Penggeledahan Menurut Hukum Acara Pidana
@ilustrasi

Penggeledahan Menurut Hukum Acara Pidana

Litigasi - Penggeledahan merupakan bagian dari wewenang “penyidik” untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan terhadap rumah seseorang atau melakukan pemeriksaan terhadap badan atau pakaian seseorang yang dibenarkan oleh undang-undang. Tindakan penyidik tidak hanya terbatas pada melakukan pemeriksaan akan tetapi bisa sekaligus melakukan penangkapan dan penyitaan sepanjang telah memenuhi ketentuan hukum acara yang mengatur.

ads

Menurut UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penggeledahan sendiri terbagi menjadi dua, yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Pasal 1 butir 17 KUHAP menjelaskan Penggeledahan Rumah yaitu;

Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Sedangkan dalam Pasal 1 butir 18 KUHAP menjelaskan Penggeledahan Badan yaitu;

Tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.

Dalam melaksanakan penggeledahan, penyidik tidak sepenuhnya melakukan sendiri. Penyidik juga diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan Negeri dalam melakukan penggeledahan.

a) Penggeledahan Rumah
Untuk penyidik yang akan melakukan penggeledahan rumah atau tempat kediaman, terdapat 2 (dua) keadaan yang membedakan sifat penggeledahannya yaitu mengenai “keadaan biasa atau normal” maupun “keadaan sangat perlu dan mendesak”.

Untuk tindakan penggeledahan yang dilakukan penyidik pada saat “keadaan biasa atau normal”, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Harus ada “surat izin" Ketua Pengadilan Negeri Setempat
Untuk melakukan penggeledahan, penyidik diharuskan terlebih dahulu meminta surat izin Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa “Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan”. Tujuan dimintakannya surat izin Ketua Pengadilan Negeri tiada lain untuk menjamin hak asasi setiap orang atas rumah kediamannya dan menghindari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan penyidik dalam melakukan penggeladahan.
 

ads

2) Petugas Kepolisian Membawa dan Memperlihatkan “Surat Tugas”
Surat izin Ketua Pengadilan Negeri, penyidik yang akan melakukan penggeledahan juga harus membawa serta memperlihatkan “surat tugas” penggeledahan kepada penghuni atau pemilik rumah yang hendak digeledah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (2) KUHAP, yang menyatakan bahwa “Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah”.
 
3) Setiap Penggeledahan Rumah Tempat Kediaman Harus Ada Saksi
Dalam hal seorang Tersangka ataupun penghuni rumah menyetujui dilakukannya penggeledahan, maka harus disaksikan minimal oleh 2 (dua) orang saksi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (3) KUHAP, yang menyatakan bahwa “Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya”. Namun apabila Tersangka maupun penghuni rumah tidak menyetujui atau menolak serta tidak menghadiri penggeledahan tersebut, maka penggeledahan tetap bisa dilaksanakan dengan cukup dihadiri oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan dihadiri 2 (dua) orang saksi, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (4) KUHAP.
 
4) Kewajiban Membuat Berita Acara Penggeledahan
Apabila penggeledahan telah selesai dilakukan, maka penyidik dalam waktu paling lambat “dua hari” diharuskan membuat berita acara penggeledahan. sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (5) KUHAP, yang menyatakan bahwa “Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disimpan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan”.
 
Kemudian untuk tindakan penggeledahan yang dilakukan penyidik dalam hal “keadaan sangat perlu dan mendesak”, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 
1) Penggeledahan Dapat Langsung Dilaksanakan Tanpa Lebih Dulu Izin Ketua Pengadilan Negeri.
Bilamana pada saat melakukan penggeledahan terdapat keadaan yang sangat mendesak, terhadap Tersangka dan Terdakwa patut dikhawatirkan dapat segera melarikan diri dan mengulangi tindak pidana serta menghilangkan barang bukti yang dapat disita dan dengan keadaan tersebut tidak dimungkinkan lagi untuk meminta surat Izin Ketua Pengadilan Negeri. Maka penyidik dapat melakukan tindakan penggeledahan sekalipun tidak ada izin pengadilan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 34 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa “Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan”.
 
2) Penyidik Membuat Berita Acara Hasil Penggeledahan
Dalam hal penggeledahan telah selesai dilakukan. Penyidik harus membuat berita acara penggeledahan dalam tempo waktu paling lama “dua hari” dan setelahnya penyidik berkewajiban untuk segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan sekaligus meminta “persetujuan” Ketua Pengadilan Negeri dalam hal penggeledahan dilakukan dalam keadaan mendesak.
 

ads

b) Penggeledahan Badan
Pemeriksaan penggeledahan badan merupakan pemeriksaan langsung mengenai manusia atau tubuh manusia. Penjelasan dalam Pasal 37 KUHAP, mengenai penggeledahan badan meliputi seluruh bagian badan “luar dan dalam”, yang juga menyangkut bagian luar badan dan pakaian serta juga bagian dalam termasuk seluruh rongga badan. Tujuan penggeledahan badan yaitu untuk mencari dan menemukan benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka. Untuk penggeledahan badan, penyidik biasanya melakukan pemeriksaan pada rongga badan. untuk Tersangka yang berjenis kelamin wanita maka penyidik yang memeriksa adalah seorang wanita.
 
c) Larangan Dilakukannya Penggeledahan Di Tempat Tertentu.
Undang-undang telah “melarang” penyidik untuk memasuki dan melakukan penggeledahan di dalam tempat yang diistimewakan maupun tempat beribadah, kecuali dalam hal tertangkap tangan. Selain dari pada kejadian tertangkap tangan, penyidik dilarang memasuki dan melakukan penggeledahan tempat tersebut. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 35 KUHAP, yang menyatakan bahwa:
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:
1. ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
2. tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
3. ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
d) Penggeledahan Di Luar Daerah Hukum
Penggeledahan yang dilakukan diluar wilayah kekuasaan penyidik, dimungkinkan untuk dilakukan sepanjang tindakan penggeledahan tersebut diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum dimana penggeledahan itu dilakukan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 36 KUHAP. (irv)