Produktivitas Muslim Dalam Bekerja
Islam Opini

26 December, 2018

Produktivitas Muslim Dalam Bekerja

Oleh - Gigi Suroso, S.Pd.I.*

Dalam Islam kita tidak diajarkan untuk bersikap monastisime yakni menyendiri di suatu tempat dan menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat, atau asketisme dimana pandangan bahwa pantang segala kenikmatan dunia atau menyiksa diri dalam rangka beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebab nyatanya, telah disempurnahkan Islam oleh Allah, di dalamnya sudah ada aturan-aturan hidup manusia, termasuk dalam hal bekerja. Bahwa manusia memang diperintahkan ambil bagian untuk kehidupan akhiratnya, tapi tidak boleh lupa dengan urusan dunianya.

"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan banyak-banyak mengingat Allah, agar kamu beruntung” (Aljumuah:10)

Allah memerintahkan kita sebagai hambanya agar beribadah, tapi kemudian jangan sampai lupa untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga. Sebab bekerja pun tidak melulu soal dunia, jika diniatkan lillah bisa menjadi sebab kita dimasukkan Allah ke syurga.

Bekerja mendapatkan kedudukan yang baik dalam Islam, bahkan ada sabda Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah maka dia adalah mujahid fi sabillah. Ini bukan berarti kita cukup dengan bekerja saja, tapi kemudian menanggalkan perintah sholat dan puasa, Tidak.

"Sesungguhnya di antara perbuatan dosa, ada yang tidak  bisa terhapus oleh (pahala) Shalat, sedeqah atau pun haji, namun hanya bisa ditebus dengan kesungguhan dalam mencari nafkah dan penghidupan" (HR. Thabrai), hadiits ini menggambarkan bagaimana kedudukan bekerja dalam Islam bukanlah hal yang rendah.

Seperti halnya burung yang terbang pada pagi hari meninggalkan sangkarnya, lalu sore hari kembali dengan keadaan kenyang. Begitu juga halnya manusia, harus bergerak dengan berkerja dalam rangka mengambil bagian rezeki yang telah Allah tetapkan. Begitu pun sebagai muslim, kita tidak boleh bekerja semata-mata untuk kenikmatan dunia, harus diniatkan lillah untuk menggapai ridha Allah, agar nanti bernilai ibadah dan berbuah pahala.

Bukti bahwa Islam tidak menyukai kemalasan, apalagi berpangku tangan adalah Umar bin Khattab, bahwa beliau pernah menegur seorang pemuda yang sering duduk di masjid, tanpa mau keluar untuk bekerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hingga Umar pun berkata ”janganlah salah seorang kamu duduk di masjid dan berdoa ‘Ya allah berilah aku rezeki’ sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak”.

Pun begitu dengan Rasulullah, dalam suatu riwayat dikisahkan, bahwa Rasulullah pernah mencium tangan sahabat yang mencari kayu yaitu tangan Sa’ad bin Mu’az, sebab tangannya kasar akibat kerja keras. Di samping itu pula, Rasulullah melarang umatnya untuk meminta-minta atau mengemis, kecuali dalam keadaan kelaparan itu pun ada syaratnya.

Produktifnya muslim dalam bekerja, tidak hanya bernilai ibadah, tapi juga dapat berpengaruh luas untuk kemaslahatan umat. Seperti yang didefinisikan oleh pakar ekonomi Islam, bahwa Produktivitas merupakan suatu hal yang penting untuk menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat bagi umat manusia. Tidak terbatas dengan hal yang dapat dijual, akan tetapi dapat menambah nilai guna dan manfaat bagi kehidupan secara umum, khususnya yang dapat mendekatkan diri pada Allah.

Maka muslim yang produktif dalam bekerja akan memilih mendaur ulang sampah menjadi barang berguna,dari pada membuangnya begitu saja. Akan memilih bekerja dari pada berdiam diri menunggu datangnya rezeki secara tiba-tiba. Dan muslim yang produktif tidak memilih menjadi pengangguran, tapi dia akan terus berusaha, sebab yakin bahwa Allah telah menetapkan rezeki bagi hambanya di dunia.

Meningkatkan produktivitas dalam bekerja bisa dilakukan dengan cara memperbaharui niat, kita yang bekerja dengan niat agar bisa kaya raya dan mendapatkan popularitas, harus diperbaharui bahwa bekerja tujuannya melaksanakan perintah Allah, untuk bisa beribadah dan memberikan nafkah kepada keluarga.

Jika niat bekerja sudah lurus dan tulus, maka bukan hanya fulus yang didapat lebih dari itu kita ampunan dari Allah, sebagaimana Rasulullah bersabda; 

”Barang siapa yang di malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu diampuni oleh Allah” (HR. Ahmad dan Ibnu Asakir)

Islam dalam upaya meningkatkan produktivitas umatnya dalam bekerja, melarang untuk tidur di waktu pagi hari, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa beliau melarang tidur pagi setelah shalat subuh. Ini menandakan bahwa Rasulullah ingin umatnya giat dan tidak melewatkan waktu pagi, dimana manusia-manusia memulai aktifitasnya.

Muslim yang produktif dalam bekerja, tentunnya akan melawan rasa malas, sebab kita tahu malas hanya akan membuat seseorang menjadi pasif dan tidak produktif. Sedangkan sebagai muslim kita diperintahkan untuk produktif. Produktivitas muslim dalam bekerja akan ditandai dengan satu batas yang tidak boleh dilewati, yaitu halal dan haram. Bukan berarti karena produktif, semua hal dilakukan, sehingga melanggar aturan syariat Islam

Lebih lanjut, produktivitas akan melahirkan karya-karya yang berkuantitas dan berkualitas, karena telah tumbuh rasa semangat dalam bekerja. Jika kita seorang buruh, tentu bekerja kita bertambah semangat, menjungjung etika dalam bekerja, satu diantaranya kejujuran, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah semasa bekerja dengan cara berdagang.

Dan akhirnya, produktif atau tidaknya seorang muslim dalam bekerja, tidak bisa diukur lewat berapa banyak gajinya. Lebih dari itu, produktivitas muslim akan terukur dari niatnya, semangatnya, kreatifitasnya sampai etos kerjanya. Muslim bekerja bukan untuk dunianya saja, sebab kita tahu bekerja juga bernilai ibadah, bisa menjadi bekal untuk nanti di akhiratnya.

* Penulis adalah Alumni UIN Sumatera Utara dan Pelajar di Ma'had Daarul Firdaus, Yogyakarta