Kontroversi RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP)
@ilustrasi

Kontroversi RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

Oleh; Arfan Adha Lubis, SH., MH*

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara mengandung konsekuensi segala aktifitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus bersumber kepada Pancasila. Implikasi Pancasila sebagai dasar negara menjadikannya sebagai way of life ( pandangan hidup ), sehingga tidak boleh ada nilai, norma ataupun peraturan berlaku di Indonesia yang bertentangan dengan nilai – nilai Pancasila. Hal ini sejatinya karena Pancasila merupakan grundnorm ( nilai – nilai dasar ) yang digali dan diambil dari kepribadian, jati diri, adat – istiadat, dan budaya bangsa Indonesia. Nilai – nilai dasar tersebut, kemudian diangkat dan dirumuskan oleh The founding fathers ( Bapak pendiri bangsa ) sebagai dasar negara pada sidang BUPKI I tanggal 29 Mei – 1 Juni  1945. Tampil  tiga pembicara dalam merumuskan Pancasila, yaitu Mr. Mohammad Yamin tanggal 29 Mei, Mr. Soepomo tanggal 30 Mei, dan terakhir Ir. Sukarno, yang secara lisan mengemukakan gagasannya tentang Pancasila pada tanggal 1 Juni, sekaligus Bung Karno mengatakan bahwa 1 Juni merupakan hari lahirnya Pancasila

ads

Sebagai Dasar Filsafah Negara ( Philosofische Gronslag ) Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia ( Kaelan, 2010;110). Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara juga terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Ke-IV, kemudian dituangkan dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966. Maka terkesan aneh plus janggal bila ada kebijakan ingin mengatur Pancasila dalam tingkatan selevel UU, seperti keinginan beberapa pihak yang ingin menagtur Pancasila dalam Rancangan Undang – Undang ( RUU ) Haluan Ideologi Pancasila ( HIP ). Lumrah pendapat mengatakan RUU HIP merupakan bentuk pendegrasian kepada Pancasila dari khittahnya. Sehingga RUU HIP memicu polemik sekaligus kontraversi ditengah masyarakat.  

Ada beberapa hal bersifat fundamental yang perlu dikritisi dan dipetanyakan dalam Draft RUU HIP. Pertama, kedudukan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang tidak dimasukkan dalam RUU HIP. Sebagaimana di ketahui TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 berisi tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonsia. Kedudukan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 sangat urgen sekaligus menjadi cemeti bagi kita agar tidak melupakan sejarah terhadap pengkhianatan dan kekejaman PKI yang telah dua kali melakukan pemberontakan dan ingin merubah ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.. Pemberontakan PKI I tahun 1948 di Madiun dibawah pimpinan Muso, kedua tahun 1965 dibawah pimpinan D.N. Aidit dan Untung. Hal ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita, terlebih bagi generasi muda, sehingga tidak menjadi generasi tuna sejarah, terhadap sejarah bangsanya sendiri. Ingatlah yang disampaikan Bung Karno dengan, Jasmerah ( Jangan Pernah Melupakan Sejarah ). Sebab siapa yang tidak belajar dari sejarah, maka sejarah akan mengajarkannya kembali. Tentu kita tidak ingin bahaya laten komunis hidup kembali dibumi pertiwi ini, maupun antek – anteknya yang mencoba bermetasfora dengan menghidupkan kembali paham komunis di bumi pertiwi ini.  

Tidak dimasukkannya TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran RUU HIP, tenntu menjadi tanda tanya besar bagi kita semua. Tidak dimasukkannya TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 dapat dimaknai sebagai pintu masuk dan celah bagi elemen – elemen yang mencoba menghidupkan kembali paham neo komunis, neo lib plus kapitalis di bumi Indonesia. Notabene paham – paham tersebut sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila plus sama sekali bukan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. Puluhan tahun lalu Bung Karno bapak pendiri bangsa sudah mengingatkan, bahwa Pancasila adalah jati diri kita,  identitas, kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Karena pada dasarnya Pancasila memang digali dari adat – istiadat, kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Esensi nilai – nilai dasar Pancasila seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan sudah ada dan mengkristal semenjak ratusan tahun lalu pada perikehidupan dan diri nenek moyang kita. Jauh sebelum Indonesia ini berdiri. Jauh sebelum dikatakan bahwa nilai – nilai dasar luhur tersebut dinamakan Pancasila oleh para pendiri bangsa. Bung Karno sendiri tidak pernah mengklaim sebagai orang yang membuat Pancasila. Sukarno hanya mengatakan, hanya menggali nilai – nilai adat – istiadat, kebudayaan, sekaligus jati diri bangsa Indonesia yang begitu luhur. Artinya tidak ada orang, kelompok atau golongan yang dapat mengklaim bahwa Pancasila adalah milik mereka. Karena sejatinya Pancasila adalah milik seluruh rakyat bangsa Indonesia. Sehingga dengan demikian bangsa Indonesia merupakan causa materialis ( asal mula bahan ) lahirnya Pancasila.   

