MK Putuskan Larang Calon DPD Jadi Pengurus Parpol

MK Putuskan Larang Calon DPD Jadi Pengurus Parpol

Litigasi - Banyak pengurus Partai Politik (Parpol) mencalonkan diri  menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pileg 2014 lalu dan 2019 nanti, dan banyak anggota DPD merangkap sebagai pengurus Parpol. Diamati sebanyak 78 dari 132 anggota DPD menjadi pengurus Parpol. Hal ini merupakan efek tidak adanya larangan di dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

ads

Anggota DPD adalah wakil perseorangan yang punya hak pengawasan terhadap otonomi di daerah. Di mana status anggota DPD pada saat mencalonkan diri adalah dari jalur perseorangan (Independen) bukan dari Parpol tertentu.

Hal ini menjadi polemik di tengah masyarakat. Sebab, tidak menutup kemungkinan anggota DPD yang berasal dari Pengurus Partai politik lebih serius menjalankan tugas politiknya di daerah dari pada melakukan pengawasan terhadap otonomi derahnya yang merupakan penampung aspirasi masyarakat di daerah.

Bagi yang pro anggota DPD dari pengurus partai politik, hal ini merupakan sinyal positif untuk menjadikan anggota DPD lebih piawai dalam berpolitik. Sebab hal ini kian mengakrabkan sekaligus memperbaiki hubungan antara institusi di DPR dengan DPD. Sebab dalam institusi DPD dan DPR merupakan anggota yang sama-sama berasal dari Partai politik tertentu. Sehingga diantara kedua institusi tersebut dapat meminimalisir konflik kepentingan antar partai serta menjadi kekuatan baru partai politik untuk melanggengkan kekuasaannya.

Namun bagi yang kontra, hal itu jelas merupakan bentuk kerakusan dari Parpol. Sebab, tujuan dibentuknya DPD ialah sebagai penyeimbang kekuatan Parpol di legislatif. Untuk itu dihadirkan calon anggota DPD berasal dari jalur perseorangan bukan dari Parpol. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, benar-benar sebagai wakil di daerah untuk melakukan pengawasan otonomi masing-masing bukan lagi mewakili kepentingan partai politknya di daerah.

ads

Penomena anggota DPD dari pengurus Parpol sepertinya akan segera berakhir setelah seorang Pemohon dari Perseorangan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 182 huruf l UU Pemilu, yang menyatakan bahwa:

Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 UU Pemilu dapat menjadi peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:

Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta Pekerjaan Lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf l menjadi pokok uji materil oleh pemohon dinilai mengandung ketidakjelasan makna dan dirasa bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang tidak memberikan kepastian hukum. Setelah jalan panjang, akhirnya MK memutuskan bahwa anggota DPD tidak boleh lagi rangkap jabatan dengan menjadi pengurus Parpol. Keputusan ini termaktub dalam Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang menyatakan “mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf l UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik”. 

Mahkamah juga menegaskan yang dimaksud dengan “pengurus partai politik” dalam putusan ini ialah pengurus mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi partai politik yang bersangkutan. Karena itu, anggota partai yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD pada Pemilu selanjutnya harus mengundurkan diri dari kepengurusan Parpol. MK juga berpendapat, karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, KPU diperkenankan menerima mereka sepanjang telah menyatakan mundur diri dari kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud. Untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan Pemilu  setelahnya yang menjadi peengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945.

Dengan demikian semakin jelaslah peran dari DPD sebagai wujud representasi daerah bukan dari kepentingan politik terselubung di daerah.