyampaikan pendapat dan demokrasi dalam negara hukum merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Karena hal ini merupakan bagian dari  hak setiap warga negara ataupun kelompok masyarakat yang dijamin oleh konstitusi kita untuk mengambil peran dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan politik. Terhadap peristiwa penghadangan yang dialami kelompok masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya. Pemerintah diharap kedepannya dapat memberikan kenyamanan serta perlindungan hukum dalam menjamin hak-hak tiap warga negara dalam menyampaikan pendapatnya.