Kejatisu Tindaklanjuti Laporan Kode Etik Dari Pedagang Sayur
Aksi protes pasangan suami istri pedagang sayur di kantor Kejari Medan

Kejatisu Tindaklanjuti Laporan Kode Etik Dari Pedagang Sayur

Medan - Jaksa Pengawas pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) melakukan pemeriksaan terhadap pasangan suami istri (pasutri) yang berprofesi sebagai pedagang sayur bernama Lina Juliana br Naibaho (35) dan Tungkot Pasaribu warga Jalan Rakyat Gang Camar No 9 Kel. Sidorame Timur Kec. Medan Perjuangan.

Pemeriksaan itu terkait laporan pasutri tersebut terhadap Jaksa berinisial SYP atas dugaan pelanggaran Kode Etik Jaksa. Kedua pasutri itu awalnya menjadi korban penganiayaan yang perkaranya disidangkan dengan SYP sebagai Jaksa Penuntut Umumnya di Pengadilan Negeri Medan.

Pasutri tersebut tidak terima dengan tuntutan Jaksa SYP selama 1 bulan 15 hari terhadap terdakwa Wimelda Anggreni Hutasoit alias Melda (29) warga Jalan Rakyat Gang Camar Nomor 5 Kel. Sidorame Timur Kec. Medan Perjuangan. Padahal diantara korban dan pelaku tidak ada perdamaian.

Kepada wartawan, Lina mengaku kalau dia bersama suaminya diperiksa oleh beberapa jaksa di antaranya Verawati Manullang, R Ketaren dan Hutauruk di lantai III Ruang Bagian Pegawasan, Jumat (1/2/2019) mulai pukul 10.00 wib hingga 13.00 WIB lalu.

Berita terkait; Korban Kejahatan Unjuk Rasa Di Kantor Kejari Medan dan Kejati Sumut

Dalam pemeriksaan itu, Lina mengaku ditanya soal tanggal berapa dibacakan tuntutan, berapa tuntutannya dan berapa putusan yang diberikan majelis hakim. 

"Saya jawab tuntutan dibacakan Jaksa SYP tanggal 9 Januari 2019. Tuntutannya 1 bulan 15 hari penjara dan putusannya 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan," ujar Lina, Rabu (6/2/2019) siang.

Selain itu, Lina menjelaskan kepada jaksa pengawas kenapa dirinya enggan untuk berdamai dengan Wimelda. 

"Sebelum tuntutan, Wimelda pernah mengajak berdamai. Tapi kami kurang terima dengan perkataan Wimelda. Dia (Wimelda) bilang kami banyak ditolongnya jual baju untuk bisa beli beras. Ini perkataan mama (ibu) Wimelda langsung di rumah kami. Gara-gara itu makanya kami gak jadi berdamai," jelasnya.

Bahkan, Lina juga menerangkan kejadian dua hari setelah Jaksa SYP membacakan tuntutan. Lina dan suaminya, Tungkot dihubungi oleh Jaksa SYP melalui anggotanya untuk mediasi dengan Wimelda. Di dalam ruangannya, saat itu Jaksa SYP bersama Jaksa CN, terdakwa Wimelda beserta pacarnya dan pengacaranya.

"Tapi perdamaian itu tidak ada titik temu (kesepakatan). Kami seolah diintervensi karena CN mewakili Kajari (Kepala Kejari) Medan mengatakan seandainya tidak ada perdamaian, laporan Wimelda (akan) naik (lanjut). Saya jawab kalau memang kasusnya naik, saya siap dipenjara. Apa karena kami orang miskin, makanya kami diginikan," terangnya.

Dalam pemeriksaan jaksa pengawas itu juga, suami korban, Tungkot Pasaribu mengatakan dirinya sempat menemui Jaksa CN sebelum pembacaan tuntutan. Dalam pertemuan itu, CN menjamin akan memasukkan Wimelda ke penjara.

"Jaksa CN bilang kalau Wimelda pasti masuk (penjara) sebelum tuntutan. Dia bilang saya jamin masuk terdakwa ini. Dia (Jaksa CN) juga datang ke rumah sebelum tuntutan, saya bangga, karena saya orang miskin, ada juga jaksa datang ke rumah saya," lanjutnya.

Namun, penilaian Tungkot terhadap Jaksa CN berubah setelah tuntutan dibacakan Jaksa SYP. Tungkot mengaku, bahwa Jaksa CN lepas tangan dengan tuntutan 1 bulan 15 hari penjara itu.

"Setelah tuntutan, saya menemui Jaksa CN dan dia lepas tangan. Jaksa CN bilang sama saya bahwa (kasus) ini ada kepentingan dan di luar dugaannya. Saya merasa bingung kepentingan apa," ujarnya.

Tungkot menyebut awalnya dia tidak mengetahui bahwa putusan percobaan telah dibacakan majelis hakim. Ia baru mengetahui putusan tersebut dibacakan setelah mendapat keterangan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Medan, Parada Situmorang setelah melakukan aksi unjuk rasa.

Usai diperiksa jaksa pengawas, para juru periksa mengatakan kepada korban bahwa laporan mereka akan ditindaklanjuti.

Korban baru mengetahui putusan telah dibacakan setelah melakukan aksi unjukrasa di Kantor Kejari Medan, Jalan Adinegoro. Dalam aksi damai itu, Kasi Pidum Kejari Medan, Parada Situmorang langsung menemui korban.

Saat itu, Parada mengatakan telah mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan atas putusan terhadap Wimelda selama 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan.

Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai oleh Ferry Sormin dengan hakim anggota, Jamaluddin dan Irwan Effendi pada Rabu, 23 Januari 2019. Padahal, jadwal persidangan sudah ditetapkan pada Selasa tanggal 22 Januari 2019.

Namun, pada Selasa itu, korban tidak mengetahui alasan penundaan sidang tersebut. Bahkan, korban sudah menyurati Presiden Jokowi dan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kejanggalan perkaranya. "Saya sudah menyurati Presiden dan Kejagung," ucap Lina. (zul)