Pesiden Harus Evaluasi Menkumham
Dr. Azmi Syahputra SH., MH.

Pesiden Harus Evaluasi Menkumham

Oleh; Dr. Azmy Syahputra SH., MH.*

Tidak satu frekwensinya Menteri Hukum dan HAM yang beberapa hari lalu terkait wacana akan  merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, beliau mewacanakan meninjau aturan asimilasi dan remisi bagi narapidana, khususnya narapidana tindak pidana korupsi. Wacana itu sempat membuat suasana gaduh di publik karena dalam salah satu agenda revisi PP itu diindikasikan akan melakukan pembebasan narapidana tindak pidana korupsi dalam bentuk pemberian asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), remisi, Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan cuti mengunjungi keluarga.

Wacana itu tidak sejalan dengan agenda Presidan Jokowi yang tegas menyatakan tidak ada revisi PP No. 9 tahun 2012 itu. Seperti pernyataan Presiden yang dikutip dari tirto.id, menyatakan: "Saya hanya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. Jadi mengenai PP 99/2012 perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," tutur Jokowi dalam rapat, Senin (6/4/2020).

Karenanya Presiden Jokowi harus tegas untuk mengingatkan menterinya tidak mengambil jalan kebijakan sendiri-sendiri seperti itu. Ini demi kepentingan dan kelancaran roda Pemerintahan Indonesia. Orang yang dipilih dan ditunjuk Presiden harus sadar posisi, bila mengeluarkan kebijakan agar tidak yang membuat kegaduhan di tengah masyarakat  karena berdampak pada kinerja dan kewibawaan Presiden, dan menarik konsentrasi masyarakat menyoroti hal tersebut, jadi akan membuang energi dan tidak efektif, padahal kali ini bangsa ini sedang konsentrasi memikirkan lepas dari pendemi Covid-19.

Jika Perlu  ambil langkah tegas, Presiden layak mengevaluasi Menteri Hukum dan Ham yang kesannya mengeluarkan wacana  kebijakan sendiri atau jalan sendiri, atau dapat diduga tidak satu komando dengan Presiden, akan kurang pas terlihat kalau ada anggapan Presiden dikoreksi Menteri, sehingga Presiden harus  tunjukkan dan ambil fungsi dan kedudukan tongkat komando tertinggi dan kewibawaan pemerintahan.

*Penulis adalah Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia & Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno