Darurat Sipil dan Dampaknya?
Mhd. Ansor Lubis, SH., MH.

Darurat Sipil dan Dampaknya?

Kebijakan Memutus Matarantai Penyebaran Covid-19

Oleh; Mhd. Ansor Lubis, SH,. MH.*

Presiden sebagai ujung tanduk pemengang dua kekuasaan sekaligus yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan mempunyai andil besar dalam menjalankan roda pemerintahan apalagi dibalik kekuasaannya yang sangat besar, Presiden dalam menetapkan kebijakan dan regulasi terhadap penaganan Virus Disease 2019 (COVID-19) yang tepat sasaran kerna melihat perkembagan setiap hari semakin bertambah bukan hanya di pusat ibukota melainkan ke daerah-daerah di Indonesia, maka sehari sebelumnya (31/01) pemerintah memilih tahapan baru melawan COVID-19 yaitu dengan membuat keputusan menerapkan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Physical Distancing (PSBB) dengan lebih tegas, lebih disiplin, dan leih efektif dan didampingi dengan Darurat Sipil untuk mencegah penyebaran Virus Disease 2019 (COVID-19).

Sehingga timbul pertanyaan apakah Darurat Sipil bisa diterapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1997 tentang Keadaan Bahaya dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekaratiaan Kesehatan terhadap darurat kesehatan nasional penyebaran Virus Disease 2019 (COVID-19).

Darurat Sipil adalah status penanganan masalah terhadap bahaya dengan tingkat keadaan darurat sipil, darurat militer atau keadaan perang. Darurat Sipil sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang keadaan bahaya. Perppu ini ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 16 Desember 1959.

Pasal 1 ayat (1) berbunyi:

(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang apabila:

    1. Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
    2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
    3. Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang mebahayakan hidup negara.

(2). Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Anggkatan Perang.

Padahal, syarat-syarat keadaan bahaya dengan berbagai tingkatan darurat yang tercantum di Pasal 1 kesemuannya mengarah kepada terancamnya keamanan/ketertiban oleh pemberontak, kerusuhan, bencana, perang, membahayakan negara, tidak dapat dibatasi oleh alat perlengkapan negara secara biasa.

Ketika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1997 tentang Keadaan Bahaya diberlakukan oleh Pemerintah maka terhadap darurat sipil memiliki hak untuk :

  1. Penguasa darurat sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta izin terlebih dahulu izin dari penguasa darurat sipil diberikan penuh atau bersyarat. maksudnya adalah dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum (khalayak ramai)
  2. penguasa darurat sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk bebeapa waktu yang tertentu.
  3. ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk tempat peribadatan, pengajian, upacara-upacara agama dan adat dan rapat-rapat pemerintah.

Bagaimana tidak megherankan rakyat terhadap kebijakan pemerintah yang menerapkan upaya terakhir dengan mengeluarkan kebijakan darurat sipil terhadap penanganan Covid-19, padahal ada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang  Kekarantinaan Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai payung hukum dalam menangani upaya pencegahan Covid-19.

Maka Perppu Darurat Sipil mengarah kepada penertiban rakyat ketika adanya bahaya darurat sipil, darurat militer atau keadaan perang, sedangkan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan mengarah untuk menjalamin kebutuhan dasar rakyat seperti tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang  Kekarantinaan Kesehatan Pasal 7 berbunyi :

Bahwa setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, serta mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama kekarantinaan berlangsung.

Kemudian diperjelas dengan Pasal 9  Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang  Kekarantinaan kesehatan berbunyi:

Bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan serta berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Pasal 55 juga menyebutkan kewajiban Pemerintah selama kebijakan berlangsung, Pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada diwilayah karantina.

Maka Pemerintah harus memilih apakah diarahkan masyarakat untuk melalui regulasi penertiban atau menjamin kebutuhan dasar masyarakat, maka dengan demikian Presiden seharusnya konsisten di dalam memutuskan kebijakan terhadap Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan dimana undang-undang tersebut ditanda tangani oleh Jokowi sendiri berbeda dengan Undang-Undang KPK yang tidak ditandatangani dan berlaku 30 hari setelah tidak ditandangani oleh Presiden sebagaimana ketentuan yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dampak yang diakibatkan apabila status Darurat Sipil diberlakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yaitu:

  1. Penguasa darurat sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdangangan, dan penempelan tulisan-tulisan, berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.
  2. Penguasa darurat sipil berhak atau dapat menyuruh atas nama pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menempatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.
  3. Penguasa darurat sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa dan mensita semua barang yang diduga dan akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang
  4. Penguasa darurat sipil berhak mengambil atau memkai barang-barang dinas umum
  5. Penguasa darurat sipil berhak memeriksa badan dan pakaian-pakaian tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya.
  6. Penguasa darurat sipil berhak membatasi orang berada diluar rumah
  7. Penguasa penguasa darurat sipil berhak:
    1. mengetahui semua berita-berita serta percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor radio pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio.
    2. membatasi atau merang memakai kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-ga,bar, tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain daripada bahasa Indonesia.
    3. menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi seperti telepon, telegrap, pemancar radio, dan alat-alat lainnya, yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.

 

*Penulis adalah alumni Pascasarjana USU dibidang Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dan aktif sebagai pemerhati kebijakan pemerintah