Penarikan  Kendaraan  Bermotor Oleh Leasing  Harus  Melalui  Pengadilan
@ilustrasi

Penarikan Kendaraan Bermotor Oleh Leasing Harus Melalui Pengadilan

Litigasi - Menurut Pasal 1 Angka 5 Peraturan Presiden (Perpres) RI No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan menyatakan bahwa "Sewa Guna Usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran”.

Persoalan hukum yang sering terjadi antara konsumen dengan pihak leasing salah satunya adalah penarikan kendaraan bermotor secara sewenang-wenang oleh pihak leasing melalui pihak ketiga atau juru tagih (Debt Collector) akibat konsumen telat bayar maupun gagal bayar alias kreditnya macet. Tindakan yang dilakukan pihak leasing membuat banyak konsumen tidak berdaya akibat perbuatan tersebut. Hal ini disebabkan banyaknya konsumen yang tidak paham pada saat membuat perjanjian jaminan fidusia dengan leasing. Perjanjian fidusia sendiri merupakan amanah Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha yang menyatakan bahwa "setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian”. Kemudian perjanjian fidusia tersebut  didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia agar mempunyai hak eksekutorial sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Namun pada tahun 2012 Menteri Keuangan mengeluarkan aturan yang melarang Perusahaan Pembiayaan melakukan penarikan terhadap benda yang diletakkan jaminan fidusia. Hal ini sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 “Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia kendaraan bermotor apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan”.

Penarikan kendaraan bermotor secara sepihak oleh leasing yang menggunakan pelindung dalil dalam Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa “Sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Hal inilah yang melatarbelakangi tindakan penarikan secara sepihak oleh leasing yang akhir-akhir ini banyak meresahkan konsumen.

Namun kini pihak Leasing tidak bisa melakukan penarikan secara sewenang-wenang terhadap kendaraan bermotor yang diletakan jaminan fidusia. Pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 yang menegaskan dalam pertimbangannya bahwa norma dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia hanya dapat dikatakan konstitusional sepanjang dimaknai sebagai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang telah terjadinya ‘cidera janji’ atau ‘wanprestasi’ dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”. Sementara itu terhadap norma Pasal 15 ayat (3) hanya dapat dikatakan konstitusional sepanjang dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.

Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka pihak Leasing tidak dapat serta merta melakukan penarikan kendaraan bermotor secara sepihak milik konsumennya, meskipun kendaraan tersebut telah dibebankan jaminan fidusia. melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Namun hal lain dapat terjadi penarikan kendaraan bermotor oleh leasing tanpa melalui permohonan ke Pengadilan bilamana konsumen (debitur) mengakui bahwa dirinya telah “cidera janji” sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyerahkan benda yang menjadi objek perjanjian fidusia kepada pihak leasing  guna dilakukan penjualan sendiri oleh leasing. sebagaimana pertimbangan mahkamah mengenai Pasal 15 ayat (3) UU Jaminan Fidusia. Dengan lahirnya putusan ini maka dapat memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan serta terciptanya keseimbangan posisi hukum antara pihak leasing dengan konsumen (debitur) yangmenghindarkan timbulnya tindakan sewenang-wenang dalam pelaksanaan eksekusi. (irv)