Ilegal Mining
@ilustrasi

Ilegal Mining

Oleh; Arfan Adha Lubis, SH., MH.*

Belakangan ini ditengarai semakin jamak praktek ilegal mining ( pertambangan ilegal ), baik dilakukan korporasi, perseorangan, maupun masyarakat. Beberapa kasus ilegal mining bermoduskan galian C ilegal plus penyalah gunaan izin galian C adalah, kasus galian C ilegal di Desa Buluresik, Kecamatan Ngoro, Jawa Timur. Dimana  Majelis Hakim Pengadilan Negeri ( PN ) Mojokerto menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta bagi Agus Yudiono, terdakwa kasus galian C ilegal di Desa Buluresik, Kecamatan Ngoro, Jawa Timur ( detik.com ).

Kasus legal mining lain adalah pertambangan timah ilegal di Bangka Belitung.  Dimana operasi penambangan timah dengan kapal produksi ( KIP ) tak berizin di destinasi wisata Pasir Padi. Direktur Utama SIP Modentus Hendrawan, divonis bersalah oleh Putusan PN Pangkal Pinang dan dihukum membayar 1,1 miliar. Salah satu kasus ilegal mining mendapat perhatian besar publik yaitu, kasus tambang emas ilegal di Gunung Botak, di Kabupaten Buru, Maluku tahun 2019, dimana tim Baraskrim Mabes Polri bekerjasama dengan Polda Maluku berhasil menjaring pelaku ilegal mining dari penambang hingga perusahaan dan salah satu perusahaan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah PT BPS ( mongabay. co. id ).

ads

Modus pertambangan ilegal bermacam – macam.  Seperti disebutkan diatas salah satunya dengan modus galian C, yang dijadikan alasan untuk normalisasi Daerah Aliran Sungai ( DAS ). Faktanya aktifitas galian C yang sudah diganti namanya dengan pertambangan batuan dalam UU No. 5 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara ( UU Minerba ) dijadikan lahan komersil. Hal ini ditandai  dengan menjual hasil pengerukan DAS seperti koral, batu, dan pasir.

Praktek – praktek sontoloyo tindakan ilegal mining ini, harus disikapi kritis masyarakat. Karena dampak negatif pertambangan liar berimplikasi sangat luas, tidak hanya terhadap aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial plus lingkungan, dan sangat membahayakan keselamatan warga yang tinggal disekitar pengerukan DAS.

Masyarakat harus cerdas memahami apa itu normalisasi sungai.  Masyarakat harus paham tentang pengertian penambangan sebagaimana tercantum dalam UU No. 4 Tahun 2009.  Kemudian apakah galian C, sesuai perizinan plus peruntukannya. Atau apakah aktifitas galian C memiliki izin atau tidak. Masyarakat harus tahu galian C bermodus normalisasi DAS merupakan tindakan pidana, yang merupakan kejahatan pertambangan liar. Tak kalah penting, sangat diharapkan tidak kong kali kong antara instansi berwenang memberikan perizinan dengan oknum tidak bertanggungjawab yang mengeruk keuntungan dari aktifitas galian C ilegal bermodus untuk normalisasi DAS bodong.  

Ilegal Mining & Pertambangan

Sebagaimana dikemukakan diatas, ilegal mining merupakan istilah lain pertambangan liar. Ilegal Mining adalah kegiatan penambangan atau penggalian Sumber Daya Alam ( SDA ) yang tidak memiliki izin, prosedur operasional, aturan dari pemerintah maupun prinsip penambangan yang baik dan benar atau sering disebut sebagai Good Mining Practise ( agincourtresources ). Faktor pendorong terjadinya praktik pertambangan liar salah satunya disebabkan faktor ekonomi masyarakat yang sulit disekitar pertambangan.

Pasal 1 angka (1) UU Minerba berbunyi, “ Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.”

 

Galian C & Normalisasi DAS

Dikutip dari kompasiana.com, pengertian galian C adalah bahan tambang yang biasanya dugunakan untuk pembangunan infrastruktur. Baik bangunan pribadi, swasta maupun pemerintah. Salah satu contoh konkrit galian C berasal dari sungai adalah batu, koral, serta pasir sungai.

Kasus bermodus galian C ilegal diduga melakukan praktik pertambangan liar antara lain, penyalahgunaan izin galian C yang dilakukan pengusaha diternate.Dimana izin dikantongi adalah pemerataan lahan, tetapi terjadi adalah komersialisasi material ( poskomalut.com ). Kasus dugaan galian C ilegal juga terjadi didesa Lubuk Ambacang Kecamatan Hulu Kuantan, tepatnya di Pulau Tempurung ( kupaskasus.com ). Akibat aktifitas galian C menyebabkan masyarakat dirugikan seperti rusaknya lahan atau tanah yang berada dilokasi penambangan dan masyarakat tidak bisa lagi beraktifitas menggunakan air kuantan dan tidak bisa lagi melaksanakan tradisi balimau kasai yang dilakukan setiap memasuki bulan Ramadhan setiap tahunnya. Kemudian kasus galian C yang dianggap ilegal di Bahorok Kabupaten Langkat pada tahun 2017, dimana akibat proyek galian C tersebut menyebabkan dampak kepada pertanian dan perikanan warga, selain itu debit udara di sepanjang Sungai Bahorok juga berkurang, serta menyebabkan wisatawan tidak bisa lagi melakukan arung jeram memakai perahu karer ( utamanews.com ).

ads

Melihat modus aktifitas galian C bermodus untuk normalisasi DAS, sebenarnya dapat disikapi masyarakat dengan kritis, apabila masyarakat mengetahui tentang definisi normalisasi sungai. Menurut Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, normalisasi dalam arti sebenarnya yaitu mengembalikan bentuk sungai sesuai dengan peruntukan serta bentuk awalnya ( KOMPAS.com ). Lebih lanjut Nirwono menjelaskan, pengertian naturalisasi sendiri merupakan penataan bantaran sungai yang lebih ramah lingkungan. Konsep naturalisasi memperlebar sungai dengan mengikuti bentuk sungai. Berbeda dari konsep normalisasi dengan betonisasi, naturaliasi memanfaatkan ekosistem hijau di mana pinggiran sungai ditanami pohon ( KOMPAS.com ).

 

Penutup

Perubahan nama galian C menjadi penambangan batuan dalam UU Minerba, membawa konsekuensi sangat luas. Dimana areal aktifitas penambangan semakin luas, selain itu diwajibkan setiap kegiatan penambangan harus memiliki izin eksplorasi pertambangan galian C, sebab kalau tidak itu merupakan tindak pidana pertambangan sebagaimana dimaksud Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang berbunyi, “ Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10. 0000. 000.000, 00 (sepuluh miliar rupiah).”

 

*Penulis adalah Alumni FH-UMSU & PMIH UMSU, Penulis tetap di Litigasi co.id