JPU Bacakan Tuntutan Kasus Ujaran Kebencian Saat Bom Surabaya
Himma Dewiyana Lubis (45), Dosen USU saat menjalani sidang pembacaan tuntutan

JPU Bacakan Tuntutan Kasus Ujaran Kebencian Saat Bom Surabaya

Medan - Dosen USU Himma Dewiyana Lubis (45) yang terlibat kasus ujaran kebencian dituntut 1 tahun penjara dengan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (22/4/2019) siang.

Di hadapan Hakim Ketua Riana Pohan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut Tiorida Juliana Hutagaol menyebutkan bahwa terdakwa terbukti menimbulkan rasa kebencian dari postingan yang dibuatnya.

"Terdakwa terbukti bersalah diancam Pidana melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Menimbulkan rasa kebencian terhadap suku dan agama," katanya.

"Dan meminta kepada hakim untuk menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan denda 10 juta subsider 3 bulan kurungan," tambahnya.

Hakim akhirnya menunda persidangan hingga minggu depan dengan pembacaan nota pembelaan (pledoi).

Sementara Tim Bantuan Hukum Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Medan, Rina Melati Sitompul menyebutkan bahwa tuntutan terlalu berlebihan bagi kliennya.

"Kalau kita melihat agak berlebihan yang didakwakan itu tidak ada korbannnya. Di sini itu pelapornya polisi, siapa di sini yang dikategorikan dirugikan siapa sih yang ditimbulkan kebencian. Pihak mana suku mana agama mana yang kita temukan," pungkasnya.

Sebelumnya dalam dakwaan JPU, Himma Dewiyana Lubis, menuliskan ujaran kebencian berbau SARA melalui media sosial facebook, pascateror bom di Surabaya tahun 2018 lalu.  

Himma menuliskan kalimat "Skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden" dan "ini dia pemicunya Sodara, Kitab Al-Quran dibuang" dalam akun facebook miliknya pada 12 Mei 2018. 

"Bahwa pada 12-13 Mei 2018 di Jalan  Melinjo 2 Komplek Johor Permai, Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),” ujar Tiorida. 

Saat itu, lanjut JPU, pada 17 Mei 2018 personel Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sumut sedang melakukan patroli siber dengan sasaran media sosial yang menyebarkan hoaks dan hatchspeach di kantor Ditreskrimsus Polda Sumut. Petugas menemukan postingan terdakwa dan mulai melakukan penyelidikan. Pada hari itu juga, petugas mengintrogasi dan terdakwa mengakui tulisan tersebut merupakan tulisannya.

"Bahwa terdakwa membuat caption/tulisan di dalam akun facebook Himma Dewiyana tersebut karena merasa kesal, jengkel dan sakit hati atas kepemimpinan Bapak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, di mana sembako pada naik/mahal, tarif listrik naik/mahal dan semua keperluan/kebutuhan sehari-hari pada naik/mahal," ucap JPU Tiorida. 

Padahal, lanjut JPU lagi, sebelumnya terdakwa Himma sangat mengagung-agungkan Jokowi sebelum menjadi Presiden RI. 

“Di mana Janji-janji Bapak Jokowi pada saat kampanye pemilihan Presiden RI tahun 2014 sangat mendukung terdakwa dalam kehidupan sehari-hari,” sebut Tiorida lagi.

Namun, perbuatannya itu akan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu. 

"Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A Ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik," sebut JPU. (zul)