Jenis-jenis Eksepsi Dalam Hukum Acara Perdata
@ilustrasi

Jenis-jenis Eksepsi Dalam Hukum Acara Perdata

Litigasi - Pasal 125 ayat (2), Pasal 132 dan Pasal 133 HIR, hanya memperkenalkan eksepsi kompetensi absolut dan relatif. Namun Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa jenis eksepsi. Sebahagian besar diantaranya bersumber dari ketentuan pasal peraturan perundang-undangan tertentu. Misalnya, eksepsi ne bis in idem, ditarik dari kontruksi Pasal 1917 KUH Perdata. Eksepsi surat kuasa khusus  yang tidak memenuhi syarat, bertitik tolak dari Pasal 123 ayat (1) HIR, dan sebagainya.

Secara teoritis, pada umumnya eksepsi diklasifikasi dalam dua golongan, yaitu eksepsi prosesual dan eksepsi materil yang masing-masing juga memiliki jenis-jenis. Akan tetapi, dalam praktik jarang dipermasalahan ke dalam golongan mana eksepsi yang diajukan. Yang penting eksepsi yang diajukan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Untuk memahami lingkup eksepsi, akan diuraikan jenisnya dari pendekatan teoritis.
 
 
EKSEPSI PROSESUAL (Processuele Exceptie)

Secara garis besar, eksepsi Prosesual  ini dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:

ads

1. Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili (Exceptie Van Onbeveoheid)

Eksepsi ini disebut juga exceptio declinatoir atau incompetency. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan, tetapi lingkungan atau pengadilan lain yang berwenang untuk mengadilinya. Lebih lanjut, eksepsi ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 

a) Tidak berwenang secara Absolut

Berdasarkan amandemen Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 dan sekarang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (judicial power) terdiri dari lingkungan Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Masing-masing lingkungan mempunyai yuridiksi tertentu. Apa yang menjadi yuridiksi suatu lingkungan, tidak boleh dilanggar oleh yang lain. Contoh, Putusan MA No. 132 K/Pdt/1993.

b) Tidak berwenang secara Relatif

Berdasarkan ketentuan Pasal 118 HIR dan Pasal 99 Rv telah digariskan cara menentukan kewenangan relatif Pengadilan Negeri berdasarkan patokan:

Actor sequitur forum rei (forum domicili)
Patokan pokok ini menggariskan bahwa yang berwenang mengadili sengketa adalah Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tergugat bertempat tinggal.
 
Actor sequitur forum rei dengan hak opsi
Apabila tergugat terdiri dari beberapa orang, dan masing-masing bertempat tinggal di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang berbeda, undang-undang memberikan hak opsi kepada penggugat untuk memilih Pengadilan Negeri mana yang dianggapnya paling menguntungkan.
 
Actor sequitur forum rei tanpa hak opsi
Apabila tergugat terdiri dari debitur (principal) dan penjamin, kompetensi relatif mutlak berpatokan pada tempat tinggal debitur, tidak dibenarkan diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal penjamin.

ads

 
Tempat tinggal penggugat
Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui yang berwenang mengadili secara relatif adalah Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal penggugat.
 
Forum rei sitae
Jika objek sengketa terdiri dari benda tidak bergerak, sengketa jatuh menjadi kewenangan relatif Pengadilan Negeri di tempat barang itu terletak.
 
Forum rei sitae dengan hak opsi
Jika objek sengketa benda tidak bergerak terdiri dari beberapa buah, dan masing-masing terletak di daerah hukum Pengadilan Negeri yang berbeda, penggugat dibenarkan mengajukan gugatan kepada salah satu Pengadilan Negeri tersebut.
 
Domisili pilihan
Para pihak boleh menyepakati salah satu Pengadilan Negeri yang diberi wewenang secara relatif untuk menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka. Dalam hal demikian, terdapat dua kompetensi relatif yang dapat dimanfaatkan, yaitu; Bisa berdasarkan patokan actor sequitur forum rei, atau Dapat diajukan ke Pengadilan Negeri yang dipilih berdasarkan kesepakatan domisili pilihan.
 

