DPO Dalam Konstruksi Hukum Pidana

DPO Dalam Konstruksi Hukum Pidana

Sering kita mendengar dan melihat kata DPO (Daftar pencarian orang) atau istilahnya Buron di media cetak dan elektronik. Kita ambil saja contoh buronan KPK Harun Masiku yang sampai saat ini tidak diketahui dimana rimbanya. DPO (Daftar Pencarian Orang) ataupun dapat dikatakan dengan istilahnya Buron adalah orang yang sedang diburu/dicari oleh polisi atau orang yang melarikan diri karena dicari polisi atau orang yang melarikan diri dari penjara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Istilah Buron atau DPO (Daftar Pencarian Orang) tidak dikenal dalam pengertian Hukum Acara Pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1981. Namun diatur didalam Pasal 17 ayat 6 peraturan kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengatakan : “Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan guna penyidikan perkara dan tidak jelas keberadaannya dicatat didalam Daftar pencarian orang dan dibuatkan surat pencarian orang”. DPO (Daftar Pencarian Orang) biasanya diterbitkan atau dikeluarkan oleh pihak berwenang yaitu kepolisian atau kejaksaan. Yang mana orang tersebut mempersulit penegak hukum dalam hal mengusut suatu perkara pidana.

Orang yang menjadi DPO biasa orang yang berusaha melarikan diri melepaskan diri dari jeratan hukum dengan berusaha bersembunyi agar tidak diketahui keberadaannya oleh Polisi maupun Jaksa sampai dengan Daluarsa dalam tindak pidana. Hal ini Dengan adanya daluarsa atau lewat waktu, ingatan masyarakat terhadap tindak pidana tertentu telah hilang, dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan menghilangnya alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu, dan juga untuk memberikan kepastian hukum bagi Tersangka (vide Pasal 80 KUHP)

Sebelum dikeluarkannya surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO). Banyak orang-orang yang menyandang status DPO mengajukan Gugatan Praperadilan karena tidak diatur oleh undang-undang dan juga dapat menjadi celah dalam upaya penegakan hukum. Hal ini tentulah menimbulkan polemik di masyarakat sebab sebagai tersangka yang melarikan diri atau buron tidaklah pantas mengajukan Gugatan Praperadilan. (Red)