Gangguan jiwa, Sidang Tuntutan Kompol Fahrizal Tidak Dapat Dipidana
Kompol Fahrizal setelah menjalani sidang pembacaan tuntutan Jaksa

Gangguan jiwa, Sidang Tuntutan Kompol Fahrizal Tidak Dapat Dipidana

MEDAN - Kasus pembunuhan dengan terdakwa Kompol Fahrizal terhadap adik iparnya Jumingan (33) kembali digelar di PN Medan, Senin (21/1/2019) siang. Agenda persidangan pembacaan nota tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU), mantan Wakapolres Lombok Tengah dan mantan Kasat Reskrim Poltabes Medan itu dinilai bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan. Namun terhadap Fahrizal tidak dapat diminta pertanggungjwaban pidana karena mengalami gangguan kejiwaan.

"Intinya terbukti melanggar Pasal 338 KUHP tapi terhadap terdakwa tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana karena pada saat kejadian, kondisi kejiwaan terdakwa terganggu. Jadi sesuai dengan ketentuan Pasal 44 KUHP jika terdakwa mengalami gangguan jiwa dia tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana," ungkap penasehat hukum Fahrizal, Julisman kepada wartawan seusai persidangan. 

Tim penasehat hukum, lanjut Julisman, mengapreasiasi tuntutan yang dibacakan oleh JPU Randi Tambunan ini. Pasalnya hal ini kata Julisman sesuai dengan fakta persidangan. 

Berita terkait; Kasus Kompol Fahrizal; Polri Harus Berbenah

"Faktanya pada saat penembakan, terdakwa sedang mengalami gangguan kejiwaan sesuai keterangan dokter Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem. Jaksa sepertinya mengajukan tuntutan berdasarkan keterangan ahli kejiwaan itu", terangnya.

Meski tuntutan yang diajukan sudah sesuai fakta persidangan, namun Julisman mengaku timnya akan tetap mengajukan pembelaan pada persidangan sepekan mendatang.  

"Kami akan serahkan putusannya pada majelis hakim," sebutnya.

Berita terkait; Hukum Pidana Memandang Penderita Sakit Jiwa

Seperti diberitakan, Kompol Fahrizal didakwa melakukan pembunuhan karena menembak mati adik iparnya, Jumingan pada, 4 April 2018 lalu. Setelah melepaskan 6 tembakan yang tidak beruntun, dia menyerahkan diri ke Polrestabes Medan.

Sebelumnya, penasihat hukum menolak dakwaan dan menyatakan perwira menengah itu mengalami gangguan jiwa sejak 2014. Dia bahkan beberapa kali dibawa berobat ke Klinik Utama Bina Atma di Jalan HOS Cokroaminoto, Medan.

Penasihat hukum menilai Fahrizal tidak dapat dikenakan dakwaan karena sudah mengalami gangguan kejiwaan akut atau skizofrenia paranoid tiga tahun sebelum peristiwa penembakan terjadi.

Menurut penasihat hukum, penembakan yang dilakukan Fahrizal terhadap korban itu dilakukan tanpa sadar atau di luar logika kesadarannya. Bahkan, terdakwa datang ke lokasi kejadian awalnya hanya untuk melihat ibunya Sukartini yang baru sembuh dari sakit.

Bahkan setelah penembakan terjadi, pihak penyidik Polda Sumut juga melakukan pemeriksaan terhadap Fahrizal di RS Jiwa Prof Dr Muhammad Ildrem. Dokter yang memeriksanya pada 23 April 2018 menyebutkan bahwa Fahrizal mengalami skizofrenia paranoid. (zul)