Tata Cara Penangguhan Penahanan Tersangka atau Terdakwa
@ilustrasi

Tata Cara Penangguhan Penahanan Tersangka atau Terdakwa

Litigasi -  Penegak hukum, dalam hal ini Polisi Republik Indonesia, Kejaksaan dan Hakim diberikan oleh undang-undang kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa. Alasan dilakukannya penahanan itu, disamping telah cukup kuat dugaan seseorang melakukan tindak pidana juga terdapat alasan dikhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, menghilangkan atau merusak barang bukti dan mengulangi tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya.

Penahanan juga bertujuan untuk mempermudah atau memperlancar proses pemeriksaan, mejamin kehadiran tersangka atau terdakwa ketika diperlukan dalam setiap tahapan proses hukum, sejak pemeriksaan di penyidik hingga persidangan di pengadilan.

ads

Yang dimaksud dengan Penahanan dapat dilihat di dalam  Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni “Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Tempat tertentu yang dimaksud dalam Pasal diatas adalah Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau di Ruang Tahanan Polri (RTP) pada proses penyidikan.

Baca juga; Masa Penahanan Menurut KUHAP

Pada prinsipnya penahanan itu bukan suatu kewajiban bagi penegak hukum, bisa saja penegak hukum tidak melakukan penahanan, hal itu sebagaimana dimaksud oleh Pasal 21 ayat (4) KUHAP. Sehingga dalam mengambil kebijakan apakah akan atau tidak melakukan penahanan penegak hukum terikat kepada syarat-syarat subjektif dan objektif.

Dalam status tahanan yang sedang dijalani oleh tersangka atau terdakwa, penegak hukum diperkenankan oleh KUHAP untuk melakukan penangguhan penahanan. Sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang menyatakan:

Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut atau hakim, sesuai dengan kewenangannya masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan”

Penangguhan penahanan tidak dihitung sebagai masa tahanan, atau bermakna bahwa tersangka atau terdakwa tidak menjalani masa tahanan, jika nantinya terhadap tersangka atau terdakwa dijatuhi putusan pemidanaan berbentuk pidana penjara maka tidak ada pemotongan dengan masa penahanan. Berbeda jika tersangka atau terdaka ditahan maka masa penahanan yang dijalani itu dikurangkan dengan masa pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya.

ads

Disamping itu penangguhan penahanan dilakukan dengan syarat yang ditentukan, maksudnya bahwa penangguhan penahanan itu dipersyaratkan bagi tersangka atau terdakwa untuk menjalani “wajib lapor, tidak keluar rumah dan tidak ke luar kota”.

Hal itu sesuai dengan isi Penjelasan Pasal 31 KUHAP yang menegaskan Yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.

Penangguhan itu dilakukan karena adanya permintaan tersangka atau terdakwa yang disetujui oleh pejabat yang mengeluarkan kebijakan penahanan dengan syarat yang ditentukan. Pada tingkat penyidikan maka permohonan diajukan kepada pejabat penyidik atau atasan penyidik, tingkat penuntutan dimohonkan kepada Jaksa Penuntut Umum atau atasannya, dan pada tingkat persidangan permohonan ditujukan kepada hakim yang menyidangkan perkara dimaksud.

Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan (hal. 215) Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “berdasarkan syarat yang ditentukan”. Dari Bunyi Kalimat ini, Penetapan syarat oleh instansi yang memberi penangguhan adalah faktor yang menjadi dasar dalam pemberian penangguhan penahanan. Tanpa adanya syarat yang ditetapkan lebih dalu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan”.

Itulah syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan penahanan membebankan kepada tahanan untuk melapor kepada pejabat yang mengabulkan penangguhan penahahn, contohnya tersangka atau terdakwa harus melapor pada 3 kali dalam seminggu dengan menandatangani bukti kedatangannya itu.

ads

Sementara itu, jaminan penangguhan penahanan dapat berupa uang yang diserakan ke Panitera Pengadilan Negeri setempat ataupun jaminan orang dengan membuat surat pernyataan jaminan diri dan berita acara. Sesuai isi pasal Pasal 31 ayat (1) KUHAP diatas mekanisme pemenuhan prasyarat jaminan penangguhan penahanan digariskan di dalam PP No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHSP, adapun Jaminan yang menjadi syarat antara lain sebagai berikut:

a. Jaminan Uang diatur dalam Pasal 35 PP Nomor 27 tahun 1983 yang berbunyi sebagai berikut:

  1. Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri;
  2. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara. 

b. Jaminan Orang diatur diatur dalam Pasal 35 PP Nomor 27 tahun 1983 yang berbunyi sebagai berikut:

  1. Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan;
  2. Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri;
  3. Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.

Uang jaminan dimaksudkan sebagai langkah antisipatif agar tersangka atau terdakwa tetap mengikuti proses hukum yang sedang dijalani, tidak mempersulit dan tidak memperlambat, contohnya agar tidak melarikan diri. Konsekwensi bagi tersangka atau terdakwa yang melarikan diri, selama lewat dari 3 (tiga) bulan dicari-cari tidak diketemukan atau dapat dimaknai tidak mengikuti proses hukum dengan penuh kepatuhan maka uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetorkan ke kas negara. Sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 35 ayat (2) PP Nomor 35 tahun 1983. (hj)