Wewenang Praperadilan

Wewenang Praperadilan

Praperadilan merupakan salah satu lembaga peradilan dalam hukum pidana Indonesia. Secara strutural, Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat pengadilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu perkara pidana. Praperadilan hanya suatu lembaga yang eksistensinya berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri, dan sebagai satuan tugas dari Pengadilan Negeri.

 

Dalam praktek penegakan hukum belakangan ini,  Praperadilan sering kali digunakan oleh pencari keadilan untuk melakukan perlawanan kepada penegak hukum yang dinilai salah menerapkan hukum dan melanggar Hukum Acara Pidana.

 

Praperadilan diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang  Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)  yang  diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981. Menurut Pasal 1 butir 10 KUHAP  Praperadilan dimaknai sebagai salah satu wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya  penghentian  penyidikan atau penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan di ajukan ke pengadilan.

Pembahasan mengenai wewenang Praperadilan di dalam BAB X KUHAP tentang Wewenang Pengadilan untuk mengadili tepatnya di Pasal 77  yang berbunyi:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

Penjelasan pasal 77 menyatakan “yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung

 

Untuk lebih memperjelas wewenang Praperadilan, M. Yahya Harahap (2013:5) membahas secara rinci ketentuan Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP sebagai berikut: 

 

1.  Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan 

Wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada Praperadilan, Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya Penangkapan dan Penahahan.

Seorang tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan dan penahanan, dapat meminta kepada  Praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya. Tersangka dapat mengajukan pemeriksaan kepada Praperadilan, bahwa tindakan penahanan yang dikenakan pejabat penyidik bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP atau penahanan yang dikenakan sudah melampaui batas waktu yang ditentukan Pasal 24.

 

2.  Memeriksa sah atau tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan

Pada bagian penyidikan dan penuntutan, baik penyidik maupun penuntut umum berwenang menghentikan pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Mengenai alasan penghentian yaitu hasil pemeriksaan penyidikan atau penuntutan tidak cukup bukti untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan atau apa yang disangkakan kepada tersangka bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran tindak pidana. akan tetapi tidak menutup kemungkinan penghentian penyidikan atau penuntutan sama sekali tidak beralasan. Untuk itu terhadap penghentian penyidikan, undang-undang memberi hak kepada Penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan pemeriksaan kepada Praperadilan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan tersebut. Demikian pula sebaliknya, penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan pemeriksaan sah atau tidaknya penghentian penuntutan kepada Praperadilan.

 

3.  Memeriksa Tuntutan Ganti Rugi

Pasal 95 mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang diajukan tersangka, keluarganya atau Penasihat hukumnya kepada Praperadilan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka berdasarkan alasan:

  1. Karena penangkapan dan penahanan yang tidak sah,
  2. Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang,
  3. Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan atau diperiksa. 

 

4.  Memeriksa Permintaan Rehabilitasi

Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau Penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan oleh undang-undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan di sidang pengadilan.