Lakukan Pemblokiran Jika Mengalami Sengketa Tanah
@ilustrasi

Lakukan Pemblokiran Jika Mengalami Sengketa Tanah

Litigasi - “Jangan lupa diblokir tanahnya”, itulah kalimat yang sering didengar ketika terjadi sengketa tanah, berupa anjuran yang tidak boleh diabaikan karena penting untuk membentengi agar tanah objek sengketa tidak dapat dilakukan peralihan hak ke pihak manapun. Ini juga menghindari sengketa hukum yang berkepanjangan dengan berganti-ganti pihak yang bersengketa.

Permohonan blokir adalah permohonan untuk dilakukan pencatatan pemblokiran kepada kepala kantor pertanahan setempat. Menurut Pasal 1 angka 1 Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita menerangkan pengertian pencatatan pemblokiran adalah tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan keadaan status quo (pembekuan) pada hak atas tanah yang bersifat sementara terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut.

Hal ini sangat penting, dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan atas tanah yang dimohonkan blokir. Demikian pula menjaga kepastian hukum terhadap hak atas tanah objek sengketa, jadi meskipun masih ada sengketa kepastian hukum harus dijaga sedemikian rupa.

Status tanah yang dimohonkan blokir, jika disetujui oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang berwenang maka tidak dapat dilakukan perbuatan hukum apapun, tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, diletakan sebagai jaminan utang dan lain sebagainya. Jika hal itu terjadi maka perbuatan hukum atasnya batal demi hukum.

Pelarang itu tegas dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (3) Permen ATR/Kepala BPN No. 13 tahun 2017 yang isinya menyatakan:

Hak atas tanah yang buku tanahnya terdapat catatan blokir tidak dapat dilakukan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. 

Oleh karenanya secepatnya harus dilakukan pemblokiran jika terjadi sengketa atas objek tanah, ini seharusnya menjadi perhatian. Permohonan pemblokiran hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali atas satu objek tanah didasarkan pada alasan-alasan yang tepat. Pihak yang memohonnya adalah pihak yang memiliki hubungan hukum terhadap objek tanah dimaksud, tidak dapat sembarang orang. (red)