Guru Korban Kekerasan Ajukan Tripartit Ke Dinas Ketenagakerjaan Medan

Guru Korban Kekerasan Ajukan Tripartit Ke Dinas Ketenagakerjaan Medan

Perjuangan kedua guru, Cindy Claudyana Sembiring K dan Syahyudi SPdI, korban kekerasan orang tua siswa di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan belum berhenti. Hari ini, 12/11/2018, kedua guru itu mengirimkan permohonan perundingan Tripartit ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan setelah sebelumnya permohonan Bipartit ke YPSA mendapat bantahan dan penolakan. Perjuangan ini, menurut Syahyudi tidak hanya untuk kepentingannya sendiri tetapi juga untuk memperjuangkan hak-hak guru yang lain.

Ujar Syahyudi “Perjuangan ini akan terus saya lakukan, ini juga tidak semata-mata untuk kepentingan kami berdua tetapi juga untuk kawan-kawan seprofesi guru agar hak-haknya terlindungi”.

Guru Korban Kekerasan Ajukan Bipartit Ke YP Syafiyyatul Amaliyyah

Tripartit diajukan untuk memohon digelarnya perundingan antara kedua guru, Kepala Sekolah SMA dan Yayasan dengan difasilitasi oleh Pemerintah dalam hal ini Dinas Ketenagakerjaan Kota Medan. Poin-poin yang diajukan untuk dibahas di dalam perundingan Tripartit berkaitan tentang status kepegawaian beserta hak-hak guru berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Hermansyah SH., bersama dengan Jamil Siagian SH., dan Zakaria Rambe SH., Advokat dari Tim Pembela Guru & Dosen (TPGD) selaku Kuasa Hukum kedua guru menegaskan “Klien Kami masih beritikad baik agar status dan hak-hak Klien Kami dapat dipenuhi, ini adalah upaya agar terjadi musyawarah mencari solusi. Sebelumnya Kami telah mengajukan surat bipartit kepada Kepala Sekolah dan Yayasan tetapi mendapatkan bantahan, jalan selanjutnya maka Kami mengajukan tripartit”.

Menurut Bang Herman “Di dalam surat bipartit, jika nantinya perundingan gagal, dalam arti tidak mendapat solusi maka ada 9 (sembilan) poin yang dimohonkan kepada mediator untuk mengeluarkan anjuran yang isinya tentang Agar Para Pengusaha mencabut kesimpulan terhadap Pekerja sebagai pelaku kekerasan fisik terhadap siswa dan mengikuti prosedur penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan sesuai Permendikbud No. 82 Tahun 2015;  Agar Para Pengusaha membayar kekurangan gaji kepada Pekerja;  Agar Para Pengusaha mengurus dan menyerahkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada pekerja”.

Disamping itu, tegas Bang Herman “Kami juga meminta nantinya dinyatakan dalam anjuran agar para pengusaha membayar uang PHK sebanyak 2 kali dalam ketentuan Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003. Dan meminta agar sepanjang sengketa ketenagakerjaan para pengusaha tetap membayar gaji kepada Klien Kami”.

Untuk memperjuangkan nasib guru-guru lain di YPSA dan nantinya menjadi acuan bagi satuan pendidikan lainnya maka kedua guru itu memasukan poin tentang langkah perbaikan atau perubahan pengelolaan sekolah di YPSA sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya tentang penyerahan kepemimpinan sekolah dari Yayasan kepada Kepala Sekolah secara utuh sesuai peraturan yang berlaku, mengubah penempatan pembayaran SPP dari rekening yang bukan atas nama sekolah ke rekening a.n. SMA Shafiyyatul Amaliyah.

Lanjut Bang Herman “Kepemimpinan sekolah dan mekanisme pembayaran sangat penting untuk disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, ini bertujuan Kepala Sekolah dapat melakukan penyesuaian status guru-guru dengan klasifikasi Guru Tetap dan Guru Dalam Jabatan, disertai dengan realisasi penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum terhadap seluruh guru-guru baik yang dahulu, sekarang (jika terdapat kekurangan pembayaran gaji/honor) maupun yang akan datang”.

Kekayaan Yayasan Menurut UU Yayasan

Ditambahkan oleh Zakaria Rambe SH., “Kami telah mengkaji UU Yayasan dan peraturan tentang pengelolaan lembaga pendidikan sehingga penting untuk disampaikan sebagai poin di dalam tripartit. Berdasarkan peraturan perundang-undangan Kepsek sebagai jabatan yang memimpin dan mengelola sekolah, meskipun sebagai usaha yayasan tetapi fungsi yayasan bersifat pengawasan dan menaunginya”.

Zakaria menerangkan “Sesuai UU Yayasan bahwa hasil dari kegiatan usaha yayasan merupakan kekayaan yayasan bukan kekayaan pribadi, UU juga mengatur larangan dan sanksi pidana jika terjadi pengalihan atau pembagian terhadap kekayaan yayasan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas dan karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan”.