JPU Bacakan Tuntunan Bagi Terdakwa Pimpinan LJ Hotel
Terdakwa bos LJ Hotel, Abdul Latief, yang dituntut 3,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum

JPU Bacakan Tuntunan Bagi Terdakwa Pimpinan LJ Hotel

Litigasi - Terdakwa Abdul Latief, warga Pondok Kelapa Jakarta Timur/Jalan Suryo Medan dituntut jaksa dengan hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara. Bos LJ Hotel ini dituntut oleh JPU bersalah karena melakukan penipuan uang sewa tanah dan bangunan hotel itu milik saksi korban Tatarjo Angkasa sebesar Rp4,5 miliar.
 
"Meminta majelis hakim agar menghukum terdakwa dihukum pidana 3 tahun dan 6 bulan penjara," tegas jaksa penuntut umum (JPU) Febrina Sebayang dalam sidang yang berlangsung di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (11/5/2020) sore. 
 
Dalam nota tuntutan yang dibacakan di hadapan hakim ketua Erintuah Damanik, jaksa menerangkan, penipuan itu berawal 
saat saksi korban Tatarjo berniat untuk menjual tanah dan bangunannya tersebut, namun disepakati untuk disewa. Tetapi, di kemudian hari beberapa kali terdakwa tidak lagi membayar uang sewa.
 
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana pasal 378 KUHPidana," jelas jaksa. 
 
Atas tuntutan jaksa, hakim ketua Erintuah Damanik memberikan kesempatan agar terdakwa menyusun nota pembelaan (pledoi) yang akan dibacakan pada sidang berikutnya.
 
Dalam dakwaan jaksa dijelaskan, saksi Tatarjo Angkasa, hendak menjual tanah miliknya di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur. Melalui Siswanto Thio dan Asen, saksi korban akhirnya diperkenalkan dengan terdakwa yang mengaku profesional dalam mengelola tanah.
 
Terdakwa Abdul Latief kemudian mengutarakan niatnya untuk menyewa tanah dan bangunan milik saksi korban. Selanjutnya terjadi pertemuan dan perbincangan antara saksi korban dan terdakwa membahas tentang sewa tanah di kantor usaha Siswanto Tio pada 2017 silam.
 
Dalam pertemuan itu, terdakwa meyakinkan kepada saksi korban bahwa ia memiliki usaha perhotelan, mempunyai jual beli permata dan tabungan di Swiss hingga keuntungan miliaran rupiah. Saksi korban mulai tertarik oleh rayuan terdakwa, hingga menyatakan sistem persewaan kepada terdakwa. 
 
Setelah pertemuan tersebut, selanjutnya Tatarjo Angkasa dengan terdakwa membuat kesepakatan sewa-menyewa tanah dan bangunan di kantor notaris dalam suatu perjanjian sewa menyewa No. 2 tanggal 2 Agustus 2017.
 
Disepakati, dalam isi perjanjian kontrak selama 8 tahun, terhitung 2017 hingga 2025 yang dilakukan dengan 8 tahap pembayaran. Terdakwa Abdul Latief selanjutnya melakukan pembayaran sewa bulan pertama Juli 2017 sebesar Rp200 juta. Hingga bulan keenam terdakwa masih lancar membayar sewa dengan jumlah bervariasi. 
 
Namun setelah itu, Abdul Latief tidak lagi ada membayar uang sewa kepada Tatarjo dengan alasan tagihan konsumen belum banyak ditagih.
 
Setelah terdakwa tidak pernah lagi membayar uang sewa tanah dan bangunan sejak Januari 2018, sampai dengan laporan ini dibuat pada Desember 2018, saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp4,5 miliar. (zul)