Sejauh Apa Tanggungjawab Pemegang Saham atas Kerugian Perseroan
Bambang Santoso, SH., MH., managing partner pada Law Firm BSP.

Sejauh Apa Tanggungjawab Pemegang Saham atas Kerugian Perseroan

Oleh; Bambang Santoso, SH., MH.*

Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan usaha persekutuan modal yang dikonfersikan dalam bentuk saham. Besar kecilnya saham sangat mempengaruhi perolehan deviden, hak suara, hak lainnya dan kewenangan pengendalian perseroan. Diantara klasifikasi saham ada saham biasa dan preferen, atau dalam percakapan sehari-hari tersebutkan saham minoritas, saham mayoritas, saham utama yang masing-masing memiliki kewajiban dan hak tertentu.

Ketentuan di dalam Penjelasan Pasal 53 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menyebutkan jenis “saham biasa” maksudnya adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.

Yang perlu digarisbawahi ada tiga hak yang melekat kepada “saham biasa” yakni; Pertama hak suara, Kedua hak menerima deviden atau keuntungan dan Ketiga hak menerima sisa kekayaan hasil likuiditas.

Disamping itu, dibenarkan untuk menetapkan klasifikasi saham sesuai besar kecilnya saham yang darinya ditetapkan hak dan kewenangan pemegang saham. Semakin besar modal yang disetorkan semakin besar pula hak dan kewenangan pemegang saham atas perseroan, begitu pula sebaliknya. Klasifikasi itu dituangkan di dalam anggaran dasar perseroan, setiap perubahan pemegang saham harus dilakukan perubahan anggaran dasar dan harus diberitahukan ke Kementrian Hukum & HAM paling lama waktu 30 (tiga puluh) hari. Hal itu dapat dilihat di dalam Pasal 53 ayat (4) UUPT, klasifikasi saham sesuai haknya terdiri dari:

  1. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
  2. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
  3. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;
  4. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
  5. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.

Pemegang saham tidak terlibat dalam menjalankan perseroan tetapi dapat melakukan monitoring dan evaluasi. Kebijakan atau keputusan pemegang saham dilakukan melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan secara perseorangan. Contohnya, penggantian direksi atau penggantian dewan komisaris tidak dilakukan oleh pemegang saham secara perseorangan, tetapi diputuskan di dalam RUPS dengan mekanisme dan kuorum sesuai ketentuan UUPT.

Kewenangan menjalankan perseroan berada di tangan direksi. Menegerial, pengelolaan usaha, pengelolaan kuangan dan aset, peningkatan sumber daya perseroan dan pengurusan perseroan sehari-hari di bawah tanggungjawab direksi. Hal itu sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 92 (1) dan ayat (2) UUPT yang menyatakan direksi bertanggungjawab menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai maksud tujuan perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang tepat, dalam batas kewenangan yang diberikan di dalam anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan.

Pengurusan wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan i'tikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Kemudian timbul pertanyaan apakah pemegang saham dibebani tanggungjawab hukum ketika perseroan mengalami kerugian saat direksi menjalankannya? Perjanjian-perjanjian yang dibuat atas nama perseroan dan menuntut pemenuhan prestasi berupa pembayaran uang dapatkah pemegang saham dituntut untuk memenuhi perikatan/perjanjian itu?

Pada prinsipnya di dalam UUPT bahwa pertanggungjawaban hukum pemegang saham atas kerugian perseroan bersifat terbatas pada jumlah saham yang dimiliki (limited liability), tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi (personal liability). Misalkan, direksi dalam menjalankan perseroan mengalami kerugian dan menimbulkan hutang kepada kreditur maka pemegang saham hanya dapat dibebani membayar sesuai jumlah sahamnya, dan tidak bisa harta kekayaan pribadi pemegang saham ditarik untuk membayar hutang perseroan.  

