Recidive Dasar Memperberat Hukuman

Recidive Dasar Memperberat Hukuman

Recidive atau pengulangan tindak pidana terjadi dalam hal seseorang yang melakukan suatu tindak pidana telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang tetap (in krachvan gewijsde), kemudian melakukan suatu tindakan pidana lagi. Jadi, dalam recidive, sama halnya dengan concursus realis, seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana. Perbedaannya ialah bahwa pada recidive sudah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, berupa pemidanaan terhadap tindak pidana yang dilakukan terdahulu atau sebelumnya. Recidive merupakan alasan untuk memperkuat pemidanaan terhadap seorang  terdakwa yang mengulangi perbuatan pidananya dengan cara memperberat hukuman.

Pemberatan pidana  terhadap pelaku recidive terdiri atas dua sistem, diantaranya sebagai berikut :

a. Recidive umum

Menurut sistem  ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dapat dilakukan kapan saja, sehingga merupakan alasan untuk pemberatan pidana. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana yang dilakukan maupun tenggang waktu pengulangannya. Dengan tidak ditentukan tenggang waktu pengulangannya, maka dalam sistem ini tidak ada daluarsa recidive.

b. Recidive khusus

Menurut sistem ini, tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu pula.

Eva Achjani Zulfa juga menjelaskan dalam bukunya. Adapun persyaratan recidive kejahatanserta pemberatan pidana di dalam sistem recidive.

Untuk lebih memperjelas persyaratan recidive, berikut adalah syarat-syaratnya :

1)  Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu.

Misalnya : kelompok jenis kejahatan mengenai penghinaan terhadap presiden (Pasal 134 KUHP), kemudian penghinaan terhadap  kepala negara sahabat (Pasal 142- 144 KUHP) dan penghinaan terhadap orang pada umumnya (Pasal 310 – 321 KUHP).

2)  Kejahatan yang kemudian (yang diulangi) dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu, harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang berkekuatan hukum tetap.

3)  Pidana yang pernah dijatuhkan hakim terdahulu harus berupa pidana penjara. Dengan adanya syarat ketiga ini, maka tidak ada alasan recidive untuk pemberatan pidana apabila pidana yang dijatuhkan hakim terdahulu berupa pidana kurungan atau pidana denda.

4)  Ketika melakukan pengulangan, tenggang waktunya adalah sebagai berikut:

  • Belum lewat 5 tahun;
  • Belum lewat tenggang waktu daluarsa kewenangan menjalankan pidana;
  • penjara yang terdahulu. 

Selanjutnya,  terhadap perbuatan pengulangan tindak pidana  yang dilakukan terdakwa maka timbul sanksi hukum yang harus diterima berupa pemberatan pidana. mengenai pemberatan pidana dalam sistem recidive, berikut penjelasanya:

a)  Dapat diberikan pidana tambahan berupa pelarangan atau pencabutan hak untuk menjalankan mata pencahariannya (untuk delik-delik yang pengulangannya dilakukan pada waktu menjalankan pencahariannya);

b)  Pidananya dapat ditambah sepertiga;

c)  Pidana penjaranya dapat dilipatkan dua kali, yaitu khusus untuk Pasal 393 dari 4 bulan 2 minggu menjadi 9 bulan penjara.

Dengan demikian, pemberatan pidana hukuman terhadap seorang recidive merupakan salah satu cara untuk memberikan efek jerah bagi pelaku tindak pidana yang sering mengulangi tindak pidana sebelumnya atau terdahulu.