Peralihan Tanah Bertendensi Delik Pemalsuan Surat
@ilustrasi

Peralihan Tanah Bertendensi Delik Pemalsuan Surat

Litigasi - Bu Ayu (nama samaran) telah menikah hampir 30 (tiga puluh) tahun dengan Pak Jiwo (nama samaran). Dalam tenggang waktu itu mereka mendapatkan aset sebidang tanah seluas 8000M2 dan tanah seluas 1000 M2 yang diatasnya berdiri bangunan rumah tempat tinggal mereka dan 2 (dua) orang anak hasil perkawinan mereka. Namun perkawinan mereka tidak berjalan baik seperti yang diharapkan. Perceraian terjadi dikarenakan Pak Jiwo menikah untuk kedua kalinya, tetapi mengabaikan tanggungjawabnya sebagai suami dalam menafkahi Bu Ayu dan kedua anaknya. Akhirnya Bu Ayu terpaksa mengajukan gugatan cerai pada Tanggal 01 Agustus 2018 dan pada Tanggal 01 Januari 2019 Pengadilan Agama mengeluarkan Putusan Cerai dan menyatakan aset sebagaimana tersebut diatas dibagi dua masing-masing mendapat setengah bagian. Proses eksekusi terhadap aset tersebut telah terlaksana pada 01 Agustus 2019 dan tidak ada hambatan ataupun perlawanan dari pihak manapun.

Saat Bu Ayu akan menguasai tanah yang menjadi bagiannya berukuran 4000 M2 (setengah bagian dari 8000M2) sesuai eksekusi yang telah dijalankan, tak disangka-sangka muncul seorang yang mengaku telah membeli tanah dan menyerahkan copy surat yang dikeluarkan oleh Camat setempat. Setelah diteliti tanah itu dijual pada masa gugatan cerai plus gono-gini sedang berlangsung di persidangan. Alangkah kecewanya Bu Ayu sebab ia berencana akan menjual tanah bagiannya itu untuk membiayai hidupnya sehari-hari dan pendidikan anaknya. Bu Ayu tidak memiliki pekerjaan sementara mantan suaminya tidak peduli lagi dengan biaya nafkah dan pendidikan anaknya.

 

Pembahasan

Miris rasanya mendengar keluhan masalah Bu Ayu, pernikahan yang diharapkan dapat berjalan sakinah mawaddah warrahmah (samara) harus kandas di tengah jalan dan menyisahkan masalah pelik, semoga ada solusi bagi Bu Ayu dan kedua anaknya.

Langsung saja ke pokok persoalan. Bahwa objek tanah seluas 8,000M2 itu adalah harta bersama (gono-gini) yang berstatus dalam sengketa di Pengadilan Agama. Tanah dimaksud didapat pada masa perkawinan. Sesuai dengan isi Pasal 35 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:

Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Bahwa peralihan harta bersama harus atas dasar persetujuan suami atau isteri. Tidak dibenarkan hanya isteri atau suami saja yang melakukan peralihan hak. Terlebih bahwa harta gono-gini dimaksud sedang disengketakan di Pengadilan Agama, ini menjadi penghalang. Jika tetap dialihkan maka dapat dibatalkan. Artikel terkait Peralihan Harta Gono Gini Batal Jika Tidak Disetujui.

Dalam kasus ini, peralihan sudah dilakukan Pak Jiwo kepada pihak lain tanpa sepengetahuan dan persetujuan Bu Ayu, dan berlangsung dalam tenggang waktu gugatan di Pengadilan Agama maka tanah itu berstatus tanah sengketa

Setelah meneliti Surat Camat sebagai dasar jual beli tanah dengan ganti rugi itu, terdapat Surat Keterangan Silang Sengketa, ditandatangani oleh Camat. Ditegaskan dalam surat itu bahwa tanah tersebut "tidak terdapat silang sengketa dengan pihak manapun juga". Surat mana telah menjadi dasar atau dipergunakan Pak Jiwo untuk melakukan peralihan hak dengan ganti rugi kepada pihak lain. Akibatnya bagi Bu Ayu tidak dapat menguasai tanah tersebut dan tidak bisa melakun perbuatan hukum atas tanah dimaksud.

 

Upaya Hukum

Bahwa dalam kasus tersebut, Bu Ayu disarankan untuk melakukan upaya hukum berupa mengajukan laporan/pengaduan ke pihak Kepolisian setempat, langsung mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

Tindak pidana yang dapat dituduhkan kepada Pak Jiwo adalah melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP yang isinya menyatakan:

Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar· dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Mengutip pendapat ahli hukum Adami Chazawi dan Ardi Ferdian dalam bukunya berjudul “Tindak Pidana Pemalsuan” Halaman 138, menerangkan bahwa membuat sebuah surat yang isinya seluruhnya atau isi pada bagian tertentu yang bertentangan dengan kebenaran atau palsu disebut dengan pemalsuan intelektual (intelectueele calschheids). Pemalsuan intelektual adalah pemalsuan terhadap isi suratnya. Perbuatan dalam pemalsuan intelektual bisa merupakan perbuatan membuat palsu surat dengan juga bisa perbuatan memalsu surat. Dapat melihat uraian dalam  Tindak Pidana Pemalsuan Intelektual.

Peluang dapat memproses hukum Pak Jiwo, salah satunya ada pada Surat Keterangan Silang Sengketa yang di dalamnya terdapat kalimat “tidak terdapat silang sengketa dengan pihak manapun juga. Kalimat tersebut adalah tidak benar karena senyatanya tanah 8,000M2 itu masih dipersengketan di Pengadilan Agama, dalam kata lain masih berstatus tanah sengketa. Keterangan tidak benar di dalam hukum pidana dikenal dengan keterangan palsu, yang berimplikasi surat menjadi surat palsu.

Terbitnya Surat Keterangan Silang Sengketa itu pada masa sedang berlangsung gugat menggugat untuk menetapkan bagian dari harta gono-gini, dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) terhadap status tanah dimaksud.

Bahwa disamping Pak Jiwo yang dapat dikenakan tuduhan melanggar pasal diatas, pejabat terkait, yang menandatangani Surat Keterangan Silang Sengketa itu juga dapat dikenakan. Dalam porses penyelidikan dan penyidikan dapat diterapkan Pasal 55, 56 KUHP tentang penyertaan atau membantu melakukan suatu tindak pidana. Dimana Pak Jiwo tidak seorang diri melakukan tindak pidana pemalsuan, ada pejabat yang turut serta atau membantu melakukan sehingga tindak pidana menjadi sempurna.

Surat Keterangan Silang Sengketa yang terdapat kalimat “tidak terdapat silang sengketa dengan pihak manapun juga berdampak berhasilnya atau sempurnanya peralihan hak yang dilakukan oleh Pak Jiwo. Jika tidak ada surat itu maka peralihan hak tidak dapat dilangsungkan.

Dari perbuatan tersebut, tidak dapat diingkari timbulnya kerugian bagi Bu Ayu, sehingga unsur-unsur pasal tersebut menjadi sempurna (red).