Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Ilustrasi

Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

Litigasi - Melihat semakin meningkatnya penyebaran Covid-19 di beberapa wilayah di Indonesia yang membawa dampak buruk di berbagai aspek, baik dari ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu tindakan penanggulangan dan pencegahan yang dilakukan pemerintah sebagai langkah serius penanganan virus Covid-19. Pemerintah sendiri melalui Menteri Kesehatan telah menerbitkan kebijakan terkait Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pelaksanaan PSBB untuk pertama kali diterapkan di DKI Jakarta pada tanggal 10 April 2020 hingga tanggal 23 April 2020. Adapun untuk pelaksanaan PSBB telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Covid-19 (Permenkes No. 9 Tahun 2020) dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Covid-19 (PP No. 21 Tahun 2020).

Sebelum diatur dalam Permenkes No. 9 Tahun 2020 dan PP No. 21 Tahun 2020. Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan telah lebih dahulu mengatur mengenai PSBB. Untuk pengertian PSBB dalam UU No. 6 Tahun 2018, dalam Pasal 1 angka 11 menyatakan bahwa “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”. Sedangkan pengertian PSBB dalam Permenkes No. 9 Tahun 2020 dan PP No. 21 Tahun 2020 yaitu “Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)”.

Kemudian untuk dilakukan PSBB. Telah diatur dalam Permenkes  No. 9 Tahun 2020, dalam Pasal 2 menyatakan bahwa:

Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi sebagai berikut”
  1. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat kebeberapa wilayah; dan
  2. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Untuk itu penetapan PSBB oleh Menteri didasarkan pada terjadinya peningkatan jumlah kasus dan/atau kematian secara bermakna dalam kurun waktu tertentu dan adanya kecenderungan peningkatan kasus dan/atau kematian dalam kurun waktu hari atau minggu menjadi bukti peningkatan bermakna. Selanjutnya Untuk tata cara penetapan PSBB disuatu wilayah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan selama masa inkubasi terpanjang 14 hari, jika masi terdapat bukti penyebaran adanya kasus baru, dapat diperpanjang lagi selama 14 hari sejak ditemukannnya kasus terakhir.

Mengenai Pelaksanaan PSBB, Hal ini telah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 13 Permenkes No. 9 Tahun 2020, setidak-tidaknya harus meliputi:

1. Peliburan Sekolah dan Tempat Kerja;
Peliburan sekolah adalah penghentian proses belajar mengajar disekolah dan menggantinya dengan proses belajar mengajar di rumah dengan media yang paling efektif, dengan pengecualian peliburan sekolah bagi lembaga pendidikan, pelatihan, penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Peliburan Tempat Kerja adalah pembatasan proses bekerja ditempat kerja dan menggantinya dengan proses bekerja di rumah/tempat tinggal, untuk menjaga produktivitas/kinerja pekerja. Kemudian pengecualian peliburan tempat kerja yaitu bagi kantor atau instansi tertentu yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor/impor, distribusi, logistik dan kebutuhan dasar lainnya.

2. Pembatasan Kegiatan Keagamaan;
Pembatasan kegiatan keagamaan adalah kegiatan keagamaan yang dilakukan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang. Kemudian pelaksanaan kegiatan keagamaan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.   
 
3. Pembatasan Kegiatan Ditempat Atau Fasilitas Umum.
Pembatasan ditempat umum atau fasilitas umum dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Kemudian untuk pembatasan tempat atau fasilitas umum terdapat pengecualian teruntuk fasilitas kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan dan tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olahraga dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.

4. Pembatasan Kegiatan Sosial Dan Budaya
Pembatasan kegiatan sosial dan budaya dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan perundang-undangan.
 
5. Pembatasan Moda Transportasi
Pembatasan moda transportasi dikecualikan untuk moda transportasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan moda transportasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
 
6. Pembatasan Kegiatan lainnya Khusus Terkait Aspek Pertahanan Dan Keamanan
Pembatasan kegiatan khusus terkait dengan aspek pertahanan dan keamanan terdapat pengecualian teruntuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumuna orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.
 
Kemudian untuk pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PSBB dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Selanjutnya untuk sanksi bagi pelanggar PSBB bisa merujuk pada Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. (irv)