Muhasabah Di Tengah Bencana

Muhasabah Di Tengah Bencana

Oleh - Gigi Suroso, S.Pd.I.*

Allahlah pemilik langit, bumi dan isinya. Tidak ada yang luput dari penglihatan-Nya baik apa yang jelas maupun tersembunyi, yang terlihat oleh mata maupun dalam hati. Tidak ada satu pun yang bisa dijadikan teman, apalagi penolong. Jika jadi kata-Nya, maka jadilah. Seperti yang menimpah negeri ini, belum sembuh luka gempa di Lombok, sekarang Palu diterpa tsunami dan masih di Sulawesi Utara Gunung Minahasa erupsi. Pertanyaannya, dari semua bencana itu, apa yang sudah kita lakukan?

Kita yang punya rezeki, tentu sudah berkewajiban membantu, meringankan beban para korban dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bisa pula bersumbangsih tenaga, dan yang paling penting doa, agar Allah menganugrahkan rasa sabar, ikhlash dan iman. Lalu bagaimana kita? Yang tidak tahu kapan bencana akan menimpah tempat kita sekarang, sebab seharusnya bencana yang melanda Indonesia sekarang ini bisa jadikan renungan, muhasabah diri agar bisa menambah iman.

ads

Sungguh sudah ada sejak Alquran Allah turunkan sebagai pedoman hidup manusia, disana termaktub kisah-kisah terdahulu yang Allah ulang, ada kaum Samud, ‘Ad dan kaum dari nabi-nabi yang lain, mereka ditimpah bencana. Maka seharusnya dengan membaca ayat-ayat Alquran cukuplah kita mawas diri dan takut serta tunduk pada Allah, sebab kasih sayangnya luas terbentang, begitupun azabnya pedih tak tergambarkan.

“Kaum Samud dan ‘Ad telah mendustakan hari kiamat. Maka adapun kaum Samud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras. Sedangkan kaum ‘Ad mereka telah dibinasakan dengan angina topan yang sangat dingin.” ( Al-Haqqah, 3-6)

Ada banyak contoh kisah yang Allah maktubkan dalam Alquran tentang bagaimana Ia pernah timpahkan musibah kepada kaum-kaum dimasa itu, tentang tsunami, gempa bumi, angin topan, atau bahkan gunung yang meletus semua sudah pernah terjadi ratusan tahun lalu, lalu Allah abadikan dalam Alquran, agar oleh manusia dijadikan pelajaran. 

Bukan bumi ini yang sudah tua, atau alam ini yang murka. Tapi barang kali Allah sedang ingin lebih dekat dengan kita, ia timpahkan musibah, agar bisa dijadikan hikmah untuk yang ditimpa, dan muhasabah diri untuk yang melihatnya. Sebab tidak satu pun yang sia-sia dari apa yang telah Allah ciptakan di atas muka bumi ini.

Jangan sampai, saat bencana datang lalu semakin mengutuknya, mencari siapa yang salah, lalu akhirnya Allah pun dianggap penyebabnya, tanpa didahului dengan muhasabah barang kali sudah terlalu banyak maksiat di negeri kita, sehingga Allah ingatkan lewat bencana agar bisa sadar dan jadi lebih baik lagi.

Sudah banyak tanda-tanda kebesaran Allah di bumi ini,  mudahnya Ia dirikan gunung lalu sekejap waktu menjadi datar.  Dibentangkan lautan, lalu dengan sekejap naik kedaratan. Sangat mudah bagi Allah menggerakkan apa yang diam, dan membuat diam apa yang selama ini bergerak, maka sampai musibah sebanyak apalagi baru kita mau bermuhasabah diri.

ads

Kembali Pada Alquran

Barangkali kita sudah lama alfa membaca Alquran, atau sudah dibaca tapi tak pernah memahami isinya, setidaknya dengan membaca terjemahannya. Disana sudah cukup banyak kisah-kisah hikmah untuk dijadikan pelajaran, lewat bencana alam ini, mungkin Allah sedang memberikan peringatan langsung bisa dilihat oleh mata, sebab lewat kisah dalam Alquran ternyata tidak diindahkan.

“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Alquran) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak sedang kamu tidak menyadarinya” ( Az-Zumar 55)

Musibah dari Allah tidak ada yang tahu kapan menimpah kita, sama seperti kematian, pasti datangnya hanya saja kita tidak diberi tahu kapan tepatnya. Hari ini kita masih diberi nikmat dan kesempatan oleh Allah, tidak seperti saudara kita yang ada di Lombok, kita masih berkumpul dengan keluarga, tersenyum bahagia dan merasa aman dan nyaman melakukan segalanya

Tidak seperti saudara kira di Palu, kita bisa tidur di kamar yang luas, tidak ada rasa takut dan kelaparan. Tapi satu hal yang tidak boleh kita lewatkan, tidak cukup dengan membantu korban bencana saja, kita juga harus menjaga diri, bukan dari bencana tapi dari tipuan dunia ini yang bisa mengaburkan iman di hati.

Jangan menunggu musibah itu datang kepada kita dulu, baru terbuka hati, menyesali mengapa tidak berbuat baik sebanyak-banyaknya amal kebaikan tadi.

“Agar jangan ada lagi yang mengatakan “ Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan  kewajiban) terhadap Allah, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang memperolok-olokkan (agama Allah).) (Az-Zumar-56)

Dan jangan bangga dengan merasa sudah melaksanakan segala perintah Allah, sehingga beranggapan tidak akan ada musibah dari Allah yang datang. Sebab jika disuatu tempat, orang-orang baik tertutupi dengan banyaknya orang-orang jahat, bukan tidak mungkin tetap Allah kirim peringatan dan azab.

“Dari Aisyah ra berkata , aku bertanya : wahai Rosulallah ! sesungguhnya Allah apabila menurunkan kekerasannya (siksa) kepada penduduk bumi, sedang ditengah-tengah mereka ada orang-orang sholeh, apakah mereka ikut binasa bersama mereka ? Beliau menjawab : wahai Aisyah ! sesungguhnya Allah apabila menurunkan kekerasan-Nya kepada orang-orang yang berhak mendapat siksa-Nya , sedang ditengah-tengah mereka ada orang-orang yang sholeh, maka mereka akan terkena bersama mereka, tapi kemudian mereka dibangkitkan berdasarkan niyat dan amal mereka (HR : Ibnu Hibban . 7314)

Jadikan Alarm

Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu (Qs at-Taghabun-11)

Semoga kitalah orang beriman yang dimaksud dalam ayat tersebut di atas. Datang musibah di Palu dan di Lombok  bisa dijadikan alarm, khususnya bagi kita yang sekarang masih diberikan kesempatan dan kesehatan. Semoga musibah yang menimpah seudara kita bisa jadi Alarm  untuk iman kita yang sudah hamper padam

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada korban, agar bertambah iman dan sabar. Musibah ini diharapkan jadi alarm, yang mengingatkan kita untuk segera sadar dari kelalaian. Mengingatkan dari tinggihnya hati agar merendah. Mengingatkan tentang rakusnya pada dunia untuk menyiapkan akhirat. Dan akhirnya, semoga Allah jaga kita dalam ketaatan pada-Nya, sampai terlepas ruh dari jasadnya.

* Penulis adalah Alumni UIN Sumatera Utara dan Pelajar di Ma'had Daarul Firdaus, Yogyakarta