Pembayaran Upah Sepanjang Proses Gugatan PHK
@ilustrasi

Pembayaran Upah Sepanjang Proses Gugatan PHK

Upah Proses

Litigasi - Upah proses merupakan upah yang harus dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja selama proses perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berlangsung sampai dengan diterbitkannya penetapan dari Lembaga Perselisihan Hubungan Industrial. Istilah upah proses sendiri sejatinya tidak dijelaskan secara rinci oleh UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sekarang telah dirubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), khususnya pada Bab IV yang  mengatur  tentang Ketenagakerjaan.

Dalam prakteknya pada proses penyelesaian perselisihan PHK di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) “upah proses” sering kali dimohonkan dalam posita maupun petitum gugatan Pekerja. Upah proses dimaksud merupakan upah yang seharusnya diterima oleh Pekerja dari Pengusaha selama terjadinya proses perselisihan PHK dengan catatan Pekerja tetap melaksanakan kewajibannya yaitu menyelesaikan pekerjaanya dan Pengusaha tetap memberikan upah terhadap pekerjanya.  Hal ini sebelumnya telah dijelaskan dalam Pasal 155 ayat (2) UU Ketenegakerjaan, namun setelah lahirnya UU Cipta Kerja, ketentuan Pasal 155 dalam UU Ketenagakerjaan dihapus. 

ads

Akan tetapi dalam proses penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, pelaksanaan kewajiban mengenai upah proses nyatanya belum terlaksana sebagaimana mestinya karena menimbulkan penafsiran yang membingungkan terkait dengan batas waktu  pemberian upah proses yang harus dibayarkan kepada Pekerja sampai kapan. Hal inilah yang dipandang tidak memberikan kepastian terhadap hukum itu sendiri.

Untuk itu sebelum lahirnya UU Cipta Kerja, pada tahun 2011 Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya Nomor 37/PUU-IX/2011 tertanggal 19 September 2011 melakukan pengujian terhadap Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan terkait dengan batas waktu pemberian upah proses. Dalam pertimbangan mahkamah dinyatakan bahwa frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga untuk mendapat kepastian hukum yang adil dalam pelaksanaan dari frasa “belum ditetapkan” maka harus dimaknai putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap sampai menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung terlebih dahulu baru memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya upah proses yang harus dibayarkan oleh pengusaha adalah sampai putusan berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum yang telah dilakukan berhenti sampai dengan putusan kasasi.

Namun berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung menanggapi batas waktu pemberian upah proses dengan tafsir lain. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor  3 Tahun 2015 (SEMA No. 3 Tahun 2015) tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dalam huruf B Rumusan Hukum Kamar Perdata, nomor 2 Perdata Khusus, huruf f  menyatakan bahwa :

“Pasca Putusan MK Nomor: 37/PUU-IX/2011, tertanggal 19 September 2011 terkait dengan upah proses maka isi amar putusan adalah menghukum pengusaha membayar upah proses selama 6 (enam) bulan, kelebihan waktu dalam proses PHI sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bukan lagi menjadi tanggung jawab para pihak”.

Kemudian adapun hal lain yang dapat mengakibatkan Pekerja tidak berhak menerima upah proses. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 (SEMA No. 3 Tahun 2018) tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Dalam Rumusan Hukum Kamar Perdata pada bagian B Perdata Khusus Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) angka 1 terkait dengan Hak Pekerja atas Upah Proses, menyatakan bahwa :

“Dalam hal terjadi perubahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu  (PKWT) menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), pekerja tidak berhak atas upah proses apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”

Dengan demikian, lahirnya Putusan MK Nomor: 37/PUU-IX/2011, tertanggal 19 September 2011 dan SEMA Nomor 3 Tahun 2015  serta SEMA Nomor 3 Tahun 2018 telah memberikan penafsiran masing-masing terkait dengan batas waktu pemberian upah proses maupun status Pekerja yang berhak menerima upah proses (irv).