Upah Pekerja Yang Dirumahkan Akibat Covid-19
@ilustrasi

Upah Pekerja Yang Dirumahkan Akibat Covid-19

Litigasi - Penyebaran virus Covid-19 yang semakin masif di beberapa daerah di Indonesia. Membuat beberapa perusahaan mengambil langkah untuk merumahkan sebagian maupun secara keseluruhan para pekerjanya untuk sementara waktu, bahkan sampai ada tindakan dari perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja. Merumahkan pekerja/buruh merupakan salah satu cara yang mungkin cukup efektif bagi perusahaan untuk mengurangi pengeluaran perusahaan karena berkurangnya kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan. Pemaknaan merumahkan pekerja/buruh terdapat dua keadaan yang melatarbelakanginya, baik merumahkan untuk pemutusan hubungan kerja dan merumahkan bukan untuk pemutusan hubungan kerja.   

Merumahkan pekerja untuk pemutusan hubungan kerja sebelumnya telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Kepada Pimpinan Perusahaan di Seluruh Indonesia Nomor: SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal. Yang mana menjelaskan bahwa dalam hal suatu perusahaan mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenagakerjaan, maka pemutusan hubungan kerja haruslah merupakan upaya terakhir, setelah melakukan hal meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.

ads

Kemudian merumahkan bukan untuk pemutusan hubungan kerja sebelumnya telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 tentang Upah Pekerja Yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja. dalam penjelasannya menyatakan bahwa “Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama”. Akan tetapi dalam Surat Edaran ini terdapat alternatif bagi perusahaan yang membayar upah pekerja tidak secara penuh, maka harus dirundingkan terlebih dahulu dengan pihak serikat pekerja dan/atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan.

Namun di tengah pandemi Covid-19 seperti ini, merumahkan pekerja/buruh disaat ini tentu harus melihat aspek yang lebih penting lagi mengenai kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan hidup pekerjanya yang selalu berkaitan dengan upah yang pekerja terima dari perusahaan. Meskipun Pemerintah melalui Menteri Ketenegakerjaan pada tanggal 17 Maret 2020 telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor: M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh Dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan Dan Penanggulangan Covid-19. Dimana dalam Surat Edaran tersebut pada pokoknya menyatakan dikarenakan semakin meningkatnya penyebaran Covid-19 di beberapa wilayah Indonesia dan memperhatikan pernyataan resmi World Health Organization (WHO) yang menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global, maka perlu dilakukan langkah-langkah guna melindungi pekerja/buruh serta kelangsungan usaha. Berkaitan dengan itu diminta kepada para gubernur untuk “Melaksanakan Pelindungan Pengupahan Bagi Pekerja/buruh Terkait Pandemi Covid-19”, yang diantaranya yaitu:

ads

  1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) terkait Covid-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 (empat belas) hari atau sesuai standar kementerian kesehatan, maka upahnya dibayar secara penuh;
  2. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek Covid-19 dan dikarantina/diisolasi menurut ketarangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi;
  3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit Covid-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan;
  4. Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.

Melihat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan, penjelasan pada poin 4 dapat menimbulkan dilematis bagi pekerja, karena terdapat perubahan besaran pembayaran upah pekerja/buruh yang dirumahkan atau tidak masuk kerja. Hal tersebut harus dirundingkan terlebih dahulu melalui kesepakatan antara pekerja/buruh dengan perusahaaan, artinya pengusaha dengan pekerja melakukan pembaharuan kesepakatan mengenai upah dengan tidak menutup kemungkinan untuk sementara waktu mengenyampingkan upah pekerja yang telah disepakati sebelumnya. Jika melihat kondisi perekenomian saat ini tentunya besaran pembayaran upah pekerja oleh perusahaan tidak sesuai lagi dengan kesepakatan besaran upah yang telah disepakati di awal (irv).