Perdamaian Perkara Pidana di Tingkat Penuntutan, Bolehkah?
@ilustrasi

Perdamaian Perkara Pidana di Tingkat Penuntutan, Bolehkah?

Syarat Keadilan Restoratif

Litigasi - Peradilan pidana adalah upaya hukum yang terakhir (ultimum remedium), dimaknai bahwa untuk mencari keadilan dalam kasus-kasus pidana dapat ditempuh penyelesaiannya di luar pengadilan yakni dengan cara musyawarah kekeluargaan untuk mencari solusi.

Penegakan hukum (supremasi hukum) sejatinya dilakukan demi mencapai tiga hal yakni keadilan, kemanfaatan, ketertiban hukum dan kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat. Pemidanaan bukan merupakan upaya balas dendam korban kepada pelaku tetapi untuk mengupayakan pemulihan kembali pada keadaan semula, menjaga keseimbangan dan memberikan perlindungan hukum bagi korban secara berkeadilan.

ads

Jadi, mencari keadilan tidak hanya dengan menempuh upaya hukum pidana seperti yang dimaksud dalam sistem peradilan pidana dari mulai tahap pelaporan/pengaduan ke Kepolisian sampai tahap persidangan di lembaga peradilan tetapi dapat melakukan upaya musyawarah kekeluargaan, dimana musyawarah kekeluargaan telah terkandung di dalam landasan filosofi Bangsa Indonesia yang diabadikan di dalam sila keempat Pancasila sehingga keadilan dapat diperoleh melalui musyawarah kekeluargaan.

Penyelesaian perkara pidana dengan jalur mediasi atau musyawarah yang melibatkan korban, pelaku, keluarga pelaku/korban dan pihak lain tidak hanya dapat dilakukan ketika perkaranya ditangani oleh penyidik atau Kepolisian RI, tetapi juga dapat dilakukan ketika berkas perkara telah dilimpahkan atau berada di tangan Jaksa Penuntut Umum. Oleh karenanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat memfasilitasi pihak terkait untuk menyelesaikan perkara pidana yang sedang berjalan atau dikenal dengan “Keadilan Restoratif”, hal itu telah diatur di dalam Peraturan Kejaksaan Agung No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Perkejagung No. 15 tahun 2020).

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Perkejagung No. 15 tahun 2020, bahwa upaya penyelesaian sedemikian rupa berdasarkan mekanisme keadilan restoratif berarti bahwa “Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.”

ads

Penyelesaian perkara pidana dengan berdasarkan keadilan restoratif tersebut pada akhirnya akan dilakukan penghentian penuntutannya. Dengan penuh pertimbangan Jaksa Penuntut Umum boleh tidak melimpahkan berkas ke pengadilan atau tetap melimpahkannya.

Syarat yang harus dipenuhi dalam suatu perkara tindak pidana yang dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif sebagai berikut:

    1. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
    2. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
    3. tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Untuk tindak pidana terkait harta benda, dalam hal terdapat kriteria atau keadaan yang bersifat kasuistik yang menurut pertimbangan Penuntut Umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri dapat dihentikan penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan tetap memperhatikan syarat sebagaimana tersebut diatas.

Sedangkan untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan orang yang akan diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif dapat mengecualikan syarat tentang nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Dalam hal tindak pidana dilakukan karena kelalaian yang juga akan diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif dapat mengecualikan syarat tentang ancaman pidana maksimal 5 (lima) tahun penjara dan syarat tentang nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

ads

Mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus dilakukan dengan memenuhi:

    1. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara: Pertama mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban; Kedua mengganti kerugian Korban; Ketiga mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/atau Keempat memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
    2. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
    3. masyarakat merespon positif.

Sementara itu, Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikecualikan atau tidak dapat dilakukan untuk perkara:

    1. tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan;
    2. tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal;
    3. tindak pidana narkotika;
    4. tindak pidana lingkungan hidup; dan
    5. tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

Pemenuhan syarat penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif digunakan sebagai pertimbangan Penuntut Umum untuk menentukan dapat atau tidaknya berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan (red).