Pemilu Jurdil Tanpa Pengerusakan Alat Peraga

Pemilu Jurdil Tanpa Pengerusakan Alat Peraga

Litigasi - Masa kampanye yang sedang berlangsung bagi peserta pemilu dalam pesta demokrasi, merupakan ajang untuk memperkenalkan diri serta menjual program-program, menarik perhatian masyarakat yang tujuan akhirnya untuk mendulang suara masyarakat. Hal demikian wajar adanya. Demokrasi sejatinya merupakan bagian dari pesta rakyat sebagai pemilik kedaulatan rakyat.

Sebagaimana dalam UUD 1945, tertuang dalam Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Makna dari “kedaulatan ditangan rakyat” bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggungjawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan menjalankan pemerintahan guna mengurus dan melayani masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Kemudian dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, mengatakan bahwa “Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun1945”.

Kampanye merupakan hak bagi setiap Peserta Pemilu yang telah diatur serta dijadwalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu pada intinya menyatakan Kampanye Pemilu merupakan “kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu”.

Namun menjelang Pemilihan Umum Tahun 2019, Masa kampanye di salah satu daerah ternodai oleh tindakan tidak terpuji yang dilakukan sekelompok orang tidak bertanggungjawab dalam bentuk perusakan Alat Peraga Kampanye (APK) milik salah satu Partai politik peserta pemilu. Atas peristiwa tersebut, tidak menutup kemungkinan akan meningkatkan suhu politik di daerah tersebut.

Hal demikian merupakan peristiwa yang menciderai asas kejujuran serta keadilan dalam penyelenggaraan pemilu. Karena atas kejadian tersebut menimbulkan kerugian tersendiri bagi peserta pemilu yang terganggu terhadap tindakan-tindakan yang tidak fair tersebut. Meskipun UU Pemilu sudah mengatur terkait larangan terhadap pengerusakan alat peraga kampanye yang tertuang dalam Pasal 280 angka 1 huruf g yang menyatakan bahwa “pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu di larang: merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu”.

Terkait dengan sanksi, Pasal 521 UU Pemilu, mengatakan bahwa: “setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00,- (dua puluh empat juta rupiah)”.

Semoga kedepannya, Pesta demokrasi di Indonesia bisa berjalan secara jujur dan adil serta menjunjung tinggi asas dalam penyelenggaraan pemilu. Dan masyarakat bisa bertindak lebih dewasa maupun menahan diri terhadap tindakan yang dapat merugikan peserta pemilu maupun yang dapat mengganggu jalannya pesta demokrasi di negeri ini. (Red)