Beberapa Asas Hukum Kontrak

Beberapa Asas Hukum Kontrak

Litigasi - Asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang inspiratif mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Dengan demikian, asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya.

Kontrak Abaikan Asas Proporsionalitas Dapat Dibatalkan

Sebab-Sebab Berakhirnya Kontrak

Asas-asas hukum kontrak juga berfungsi sebagai pedoman filosofis atau arahan orientasi filosofis bagi pembentukan norma-norma hukum dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak dan pedoman dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum kontraktual yang kompleks dengan menggunakan pendekatan interpretasi terhadap norma-norma hukum yang terkandung dalam aturan hukum kontrak yang berlaku di Indonesia dan norma-norma hukum yang juga terkandung dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak itu sendiri. Berkenaan dengan hukum kontrak, norma hukum kontrak merupakan norma yang sifatnya mengatur (regelend recht atau aanvullend recht) domain hukum perdata, oleh karenanya dalam hukum perdata berlaku lima prinsip atau asas, yaitu:  

ads

Asas Kebebasan Berkontrak  (freedom of contract)

Asas kebebasan membuat kontrak dikenal dengan istilah “partij otonomie” atau “freedom of contract“ atau “liberty of contract”. Asas kebebasan berkontrak juga terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) BW, yang menyatakan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

  1. membuat atau tidak membuat perjanjian;
  2. mengadakan perjanjian dengan siapapun;
  3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
  4. menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Namun dalam Pasal 1338 ayat (1) BW, ada batasan yang ditentukan oleh ketentuan normatif dan juga dibatasi oleh ketentuan limitatif dalam Pasal 1337 BW, Karena Pasal ini melarang kontrak yang substansinya bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Baca juga; Syarat Syah Membuat Kontrak

Asas Konsensualisme (concsensualism)

Asas konsensualisme atau dalam bahasa latin disebut “consensus”  yang artinya sepakat. Dalam membuat kontrak disyaratkan adanya penerapan asas konsensualisme, yaitu  asas yang mengharuskan adanya kata sepakat diantara para pihak yang membuat kontrak. Setiap kontrak mengikat para pihak yang membuatnya jika sudah tercapai kata sepakat mengenai prestasi atau hal pokok dari kontrak tersebut. 

Asas konsensualisme juga terkandung dalam Pasal 1338 ayat (2) BW, yang memuat ketentuan imperatif, yaitu kontrak yang telah dibuat secara sah tidak dapat ditarik kembali (diputuskan) secara sepihak, selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-undang. 

ads

Asas Iktikad Baik (good faith)

Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam. Yang pertama iktikad baik nisbi, yaitu dengan memperhatikan perbuatan atau sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Yang kedua iktikad baik mutlak, yaitu penilaiannya terletak pada akal sehat den keadilan.

Asas iktikad baik juga terkandung dalam Pasal 1338 ayat (3) BW, yang memuat ketentuan imperatif, yaitu  semua perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Baca juga; Kontrak Menurut Ahli

Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya berlaku untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini juga diatur dalam Pasal 1315 BW dan Pasal 1340 BW. Pasal 1315 BW, menentukan bahwa “pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”. Kemudian Pasal 1340 BW, juga menentukan bahwa “ suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. 

Asas Kepastian Hukum (pacta sunt  servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut dengan asas pacta sunt  servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt  servanda merupakan asas yang mewajibkan hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya undang-undang. Dimana pihak ketiga atau hakim tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt  servanda juga disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menyatakan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. 

Dengan demikian, penjelasan mengenai beberapa asas dalam hukum kontrak dapat diterapkan oleh para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum untuk membuat suatu kontrak atau perjanjian.