Dasar-dasar Pemidanaan Terhadap Korporasi

Dasar-dasar Pemidanaan Terhadap Korporasi

Litigasi - Tindak pidana Korporasi adalah tidak pidana yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada Korporasi. Pengertian yuridis dari Korporasi adalah “kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”, sesuai dengan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penangan Perkara Tindak Pidana Oleh Koorporasi (Perma No. 13 Tahun 2016). Menurut Perma tersebut Tindak pidana oleh Korporasi merupakan “tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar Lingkungan Korporasi”.

ads

Dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan terhadap Korporasi, penegak hukum harus menilai dan membuktikan kegiatan pengurus adalah “untuk dan atas nama Korporasi”. Konteksnya, meskipun yang bertindak adalah pengurusnya tetapi hakikatnya Korporasilah yang bertindak, atau kegiatan-kegiatan yang dinilai suatu kejahatan adalah dalam rangka kerja-kerja dan untuk mencapai tujuan Korporasi sebagaimana dimaksud di dalam Anggaran Dasar Korporasi. Untuk itu dalam hal menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim dapat menilai kesalahan Korporasi berdasarkan hal-hal berikut:

  1. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan Korporasi;
  2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau 
  3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Korporasi merujuk kepada Pasal 10 Buku I Ban II KUH Pidana, dimana jenis pidana diklasifikasikan dua jenis yakni pidana pokok dan pidana tambahan, yang terdiri dari:

Pidana pokok terdiri dari

  1. Pidana mati.
  2. Pidana penjara.
  3. Pidana kurungan
  4. Pidana denda.
  5. Pidana tutupan.

Pidana tambahan terdiri dari:

  1. Pencabutan hak-hak tertentu.
  2. Perampasan benda-benda tertentu.
  3. Pengumuman putusan hakim. 

Namun tidak semua jenis pidana yang dimaksud di atas dapat dijatuhkan kepada Korporasi. Semua pidana tambahan dapat dijatuhkan kepada Korporasi tetapi pidana pokok yang bisa dijatuhkan kepada Korporasi hanya pidana denda, sedangkan pidana pokok yang lain tidak, namun dapat dijatuhkan kepada pengurus atau pihak lain yang dinilai ada hubungannya dengan kejahatan Korporasi. Hakim tidak terikat dengan hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap Korporasi saja, tetapi berdasarkan bukti yang kuat dapat menjatuhkan pidana kepada Korporasi dan pengurus serta pihak lain. Namun jika korban tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi maka dapat dimintakan gantirugi kepada Korporasi melalui mekanisme restitusi atau dengan melakukan gugatan perdata.

ads

Proses penyidikan hingga peradilan Korporasi diwakilkan oleh pengurus. Pemeriksaan dilakukan terhadap pengurus dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Pengurus yang mewakili Korporasi dilakukan melalui penunjukan oleh Korporasi tersebut. Jika setelah dipanggil Korporasi tidak menghadiri dan tidak menunjuk seorang wakilnya maka penyidik dapat menentukan salah satu pengurus untuk mewakili dan melakukan pemanggilan sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa pengurus tersebut secara paksa.

Pemanggilan Korporasi ditujukan ke alamat kedudukan Korporasi atau di alamt Korporasi beroperasi. Dalam hal alamat tersebut tidak diketahui, pemanggilan ditujukan kepada Korporasi dan disampaikan melalui alamat tempat tinggal salah satu Pengurus. Namun jika tempat tinggal maupun tempat kediaman Pengurus tidak diketahui, surat panggilan disampaikan melalui salah satu media massa cetak atau elektronik dan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut.

Isi surat panggilan terhadap Korporasi setidaknya memuat:

  1. Nama Korporasi;
  2. Tempat kedudukan;
  3. Kebangsaan Korporasi;
  4. Status Korporasi dalam perkara pidana (saksi/tersangka/terdakwa);
  5. Waktu dan tempat dilakukan pemeriksaan; dan
  6. Ringkasan dugaan peristiwa pidana terkait pemanggilan;  

ads

Selanjutnya pengurus yang hadir mewakili Korporasi pada proses penyidikan wajib hadir dalam proses persidangan. Proses pembuktian di persidangan memakai system pembuktian yang dianut oleh Undang-undang Hukum Acara Pidana. Bentuk surat dakwaan merujuk pada ketentuan Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan penyesuaian isi surat dakwaan sebagai berikut: 

  1. Nama Korporasi, tempat, tanggal pendirian dan/atau nomor anggaran dasar/akta pendirian/peraturan/ dokumen/perjanjian serta perubahan terakhir, tempat kedudukan, kebangsaan Korporasi, jenis Korporasi, bentuk kegiatan/usaha dan identitas pengurus yang mewakili; dan
  2. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.