SPBU Curang Harus Dipidana & Dicabut Izinnya

SPBU Curang Harus Dipidana & Dicabut Izinnya

Medan - Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang melakukan kecurangan takaran harus dipidana dan dicabut izin usahanya karena penyegelan tidak cukup memberikan efek jera bagi SPBU nakal yang selama ini melakukan kecurangan.

Penegasan ini disampaikan Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Padian Adi Siregar dalam rilisnya yang diterima wartawan, Rabu (16/1/2019), menyikapi penyegelan yang dilakukan Kementerian Perdagangan terhadap SPBU 14201138 di Jalan Ringroad Gagak Hitam, Medan, Sumatera Utara (Sumut), yang diduga melakukan kecurangan dengan cara mengurangi takaran.

"Penyegelan SPBU yang dilakukan Kementerian Perdagangan idealnya merupakan tamparan keras terhadap lemahnya pengawasan metrologi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan Pemko Medan. Patut diduga Pemprovsu atau Pemko Medan tidak melakukan tera ulang pada SPBU di Kota Medan, apalagi sudah menjadi rahasia umum beberapa SPBU dicap masyarakat takarannya tidak pas, khususnya SPBU yang berada kawasan barat Kota Medan," katanya.

Idealnya, sambung Padian, penyegelan yang dilakukan jangan hanya pada satu atau dua SPBU, tapi juga harus dilakukan pemeriksaan pada semua SPBU agar masyarakat terhindar dari kerugian akibat takaran tidak pas. "Tentu sangat merepotkan konsumen harus mengisi BBM di SPBU COCO milik Pertamina karena jumlahnya sangat terbatas dan jarak yang sangat jauh dari pemukiman. Pertamina juga sebagai operator penyaluran BBM harus berperan aktif juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap SPBU nakal, jika perlu Pertamina tidak mendistribusikan BBM terhadap SPBU curang," bebernya.

Banyak keluhan masyarakat dari bibir ke bibir, sambungnya, biasanya berawal dari rasa curiga masyarakat saat mengisi BBM di SPBU tertentu. Namun selama ini masyarakat kesulitan untuk membuktikan kecurigaannya tersebut. Masyarakat mengadu hanya berdasarkan kecurigaan. 

"Ini agak susah dipastikan‎. Paling biasanya isi 2 liter, di indikator bensin biasanya segini, ini kok cuma sampai sini. Atau beli sekian liter biasanya cukup untuk berapa hari, ini kok sudah habis," bebernya.

Pihak luar, imbuhnya, selain pemerintah dan stakeholder metrologi juga kesulitan untuk melakukan pengujian terhadap alas takar BBM di SPBU karena tidak ada akses. "Membuktikan takaran curang juga agak susah dilakukan karena tidak bisa pakai tangki, tapi pakai alat ukur. Jadi mestinya badan metrologi, bagaimana mekanisme pengawasannya. Kalau secara prosedural setiap enam bulan alat ukurnya harus diperiksa. Kalau ada temuan seperti ini bisa lakukan pemeriksaan tambahan," paparnya lagi.

Pertamina, kata Padian, harus berani memutus distribusi penyaluran BBM ke SPBU yang melakukan kecurangan takaran. Pertamina bersama Pihak Metrologi harus melakukan tera ulang secara periodik untuk menghindari kecurangan lanjutan terjadi di SPBU lain yang terindikasi juga melakukan kecurangan.

"Kerugian miliaran yang diderita konsumen, pemerintah harus hadir memulihkan kerugian konsumen dengan menuntut pelaku usaha mengganti kerugian baik penerapan kebijakan atau melalui tuntutan secara hukum," tegasnya.

Tindakan yang dilakukan, katanya lagi, terkesan daluarsa setelah konsumen mengalami kerugian miliaran rupiah, karena jika dilakukan upaya pengawasan secara periodik dan cepat merespon pengaduan atau keluhan konsumen maka SPBU yang curang akan mudah terdeteksi dan dilakukan tindakan.

"Tentu pengawasan SPBU menjadi tugas bersama tidak hanya Pertamina karena yang berwenang melakukan penyidikan dan meneruskan pemidanaan adalah kewenangan PPNS Metrologi. Jadi, alibi Disperindag tidak boleh diterima merupakan kesalahan Pertamina semata, jadi penemuan SPBU nakal harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan termasuk Pemko Medan," tutupnya. 

Diketahui, pihak Kementerian Perdagangan menyegel SPBU 14201138 di Jalan Ringroad Gagak Hitam, Medan, Selasa (15/1/2019). Tindakan itu diambil karena pihak SPBU itu kedapatan mengoperasikan alat pengisi bahan bakar minyak (BBM) tidak sesuai ketentuan.

Penyegelan dilakukan setelah Pengawas Kemetrologian Direktorat Metrologi, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan melakukan inspeksi mendadak ke lokasi itu.

Tim menemukan dugaan kecurangan dengan cara mengurangi takaran. Pada enam unit pengisi BBM (nozzle) jenis solar ditemukan tingkat kesalahan rata-rata mencapai -0,83 persen. Artinya, jumlah yang tertera pada layar kurang dari apa yang dikeluarkan.

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Veri Anggriono Sutiarto mengatakan, petugas pengawas menemukan indikasi kelalaian atau kesengajaan pemilik SPBU. Mereka dinilai membiarkan penyimpangan pengukuran dengan tidak melaporkannya kepada Unit Metrologi Legal Kota Medan.

Seharusnya berdasarkan standard operating procedure (SOP) yang ditetapkan Pertamina, setiap pagi sebelum transaksi BBM, pihak SPBU harus memastikan bahwa seluruh pompa ukur memiliki tingkat kesalahan tidak lebih dari 0,5 persen.

"Jika angka kesalahannya lebih dari 0,5 persen pengusaha SPBU wajib melapor kepada Unit Metrologi Legal setempat untuk dilakukan tera ulang," kata Veri di sela-sela penyegelan SPBU 14201138. 

Tindakan pelaku SPBU ini melanggar UU No.2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (UUML) Pasal 25 huruf e. Ancamannya denda paling tinggi Rp1 juta dan atau kurungan paling lama satu tahun. Tindakan itu juga dapat dikenakan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman maksimal Rp2 miliar atau penjara paling lama lima tahun. (asw)