Lockdown & UU Kekarantinaan Kesehatan
@ilustrasi

Lockdown & UU Kekarantinaan Kesehatan

Oleh:  Arfan Adha Lubis, SH., MH.*

Belakangan ini istilah lockdown ramai diperbincangkan dipublik. Hal ini terkait merebaknya virus corona yang sudah menjadi pandemi dunia. Diakses dari merdeka.com (29/3./2020), jumlah positif corona atau Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 1.285, dengan perincian 64  orang dinyatakan sembuh dan 114 meninggal dunia. Khusus Sumut jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) berjumlah 4.064 (Waspada, 29/3/2020). Jumlah kasus positif corona di Sumut 14 kasus, dan 77 orang pasien dalam pengawasan (PDP), sebagaimana dikemukakan jubir Gugus Tugas COVID-19 Sumut Mayor Kes Whiko Irwan (detik.com). Masih dilansir dari detik.com, pasien terkait Corona meninggal di Sumut, berjumlah 3 orang, 2 diantaranya berstatus PDP, dan 1 lagi positif corona.

Penyebaran virus corona yang begitu signifikan, membuat sejumlah pihak termasuk DPR mendesak Presiden Jokowi untuk segera menerapkan kebijakan lockdown. Hal ini dimaksudkan mempersempit akses penyebaran Covid-19. Dikutip dari wikipedia, Lockdown adalah penerapan karantina terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang, baik masuk maupun keluar wilayah tersebut, untuk tujuan tertentu yang mendesak. Kebijakan karantina wilayah ditetapkan oleh suatu negara yang mengalami keadaan darurat seperti perang atau wabah penyakit menular. Istilah ini banyak dikenal akibat adanya pandemi penyakit koronavirus 2019 (Wikipedia.org).

Lockdown merupakan istilah lain dari karantina. Dalam UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, ada empat jenis pembatasan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Mendagri Tito Karnavian, Pertama; karantina rumah, artinya orang tidak boleh keluar rumah. Misalnya, mereka yang sudah masuk dalam kategori ODP, dan PDP. Kedua; Karantina rumah sakit. Ketiga; Karantina Wilayah, dan Keempat; Pembatasan sosial berskala besar (TEMPO.CO). Lebih lanjut Tito mengatakan, kewenangan untuk memutuskan karantina wilayah plus pembatasan sosial dalam skala besar ada pada Menteri Kesehatan. Lebih lanjut Tito mengatakan, Presiden sudah memberikan petunjuk bahwa daerah yang akan membuat kebijakan pembatasan harus mengusulkan kepada Kepala Gugus Tugas, Letnan Jenderal Doni Marnado. Dan kemudian Kepala Gugus Tugas mengajukan kepada Menkes Terawan (TEMPO.CO). beberapa macam karantina, dan setiap macam karantina ada aturannya.

Pasal 1 angka (1) UU No. 6 Tahun 2018 berbunyi’ Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. ”Ada beberapa jenis bentuk karantina ini, antara lain Karantina Rumah ( Vide Pasal 1 Angka (8), Karantina Rumah Sakit (Vide Pasal 1 Angka 9), Karantina Wilayah (Pasal 1 Angka 10) UU No. 6 Tahun 2018), dan Pembatasan Sosial Berskala (Vide Pasal 1 Angka 11 UU No. 6 Tahun 2018).

Karantina Wilayah inilah dikenal dengan istilah Lockdown. Pasal 1 Angka 10 UU No. 6 Tahun 2018 ini berbunyi ”Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”. Sedangkan dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah” pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”.

Bagi daerah melakukan lokcdown karena Virus Corona, harus memenuhi 7 Syarat, sebagaimana dikemukakan Mendagri Tito Karnavian (Suara.com). Pertimbangan disebut Mendagri berdasarkan Pasal 49 Ayat (2) UU No.6 Tahun 2018. Pasal 49 Ayat (2) UU Kekarantinaan Kesehatan, berbunyi ”Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.”

Menilik bunyi Pasal 49 Ayat (3) UU Kekarantinaan Kesehatan itu, 7 syarat dimaksud tersebut adalah pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Sedangkan Kekarantinaan Kesehatan, untuk pembatasan wilayah dan pembatasan sosial dala jumlah besar, absolut berada dibawah kendali pemerintah pusat, yakni Presiden. Menilik bunyi Pasal 49 Ayat (3)  UU No. 6 Tahun 2018 tersebut harus memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Inilah harus menjadi perhatian serius memerintah dalam menangani hal tersebut. Agar bagaimana dampak lockdown tersebut, notabene berpengaruh dalam kesejahteraan masyarakat, dapat dicari solusi terbaiknya. Selain itu perlu diterbitkan segera PP terhadap UU No.8 Tahun 2016, agar karantina kesehatan, terealisasi secara optimal dan terjadi penyeragaman pada setiap daerah melakukan lokcdown. Semoga.!

Arfan Adha Lubis, SH., MH.

*Penulis adalah Alumni FH-UMSU & PMIH UMSU, Dosen STMIK & AMIK LOGIKA Medan