2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi

Eksepsi ini terdiri dari berbagai bentuk atau jenis. Yang terpenting dan yang paling sering diajukan dalam praktik, antara lain: 

a) Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak Sah

Surat kuasa bersifat umum
Untuk melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan untuk kepentingan pemberi kuasa, merupakan surat kuasa umum berdasarkan Pasal 1795 KUH Perdata, bukan surat kuasa khusus yang dimaksud Pasal 123 HIR. Oleh karena itu, tidak sah dipergunakan bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa di depan pengadilan.
 
Surat kuasa tidak memenuhi syarat formil yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 01 Tahun 1971 (23 Januari 1971) jo. SEMA No. 6 Tahun 1994 (14 Oktober 1994)
Sesuai dengan ketentuan tersebut surat kuasa khusus (bijzondere schriftelijke machtiging), harus dengan jelas dan tegas menyebutkan; Secara spesifik kehendak untuk berpekara di Pengadilan tertentu sesuai dengan kompetensi relatif, Identitas para pihak yang berpekara, Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok perkara dan objek yang diperkarakan, serta Mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa.
Semua syarat itu bersifat kumulatif. Oleh karenanya, apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, surat kuasa tidak sah dan mengandung cacat formil.
 
Surat kuasa dibuat orang yang tidak berwenang
Dasar umum pemberi kuasa, harus diberikan, dibuat, dan ditandatangani oleh orang yang berwenang untuk itu. Misalnya surat kuasa diberikan dan ditandatangani oleh komisaris perseroan. Padahal berdasarkan Pasal 1 angka 4 dan Pasal 82 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan tegas menyatakan, yang bertindak mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan adalah Direksi, berarti komisaris tidak berwenang memberikan kuasa untuk bertindak mewakili perseroan di Pengadilan (vide Putusan MA No. 10 K/N/1999).
 

b) Eksepsi Error In Persona

Bentuk atau jenis eksepsi ini dapat diajukan, meliputi peristiwa sebagai berikut:
 
Eksepsi diskualifikasi atau gemis aanhoedanigheid
Yang bertindak sebagai penggugat, bukan orang yang berhak, sehingga orang demikian, penggugat tidak memiliki persona standi in judicto di depan Pengadilan atas perkara tersebut. Misalnya, anak di bawah umur, atau orang yang dibawah perwalian.. perseroasn sebelum disahkan sebagai badan hukum bertindak atas nama perseroan, atau yang bertindak bukan direksi perseroan atau yang bertindak mengajukan gugatan atas nama yayasan bukan pengurus. Dengan demikian  tergugat dapat mengajukan eksepsi ini.
 
Keliru pihak yang ditarik sebagai tergugat
Misalnya, terjadi perjanjian jual beli antara A dan B. Lantas A menarik C sebagai tergugat agar C memenuhi perjanjian. Dalam kasus tersebut , tindakan menarik C sebagai tergugat adalah keliru, karena C tidak mempunyai hubungan hukum dengan A. Tindakan A bertentangan dengan prinsip partai kontrak yang digariskan Pasal 1340 KUH Perdata, oleh karena itu, C dapat mengajukan eksepsi ini.
 
Exceptio plurium litis consortium
Alasan pengajuan eksepsi ini, apabila orang yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap. Atau orang yang bertindak sebagai Penggugat tidak lengkap. Masih ada orang yang harus ikut dijadikan sebagai penggugat atau tergugat, baru sengketa yang dipersoalkan dapat diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh.
 

c) Ne Bis In Idem

Kasus perkara yang sama tidak dapat diperkarakan dua kali. Apabila suatu kasus perkara telah pernah diajukan kepada pengadilan, dan terhadapnya telah dijatuhkan putusan, serta putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka terhadap kasus perkara itu , tidak boleh lagi diajukan gugatan baru untuk memperkarakannya kembali. Agar unsur ne bis in idem melekat pada putusan, harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1917 KUH Perdata. Syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif, apabila salah satu diantaranya tidak terpenuhi, pada putusan tidak melekat ne bis in idem, yaitu:

ads

  • Apa yang digugat sudah pernah diperkarakan sebelumnya,
  • Terhadap perkara terdahulu, telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap,
  • Putusan bersifat positif,
  • Subjek atau pihak yang berpekara sama,
  • Objek gugatan sama.
 

