Jelas Ini Penyimpangan  Prosedur Dalam Kejadian Salah Tangkap  Mahasiswa Di Yogyakarta.
Dr. Azmy Syahputra SH., MH.

Jelas Ini Penyimpangan Prosedur Dalam Kejadian Salah Tangkap Mahasiswa Di Yogyakarta.

Kasus salah tangkap terhadap salah satu mahasiswa  HF  di Yogyakarta (25/12),  selanjutnya pengakuannya ia di aniaya dalam pemeriksaannya bahkan diduga  tidak diperiksa di kantor polisi, menunjukkan ada penyimpangan prosedur dan  mengabaikan landasan hukum termasuk ada yang salah  pada  SDM oknum tim kepolisian yang menangkap mahasiswa tersebut.

Kejadian salah tangkap  atau menangkap orang yang bukan pelaku kejahatan, bukan kali ini saja dilakukan oleh oknum kepolisian, merujuk data lembaga Kontras pada tahun lalu dalam satu tahun bisa terjadi 51 kali kasus salah tangkap, bahkan ada juga korban salah tangkap yang sampai  meninggal dunia.

ini harus menjadi evaluasi bersama dan  total bagi kepolisian dalam mewujudkan polisi promoter  (profesional, modern dan terpercaya).

Untuk menangkap seseorang tersebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Pasal 17 KUHAP) sudah memberikan syarat termasuk Perkapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip standard  HAM  dalam penyelenggaraan tugas kepolisian  dan Perkapolri  Nomor 14 Tahun 2012  tentang Managemen Penyelidikan Tindak Pidana  (vide pasal 33 Jo Pasal 37), Ada syarat yang harus terpenuhi yaitu  harus ada surat perintah, ada bukti permulaan yang cukup, hanya dilakukan pada yang betul-betul (di duga keras) melakukan tindak pidana dan  tidak boleh dilakukan dengan sewenang wenang.

Ini syarat, wajib menjadi pedoman, mekanisme, tata cara prosedur itu  norma jadi harus ditaati dalam proses penyelidikan atau penyidikan di lapangan. 

Korban salah tangkap ini selalu terjadi akibat data informasi yang masih minim, keterangan yang tidak seimbang dan cendrung keterangan diperoleh dari saksi -saksi yang dalam pemeriksaannya di duga terjadi tekanan fisik.

Jadi  dari kejadian ini nyata ada landasan hukum yang diabaikan dimana semestinya demi kepentingan  pemeriksaan dalam kasus ini tidak boleh sewenang-wenang,  ya harus di bawa ke kantor polisi, pada orang yang akan diperiksa  harus bebas dari tekanan, tidak menggunakan kekerasan.

Berkait dengan itu ada baiknya dalam upaya mendukung mewujudkan polisi promoter, ada  sanksi bagi polisi yang melakukan salah tangkap tidak hanya sanksi disiplin namun dapat dikenakan sanksi tindak pidana apalagi sampai melakukan penganiayaan kepada orang yang salah tangkap,  saatnya polisi mengubah  aturan pengenaan sanksi pidama bagi anggota yang salah tangkap.

Selain itu pula penyesuaian pendekatan penanganan  permasalahan masyarakat dengan pendekatan kultural dan sosial tidak saatnya lagi dengan kekerasan, hal ini dimaksudkan pula agar polisi dalam bertugas lebih profesional, lebih hati -hati, teliti dan memiliki bukti yang valid bukan asal tangkap.

 

Azmi Syahputra

Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno.