Sidang Kasus Penggelapan Seret Bos Hotel di Medan
Bos LJ Hotel, Abdul Latief yang menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Medan.

Sidang Kasus Penggelapan Seret Bos Hotel di Medan

Litigasi - Bos LJ Hotel, Abdul Latief yang terjerat kasus penipuan dan penggelapan uang sewa tanah dan bangunan hotel senilai Rp 4,5 Miliar, mulai disidangkan. Bos LJ Hotel yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No.17 A Medan ini duduk di kursi persidangan atas laporan saksi korban, Tatarjo Angkasa. 
 
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa penuntut umum (JPU) Febrina Sebayang, di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (15/4/2020) sore, kasus ini bermula saat saksi korban Tatarjo berniat untuk menjual tanah dan bangunan miliknya di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur. Melalui Siswanto Thio dan Asen, saksi korban akhirnya diperkenalkan dengan terdakwa yang mengaku profesional dalam mengelola perhotelan. 
 
Terdakwa Abdul Latief kemudian mengutarakan niatnya untuk menyewa tanah dan bangunan milik saksi korban. Selanjutnya terjadi pertemuan dan perbincangan antara saksi korban dan terdakwa membahas tentang sewa tanah di kantor usaha Siswanto Tio pada 2017 silam.
 
Dalam pertemuan itu, terdakwa meyakinkan kepada saksi korban bahwa ia memiliki usaha perhotelan, mempunyai jual beli permata dan tabungan di Swiss hingga keuntungan miliaran rupiah. Saksi korban mulai tertarik oleh rayuan terdakwa, hingga menyatakan sistem persewaan kepada terdakwa. 
 
"Setelah pertemuan tersebut, selanjutnya Tatarjo Angkasa dengan terdakwa membuat kesepakatan sewa-menyewa tanah dan bangunan di Kantor Notaris dalam suatu perjanjian sewa menyewa Nomor 2 tanggal 2 Agustus 2017," ungkap Jaksa. 
 
Disepakatilah dalam isi perjanjian kontrak selama 8 tahun, terhitung 2017 hingga 2025 yang dilakukan dengan 8 tahap pembayaran. Terdakwa Abdul Latief selanjutnya melakukan pembayaran sewa bulan pertama Juli 2017 sebesar Rp200 juta. Hingga bulan keenam terdakwa masih lancar membayar sewa dengan jumlah bervariasi. 
 
"Namun setelah itu, Abdul Latief tidak lagi ada membayar uang sewa kepada Tatarjo dengan alasan tagihan konsumen belum banyak ditagih," kata Jaksa. 
 
Setelah terdakwa tidak pernah lagi membayar uang sewa tanah dan bangunan sejak Januari 2018, sampai dengan laporan ini dibuat pada Desember 2018, saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp4,5 miliar. 
 
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana pasal 378 KUHPidana," pungkas Jaksa. 
 
Usai pembacaan dakwaan, penasihat hukum terdakwa langsung mengajukan eksepsi. Majelis hakim yang diketuai Erintuah Damanik, akhirnya menunda sidang hingga Kamis (16/4/2020) besok, dengan agenda eksepsi.
 
Diketahui, dalam kasus ini Abdul Latif sempat masuk DPO Poldasu selama 8 bulan, dan tertangkap oleh pihak Imigrasi Klas I Khusus TPI Bandara Soekarno Hatta pada 27 Februari 2020 lalu, saat akan berangkat ke luar negeri menggunakan maskapai KLM Royal Dutch Airlines nomor penerbangan KL 810 tujuan Kuala Lumpur. (zul)