d) Exeptio Obscuur Libel

Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduidelijk). Disebut juga formulasi gugatan yang tidak jelas. Padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil, dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duidelijk). Dalam praktik, dikenal beberapa bentuk eksepsi gugatan kabur. Masing-masing bentuk berdasarkan pada pokok tertentu, antara lain:
 
1). Tentang tidak jelas dasar hukum gugatan;
2). Tentang tidak jelasnya objek sengketa, terdiri dari;
  • Tidak disebutkan batas-batas objek sengketa (tanah);
  • Luas tanah berbeda dengan pemeriksaan setempat;
  • Tidak disebutkannya letak tanah; dan
  • Tidak samanya batas dan luas tanah dengan yang dikuasai tergugat.
3). Petitum tidak jelas;
Contoh Putusan MA No. 582 K/Sip/1973, Petitum gugatan meminta: Menetapkan hak penggugat atas tanah sengketa, dan menghukum tergugat supaya berhenti melakukan tindakan apapun atas tanah tersebut. Namun, hak apa yang dituntut penggugat tidak jelas. Apakah penggugat ingin ditetapkan sebagai pemilik, pemegang jaminan atau penyewa. Begitu juga petitum berikutnya, tidak jelas tindakan apa yang harus diberhentikan tergugat. Bentuk petitum tidak jelas, antara lain tentang Petitum tidak terinci; dan Kontradiksi antara posita dengan petitum;

4). Masalah posita wanprestasi dan perbuatan melawan hukum

Dalam merumuskan posita gugatan atau dalil gugatan:

  • Tidak dibenarkan mencampuradukkan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam gugatan;
  • Dianggap keliru merumuskan dalil PMH dalam gugatan jika yang terjadi in konkreto secara realistis adalah wanprestasi;
  • Atau tidak tepat jika gugatan mendalilkan wanprestasi, sedangkan peristiwa hukum yang terjadi secara objektif ialah Perbuatan Melawan Hukum;
  • Akan tetapi, dimungkinkan menggabungkan atau mengkumulasikan keduanya dalam satu gugatan, dengan syarat harus tegas pemisahannya. Misalnya A dan B mengadakan perjanjian sewa menyewasecara tertulis yang terakhir pada tanggal 1 Januari 2000. Dalam kasus tersebut bisa melekat wanprestasi dan PMH. Umpamanya, A ingkar janji menyerahkan objek sewaan kepada B 1 Januari, dan terus menempatinya sampai 2003. Dalam kasus tersebut dapat digabungkan gugatan wanprestasi (tidak menyerahkan 1 Januari 2000) dan PMH (menempati tanpa hak sejak 1 Januari 2000) dalam surat gugatan.

 

EKESPSI HUKUM MATERIIL (Materiele Exceptie)

Cara mengajukan eksepsi ini sama dengan eksepsi prosesual tunduk pada Pasal 136, Pasal 114 Rv, yaitu pada jawaban pertama, bersama-sama dengan bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale), dan apabila pengajuan dilakukan tergugat di luar ketentuan itu, eksepsi gugur, dan hakim tidak perlu menilai dan mempertimbangkannya.

Cara penyelesaian, merujuk pada Pasal 136 HIR, yaitu; Diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara; Tidak diperiksa dan dipertimbangkan secara terpisah dengan pokok perkara; dan Oleh karena itu, penyelesaian eksepsi materiil, tidak berbentuk putusan sela, tetapi langsung sebagai satu kesatuan dengan putusan pokok perkara dalam bentuk putusan akhir. Adapun jenis-jenis Eksepsi Materiil (Materiele Exceptie) terdiri dari: 

a) Exceptio dilatoria
 
Disebut juga dilatoria exeptie, yang berarti:
  1. Gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan yang diajukan masih terlampau dini;
  2. Sifat atau keadaan prematur melekat pada:
    • Batas waktu untuk menggugat sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian, belum sampai, atau
    • Batas waktu untuk menggugat belum sampai, karena telah dibuat penundaan pembayaranoleh kreditur atau berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur.

