Penggabungan (Merger) Perseroan Terbatas

Penggabungan (Merger) Perseroan Terbatas

Litigasi - Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 beserta peraturan pelaksananya. Yang dimaksud didirikan berdasarkan perjanjian adalah pendirian Perseroan didasarkan pada akta pendirian yang dibuat di hadapan Notaris, berisikan tentang nama Perseroan, tempat kedudukan, bentuk usaha, maksud dan tujuan, permodalan, hak kewajiban para peseronya, kewenangan setiap organ Perseroan dan lain-lain, akta pendirian dipandang sebagai perjanjian, kedudukannya mengikat Pessero yang ada di dalamnya. Adapun organ-organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban serta kewenangan tertuang di dalam akta pendirian.

Dalam menjalankan usaha Perseroan Terbatas (PT), Direksi memiliki kewenangan mengelola, menjalankan kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan pendirian Perseroan tersebut. Perseroan yang kondisinya tidak sehat atau kurang sehat atau diambang kebangkrutan memilih melakukan penggabungan (merger) dengan perusahaan lain yang lebih sehat. Ada juga merger karena beberapa perusahaan secara bersama akan melakukan ekspansi.

UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mekanisme penggabungan perusahaan. Menurut Undang-undang tersebut, Penggabungan PT adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Hal yang perlu diperhatikan dan diteliti secara mendalam adalah peralihan asset-asset perusahaan berupa pasiva dan aktiva.

Berdasarkan pengertian yang dimaksudkan oleh UU No. 40 tahun 2007 tersebut, perbuatan penggabungan perusahaan mengandung konsekwensi bagi perusahaan yang menggabungkan dirinya ke perusahaan lain, yakni:

  1. Demi hukum terjadi peralihan asset perusahaan yang menggabungkan diri ke perusahaan lain baik asset aktiva maupun pasiva;
  2. Pembubaran atau berakhirnya status badan hukum perusahaan yang menggabungkan diri;

Konsekwensi hukum di atas yang membuat proses penggabungan perusahaan tergolong panjang dan penuh kehati-hatian agar tidak terjadi sengketa hukum di belakang hari.

Sebelum dilakukan penggabungan, harus diadakan RUPS untuk mengambil keputusan penggabungan (merger) berdasarkan keputusan para pemegang saham, dituangkan ke dalam Berita Acara RUPS, dibuat di hadapan Notaris. Ini sangat penting karena RUPS adalah organ tertinggi dan menentukan di dalam Perseroan Terbatas. Setelah ada keputusan RUPS, Direksi sebagai organ pelaksana menindaklanjuti pelaksanaan merger secara cermat.

Langkah yang penting adalah melakukan inventarisasi atau audit terhadap status aktiva maupun pasiva perusahaan yang akan menggabungkan diri. Audit berkaitan dengan status hukum asset perusahaan, mengingat pasiva dan aktiva tersebut akan dialihkan demi hukum ke perusahaan yang lain.