Seperti telah ditegaskan diatas bahwa perseroan merupakan persekutuan modal yang dipisahkan, pemisahan antara modal yang telah disetorkan ke dalam perseroan dengan harta benda milik pribadi pemegang saham. Perseroan tidak menganut pencampuran aset. Sejak berdirinya perseroan dan telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum dari Kemenkumham maka lahir pula badan hukum yang merupakan entitas hukum (legal entity) sendiri. Pengelolaan dan pengurusan perseroan serta aset-aset perseroan terpisah dengan aset pribadi para pemegang saham (separate).  Sehingga tepatlah tanggunjawab pemegang saham bersifat terbatas (limited liability). Tegasnya seperti yang dinyatakan di dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT yakni:

Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) itu kemudian mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar sahamnya, tidak meliputi harta kekayaan pribadi.

Jadi ini harus difahami kreditur dan pihak ketiga sehingga tidak memaksa pelunasan piutang dengan upaya menarik harta benda milik pribadi pemegang saham. Kreditur harus berhati-hati, mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya tentang aset perseroan, khususnya kreditur lembaga perbankan dalam menyalurkan kredit agar terhindari dari kerugian.    

Kurniawan, dalam Jurnalnya berjudul “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum Positif” menjelaskan hukum perseroan seperti yang dirumuskan pada Pasal 3 ayat (1) UU PT, secara imajiner membentangkan tembok pemisah antara perseroan dengan pemegang saham untuk melindungi pemegang saham dari segala tindakan, perbuatan dan kegiatan perseroan berupa:

  1. Tindakan, perbuatan dan kegiatan perseroan, bukan tindakan pemegang saham.
  2. Kewajiban dan tanggung jawab perseroan bukan kewajiban dan tangung jawab pemegang saham. Jika demikian halnya, perseroan sebagai badan hukum, adalah makhluk hukum (a creature of the law) yang memiliki hal-hal berikut:
  • Kekuasaan (power) dan kapasitas yang dimilikinya karena diberikan hukum kepadanya, dan berwenang berbuat dan bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan, dalam Anggaran Dasar (AD).
  • Mempunyai kekuasaan diatur secara tegas (express power) seperti untuk memiliki kekayaan, menggugat, dan digugat tas nama perseroan.
  • Tetapi ada juga kekuasaan yang bersifat (implicit power) yakni berwenang melakukan apa saja, asal dilakukan secara reasonable dan penting (reasonably necessary) untuk perseroan, seperti menguasai atau mentransfer barang, meminjamkan uang, memberi sumbangan, dan sebagainya.

Keputusan dan kebijakan pemegang saham diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tidak dilakukan secara perseorangan. RUPS memiliki kewenangan yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris, contohnya mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris, melakukan merger, akuisisi dan lain-lain.

Pemegang saham tidak terafiliasi dalam operasional perseroan. Dengan demikian tak dibenarkan seorang dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham campur tangan melakukan tugas-tugas pengurusan perseroan yang telah dimandatkan dan didelegasikan kepada direksi. Kewenangan telah diatur secara yuridis, campur tangan yang intens berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest), lebih jauh dapat menimbulkan kesenang-wenangan dan pemanfaatan aset-aset perseroan untuk kepentingan pribadi.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pertanggungjawaban pemegang saham bersifat terbatas (limited liability) pada jumlah sahamnya dan tidak bersifat pribadi.

Tetapi tanggungjawab itu dapat hapus jika pemegang saham melakukan campur tangan hingga memanfaatkan aset perseroan untuk kepentingan pribadi, dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi, atau malah perseroan belum mendapat pengesahan sebagai badan hukum. Hal itu membuka pintu bagi pemegang saham untuk dimintai pertanggungjawaban yang tidak terbatas bahkan pertanggungjawaban secara pribadi.

Berkaitan tentang itu perlu dicermati Pasal 3 ayat (2) UUPT, dinyatakan ketentuan limited liability sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) UUPT hapus atau tidak berlaku apabila:

  1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
  2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
  3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
  4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

UUPT telah memberi batasan kewenangan beserta tanggungjawab hukum kepada organ-organ perseroan yang harus mempedomani agar kepentingan perseroan terlindungi, maksud dan tujuan perseroan dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Pengelolaan perseroan sedemikian rupa harus dimenegemeni secara profesional dan merujuk kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governence (GCG).

 

*Penulis adalah Advokat dan Managing Partner pada Law Firm Bambang Santoso & Partner (BSP)