ads

Fakta secara historis, kultural, dan filosofis hal tersebut dapat dibuktikan kebenarannya secara objektif ilmiah. Sebagai contoh sekaligus bukti, nilai – nilai dasar Pancasila sudah ada semenjak ratusan tahun lalu, ketika Indonesia masih berbentuk kerajaan – kerajaan kuno seperti Kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan Hindu pertama plus tertua di Indonesia. Pada kerajaan Kutai tesebut ditemukan prasasti Yupa. Yupa merupakan alat penyembahan kepada Sang Pencipta. Artinya, dari dulu nenek moyang kita adalah bangsa religius. Bangsa mengakui adanya Tuhan. Dan itu merupakan esensi Sila I Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kedua tak kalah lebih penting perlu dikritisi dari RUU HIP berkaitan bunyi Pasal 7 ayat (2) RUU HIP yang memeras Pancasila menjadi tri sila, yaitu sosio – nasionalisme, sosio demokrasi serta Ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian Pasal 7 ayat (3) RUU HIP tri sila diperas lagi menjadi eka sila atau satu sila yaitu gotong – royong. Mencermati dan menelaah bunyi Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) RUU HIP jelas memutar balikkan susunan sila – sila dalam Pancasila, yang mana harus diketahui susunan sila – sila dalam Pancasila, merupakan sistem nilai saling melengkapi, berbentuk khierarkhis dan berbentuk piramidal ( Kaelan, 2010;60). Artinya kalau mengacu bunyi Pasal 7 ayat (2) RUU HIP jelas Sila I Ketuhanan Yang Maha Esa bukan lagi sebagai pundamen atau basic yang melandasi, menjiwai dan mengkualifikasi sila – sila berikutnya sebagaimana terdapat dalam susunan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Ke-IV. Dengan segala hormat ingin saya katakan seolah kita lebih pintar dari the founding fathers bangsa ini. Yang telah merumuskan Pancasila melalui proses dan perdebatan panjang dari sidang BPUPKI I, Panitia Sembilan, Piagam Jakartan sampai disahkannya Pancasila sebagai dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dilhat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Ke – IV yang memuat antara lain dasar negara, bentuk negara serta tujuan negara.

Dengan segala hormat pula ingin saya katakan bahwa kualitas manusia yang merumuskan Pancasila tersebut adalah bukan manusia sembarangan. Mereka adalah manusia – manusia pilihan, yang kaya akan visi kenegaraan. Mereka juga mempunyai integritas dan kecintaan para the founding fathers ini terhadap NKRI. Mereka manusia – manusia yang menggali dan merumuskan Pancasila tersebut, adalah yang kualitasnya, levelnya tidak hanya skala Indonesia. Tapi dunia mengakuinya seperti Bung Karno yang diakui sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam merubah wajah dunia. Disitu juga ada tokoh sekaliber Hatta, Mr. Mohd. Yamin, Soepomo, Ki Bagus Hadi Kusumo, Mr. A. Maramis, Natsir, H, Agus Salim, dan tokoh – tokoh besar lainnya yang sangat besar jasanya dalam mendirikan republik ini.

 

Penutup

Perkembangan terakhir PDIP setuju usulannya terkait materi muatan yang terdapat dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai trisila dan ekasila dihapus ( vivanews.com ). PDIP juga setuju untuk ditambahkannya TAP MPRS/XXV/1966 sebagai konsideran RUU HIP. Ini akibat kritik dan banyaknya desakan yang menolak RUU HIP. Sebab menurut hemat saya pribadi, urgensi RUU HIP kurang penting. Kalau alasannya dikatakan RUU HIP berperan jadi landasan Pembinaan Pancasila, sekaligus untuk membumikan nilai – nilai Pancasila kepada generasi muda, maka cukup aktualisasikan secara konkrit nilai – nikai dasar Pancasila tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab Bung Karno sekali lagi sudah mengingatkan semenjak puluhan tahun yang lalu bahwa Pancasila tesebut adalah identitas dan jati diri kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia.

 

*Penulis adalah Alumni FH- UMSU & PMIH UMSU, Penulis tetap di Litigasi.co.id