MUI Tetapkan Haram Terhadap Vaksin MR

MUI Tetapkan Haram Terhadap Vaksin MR

Kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Menjaga kesehatan masyarakat merupakan salah satu tugas pemerintah selaku pemangku kepentingan di bidang kesehatan. Hal ini juga merupakan amanah Konstitusi dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945  yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Melihat cita-cita UUD 1945 tersebut, memang sudah sepantasnya pemerintah memperhatikan pelayanan kesehatan serta kondisi kesehatan masyarakatnya.

Hal ini dilakukan  oleh Kementerian kesehatan sebagai perwakilan pemerintah dengan menjalankan program  terkait imunisasi MR (Measless dan Rubella) yang bertujuan untuk mewujudkan eliminasi campak dan mengendalikan penyakit rubella serta kecacatan bawaan akibat rubella pada tahun 2020. Vaksin MR adalah kombinasi vaksin campak atau Measless (M) dan Rubella (R). Pelaksanaan vaksin MR dikarenakan ganasnya virus campak dan rubella yang dapat menyerang ibu-ibu hamil  maupun anak-anak yang kondisinya  kini semakin mengkhawatirkan. Untuk itu Kementerian kesehatan mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi dan melaksanakan Vaksin MR tersebut.

Namun langkah pemerintah melakukan Vaksin  massal MR menuai polemik yang berkepanjangan dikalangan masyarakat. Hal ini terkait dengan belum jelasnya status kehalalan  Vaksin MR tersebut serta adanya  timbul korban yang diduga disebabkan oleh vaksin MR tersebut. Mengenai satatus kehalalan  vaksin MR dalam penggunaannya. Mengingat penduduk masyarakat Indonesia mayoritas islam yang akan menggunakan vaksin tersebut, sementara India merupakan negara pengimpor vaksin tersebut merupakan negara yang mayoritas non-muslim (hindu). hal inilah yang menimbulkan polemik dikalangan masyarakat dan  masih menunggu kejelasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Terkait dengan halal dan haramnya suatu produk yang masuk ke wilayah indonesia, maka tugas Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP-POM-MUI) yang berwenang untuk meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan produk kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari segi kesehatan maupun dari sisi pengajaran agama islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat muslim khususnya yang ada di wilayah Indonesia.

Kemudian terkait dengan kehalalan suatu produk asing yang masuk ke wilayah indonesia, UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal juga menjamin terkait kehalalan suatu produk. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 yang menyatakan bahwa “Produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”.  Artinya produk asing yang masuk ke wilayah Indonesia, harus berlabel Halal. Sebagaimana sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI.

Setelah sekian lama menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat, terkait dengan status halal dan haram dalam penggunaan Vaksin MR tersebut, akhirnya status terhadap  penggunaan vaksin MR mulai menemui titik terang, hal ini setelah dilakukan rapat pleno senin malam, 20 Agustus 2018  oleh MUI  terkait dengan sertifikasi label halal vaksin MR tersebut. Dan hasilnya keputusan tersebut dituangkan kedalam Fatwa MUI No. 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR (Measless Rubella) produk dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi. Adapun isi keputusan Fatwa MUI  yaitu  “MUI menetapkan bahwa penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi dan organ tubuh manusia”. Namun MUI juga menetapkan bahwa menggunakan Vaksin MR ini masih diperbolehkan karena tiga hal:

  1. Penggunaan Vaksin MR dari Serum Institute of India (SII), pada saat ini dibolehkan (mubah), karena ada kondisi keterpaksaan (dharurat syar’iyyah);
  2. Kemudian belum ditemukannya Vaksin MR yang halal dan suci; dan
  3. Ada keterangan ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.

Dengan keluarnya Fatwa MUI terkait dengan status Vaksin MR, hal ini dapat meminimalisir  kekhawatiran masyarakat  mengenai status Vaksin MR tersebut. Meskipun belum sepenuhnya menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat.

Setelah status Vaksin MR, ada tugas berikutnya yang harus diselesaikan oleh Pemerintah yaitu terkait dengan keamanan Vaksin MR tersebut. Hal ini dikarenakan, adanya korban yang berjatuhan di beberapa daerah, yang diduga diakibatkan oleh Vaksin MR tersebut. Seperti siswa SMPN 5 Takalar, Muh. Arfah (13) yang meninggal dunia usai diberi Vaksin MR, korban berasal dari lingkungan Batu Maccing, Kelurahan Bulukunyi, Kecamatan Polongbangkeng Selatan. Kemudian di Aceh, M. Helmi. Murid kelas dua Sekolah Dasar Negeri 1 Pasie Rawa, Kota Sigli, terpaksa tersungkur lemah tidak berdaya tidak lama setelah diberi Vaksin MR. Anak tersebut tidak bisa berjalan pasca disuntik Vaksin MR disekolahnya. Terhadap peristiwa tersebut Pemerintah harus bertanggungjawab terhadap korban yang diduga diakibatkan oleh program Vaksin MR dari pemerintah tersebut.

Melihat peristiwa tersebut di atas, hal ini dirasa bertolak belakang dengan Pasal 5 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakana bahwa “ Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau”. Namun, melihat peristiwa yang dialami oleh adik-adik kita, rasanya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah, rasanya teramat jauh dari kata aman, yang ada malah sebaliknya.

Selanjutnya, Undang-undang Kesehatan juga mengatur tentang tanggungjawab pemerintah dalam penyelenggaraan kesehatan, hal ini diatur dalam Pasal 19 Undang-undang kesehatan. Yang menyatakan  ”Pemerintah bertanggungjawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau”. Artinya, Pelaksanaan Vaksin MR yang dilakukan oleh pemerintah merupakan bentuk upaya kesehatan yang menjamin keamanan vaksin  tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, vaksin MR tersebut diduga malah menimbulkan korban dibeberapa daerah.  Terkait dengan hal itu pemerintah harus bertanggungjawab  atas peristiwa yang terjadi tersebut.

Dengan melihat peristiwa yang timbul akibat Vaksin MR tersebut. Pemerintah diharapkan mengambil langkah untuk menanggulangi masalah tersebut. Dimana pemerintah sesegera mungkin untuk  menyediakan ketersediaan Vaksin MR yang berstatus halal, karena hal ini menyangkut dengan kepentingan umat islam akan kebutuhan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal. Kemudian pemerintah juga dalam memberikan Vaksin MR, memberikan jaminan keamanan vaksin MR tersebut kepada masyarakat.