Nilai-Nilai Pancasila Membangun Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
Dr. Ahmad Fauzi, SH., MH., Dosen Pasca UMSU dan Calon DPRD Sumut Dapil Sumut 6 Labuhanbatu Raya

Nilai-Nilai Pancasila Membangun Persatuan Dan Kesatuan Bangsa

Oleh - Dr. Ahmad Fauzi, SH., MH.*

Pancasila sebagai dasar negara, yang dikualifikasikan secara paradigmatik dalam tataran filosofis sebagaimana tersebut, lebih lanjut nilai-nilai luhur yang termaktub dalam Pancasila itu, untuk selanjutnya dijabarkan secara konsisten dalam substansi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang untuk selanjutnya dalam tataran ini Undang-Undang Dasar tersebut dapat dikualifikasikan dalam pengertian paradigma konstitusional. Kedua paradigma tersebut di atas, yakni paradigma yang bersifat filosofis dan konstitusional itu, dalam tataran kebijakan publik, baru bersifat teoretis konseptual.

Dalam tataran praktis operasional, dapat dikelompokkan dalam dua paradigma, yaitu paradigma yuridis dan paradigma politis. Kedua paradigma ini dalam tataran praktis operasionalnya, terutama dalam membentuk undang-undang sebagai pedoman kebijakan publik yang dijalankan oleh pemerintah haruslah mempedomani paradigma filosofis dan paradigma konstitusional sebagaimana diuraikan di atas. Dengan kata lain, dalam melakukan pembuatan undang-undang, tidak boleh bertentangan dengan segala hal yang telah ditetapkan dalam paradigma filosofis maupun konstitusional.

Dalam konteks perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang telah mengalami perubahan empat kali sebagaimana disebutkan di atas, bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat, telah memiliki kesepakatan dasar, untuk tidak merubah sepenggal kalimatpun seluruh isi dari Pembukaan Undang-Undang Dasar dimaksud. Ada lima kesepakatan dasar yang dipegang teguh pada saat itu dalam konteks perubahan konstitusi dimaksud, yaitu:

ads

Pertama, tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Kedua, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Ketiga, mempertegas sistem presidensial; Keempat, penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal; dan Kelima, perubahan dilakukan dengan cara adendum.

Dimaksudkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dirubah, karena di dalamnya memuat dasar filosofis dan dasar normatif yang mendasari seluruh pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada sisi lain, pembukaan itu juga mengandung staatsidee (Sekretariat Jenderal MPR RI, 2006:13) berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, tujuan (haluan) negara, serta dasar negara yang harus tetap dipertahankan. Dasar negara yang dimaksudkan bahwa nilai-nilai Pancasila secara eksplisit telah ditegaskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesepakatan berikutnya adalah untuk tetap mempertahankan bentuk Negara Kesatuan, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertimbangannya adalah bahwa bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia, dan dipandang yang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang, bagi Indonesia bentuk negara kesatuan lah yang paling menjamin untuk keberlangsungan negara.

Terkait dengan kesepakatan dasar untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensial, dimaksudkan untuk memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis yang dianut oleh Negara Republik Indonesia dan pada tahun 1945 para pendiri bangsa telah memilih kesepakatan ini. Kesepakatan lainnya adalah memasukkan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif ke dalam pasal-pasal (batang tubuh). Peniadaan penjelasan ini, dimaksudkan untuk menghindarkan kesulitan dalam menentukan status penjelasan dari sisi sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. Selain itu, penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan merupakan produk Badan Penyelidik Uusaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), karena kedua lembaga itu menyusun rancangan pembukaan dan batang tubuh (pasal-pasal) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tanpa penjelasan.

Demikian secara formal dan konstitusional bahwa nilai-nilai Pancasila dimaksud eksistensinya tetap dipertahankan dan tidak berubah secara paradigmatik di dalam rumusan konstitusi negara, yaitu di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena nilai-nilai Pancasila itu tetap dipertahankan, maka secara yuridis terutama dalam pendekatan substansi dari seluruh isi pasal Undang-Undang Dasar tersebut, maka sudah merupakan kewajiban bagi setiap lembaga negara untuk dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila tersebut dalam menjalankan sistem manajemen pemerintahan secara nasional guna mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ads

Stakeholder bangsa harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila itu secara kongkrit di lapangan, dalam menghadapi semua persoalan kebangsaan, yang dapat dikonstruksikan sebagai berikut;

Pertama, seluruh lembaga negara, dalam konfigurasi lembaga negara dalam bidang legislatif, eksekutif, maupun judikatif, harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dan seluruh substansi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam menjalankan segala kewenangannya yang telah diberikan oleh Undang-Undang Dasar, secara konsisten dengan memegang teguh prinsip check and balances.

Kedua, seluruh lembaga negara, harus mampu menjaga, memupuk, dan meningkatkan kualitas koordinasi yang terintegrasi dalam menjalankan seluruh kewenangannya, dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh publik untuk memberikan partisipasi dalam merumuskan seluruh kebijakan publik dalam bentuk undang-undang. Dengan kata lain, seluruh kebijakan publik yang akan dihasilkan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, partisipasi publik lebih diutamakan, dengan menerapkan prinsip responsif.

Ketiga, seluruh lembaga negara, mampu menjaga, memupuk, dan meningkatkan ketahanan dan kekuatan kultural bangsa, yang telah diyakini oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai kekuatan dan jiwa kepribadian bangsa, yang sekaligus merupakan nilai-nilai Pancasila, untuk dijadikan kekuatan utama dalam merumuskan seluruh kebijakan publik yang dilaksanakan oleh setiap lembaga negara.

Keempat, seluruh lembaga negara, wajib menjalankan paham, bahwa Indonesia sebagai negara hukum. Dalam konteks ini, perlu diaktualisasikan prinsip dan ciri-ciri suatu negara hukum. Secara umum, dalam setiap Negara yang menganut paham Negara hukum, paling tidak tiga prinsip dasar Negara hukum harus bekerja sekaligus, yaitu supremasi hukum (supreme of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).  

* Penulis adalah Dosen Pasca UMSU dan Calon DPRD Sumut Dapil Sumut 6 Labuhanbatu Raya.