b) Exeptio Peremptoria

Eksepsi yang berisi sangkalan, yang dapat menyingkirkan (set aside) gugatan karena masalah yang digugat tidak dapat diperkarakan. Umpamanya, apa yang digugat bersumber dari perjanjian yang telah hapus berdasarkan Pasal 1381 KHU Perdata. Misalnya, permasalahan yang digugat telah dibayar, dikonsinyasi, diinovasi, dikompensasi, dan sebagainya. Atau apa yang digugat telah dieksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR. Bentuk Exeptio Peremtoria (peremtoir exceptie), antara lain terdiri dari:
 
1). Exceptio temporis (eksepsi daluwarsa)
Menurut Pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu (expiration) selain menjadi dasar hukum untuk memperoleh sesuatu, juga menjadi landasan hukum untuk membebaskan (release) seseorang dari suatu perikatan setelah lewat jangka waktu tertentu.
 
2). Exceptio non pecuniae numeratae
Eksepsi yang berisi sangkalan tergugat (tertagih), bahwa uang yang dijanjikan untuk dibayar kembali, tidak pernah diterima (he had never received). Akan tetapi, eksepsi tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau keberhasilan tergugat membuktikan bahwa uang yang disebut dalam perjanjian tidak pernah diterimanya.
 
3). Exceptio doli mali
Eksepsi ini sama dengan exceptio doli presentis, yaitu keberatan mengenai penipuan yang dilakukan dalam perjanjian. Jadi merupakan eksepsi yang menyatakan penggugat telah menggunakan tipu daya dalam membuat perjanjian. Eksepsi ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1328 KUH Perdata, yang mengatakan:
  • Penipuan merupakan salah satu alasan untuk membatalkan persetujuan;
  • Akan tetapi agar hal itu dapat dijadikan alasan, tipu muslihat yang dilakukan harus sedemikian rupa, sehingga terang dan nyata pihak tergugat tidak akan membuat perjanjian itu tanpa dilakukannya tipu muslihat oleh penggugat.
4). Exceptio metus
Disebut juga exceptio metus causa, yaitu gugatan yang diajukan penggugat bersumber dari perjanjian yang mengandung paksaan (dwang) atau compulsion (duress). Eksepsi ini berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1323 KUH Perdata yang menegaskan:
  • Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat persetujuan, merupakan alasan batalnya perjanjian, meskipun hal itu dilakukan oleh pihak ketiga asal untuk kepentingan orang yang membuat perjanjian;
    ads
  • Akan tetapi, menurut Pasal 1324 KUH Perdata, suatu paksaan baru dapat dibenarkan menjadi dasar membatalkan perjanjian, apabila paksaan tersebut sedemikian rupanya, sehingga menimbulkan ketakutan bagi orang yang berfikir sehat, bahwa dirinya, atau harta kekayaannya terancam.
5). Exceptio non adimoleti contractus
Eksepsi ini dapat diajukan dan diterapkan dalam perjanjian timbal balik. Masing-masing dibebani kewajiban (obligation) untuk memenuhi prestasi secara timbal balik. Pada perjanjian seperti itu, seseorang tidak berhak menggugat, apabila dia sendiri tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya dalam perjanjian.
 
6). Exceptio domini
Eksepsi ini merupakan tangkisan yang diajukan tergugat terhadap gugatan yang berisi bantahan yang menyatakan objek barang yang digugat bukan milik penggugat, tetapi milik orang lain atau milik tergugat.
 
7). Exceptio litis pendentis
Sengketa yang digugat penggugat, sama dengan perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan. Disebut juga eksepsi sub-judice yang berarti gugatan yang diajukan masih tergantung (aanhangig) atau masing berlangsung atau sedang berjalan pemeriksaannya di pengadilan (under judicial consideration). (bas & fiz).
 
 
Sumber: Buku dengan judul "Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan" karangan M. Yahya Harahap, S.H.