Kewenang Menertibkan Tanah Terlantar

Kewenang Menertibkan Tanah Terlantar

Litigasi - Hampir di semua Negara di belahan bumi ini terjadi konflik pertanahan, karena tanah merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Konflik pertanahan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tindakan pemerintah yang lemah dalam melakukan penelitian dan mengidentifikasi tanah terlantar.

Banyak kasus masuk pengadilan namun diselesaikan dengan kurang memuaskan sehingga menimbulkan pandangan di masyarakat bahwa badan peradilan tidak optimal dalam menyelesaikan sengketa pertanahan. Rasa keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat tidak terpenuhi bahkan yang ada hanyalah persoalan baru memperburuk kondisi.

Hal ini dapat kita lihat dalam penyelesaian permasalahan tanah terlantar. Adapun yang dimaksud dengan Tanah Terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. (Pasal 1 Angka 6 Perka BPN No. 4/ 2010).

Dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA disebutkan bahwa negara sebagai personifikasi dari seluruh rakyat diberi wewenang untuk mengatur, yaitu membuat peraturan, menyelenggarakan dalam arti melaksanakan (execution), menggunakan (use), menyediakan (reservation), dan memelihara (maintenance), atas bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Berdasarkan hak menguasai negara atas bumi, air dan kekayaan alam tersebut, maka kewenangan penguasaan dan pengurusan bidang pertanahan ada pada negara, dimana di bidang eksekutif (pemerintahan) dijalankan oleh Presiden (Pemerintah).

Penetapan dan pengaturan tersebut meliputi perencanaan, peruntukan tanah penguasaan dan perbuatan hukum mengenai tanah. Kewenangan di bidang pertanahan yang dalam UUPA ditetapkan sebagai wewenang Pemerintah pusat didasarkan pada beberapa hal, pertama, seluruh wilayah Indonesia adalah merupakan kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Kedua, seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah bumi, air dan ruang angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Ketiga, hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah adalah bersifat abadi, dengan demikian kewenangan untuk mengurus bidang tanah adalah negara, dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah pusat.

Kewenangan penertiban tanah terlantar merupakan kewenangan delegasi dari pemerintah (Presiden) kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Ketentuan ini tersirat dalam Pasal 17 PP No.11 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa: “Pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan pendayagunaan tanah terlantar dilakukan oleh Kepala dan hasilnya dilaporkan secara berkala kepada Presiden”. Dalam pelaksanaan penertiban tanah terlantar dibentuk sebuah panitia. Susunan keanggotaan panitia ini terdiri dari unsur Badan Pertanahan Nasional dan instansi terkait yang diatur oleh Kepala (Pasal 5 PP No.11 Tahun 2010 ).

Melihat ketentuan tersebut terjadi kekaburan norma karena instansi terkait yang dimaksud tidak jelas. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 14 PP No.11 Tahun 2010 dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar. Panitia yang dimaksud Pasal 5 PP No. 11 Tahun 2010, dalam Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2010 adalah Panitia C yang terdiri dari Kanwil BPN, Pemerintah Daerah, dan instansi yang berkaitan dengan peruntukan tanahnya yang mempunyai wewenang untuk melakukan identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar.

Dengan demikian maka organ yang berwenang dalam penertiban tanah terlantar adalah panitia C yang terdiri dari Kanwil BPN, Kantor Pertanahan, Pemerintah Daerah dan instansi yang berkaitan dengan peruntukan tanah yang bersangkutan berwenang dalam melakukan identifikasi dan penelitian terhadap tanah yang terindikasi terlantar. Sedangkan penetapan tanah terlantar merupakan kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Di dalam hal terjadinya penelantaran tanah pemerintah dapat mengambil tindakan penertiban yang merupakan wewenang badan atau Jabatan Tata Usaha Negara maupun pelanggaran pada suatu ketentuan Undang-Undang. Badan atau pejabat TUN berwenang untuk bertindak secara nyata tanpa memerlukan adanya putusan pengadilan lebih dahulu. Sebelum tindakan penertiban itu dilaksanakan, tentunya pihak yang bersangkutan diberitahukan terlebih dahulu. Pemberitahuan bahwa akan dilaksanakan suatu tindakan penertiban merupakan suatu penetapan tertulis yang dapat digugat keabsahannya.(dalam buku karangan Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,  1991,  halaman. 239).